ABU NAWAS MENYOGOK HAKIM
Dikisahkan sebelumnya pernah ada Tuan Hakim yang selalu minta suap, namun oleh Abu Nawas Tuan Hakim tersebut dibuatnya jera atas kelakuannya. Ia dikerjai oleh Abu Nawas dengan segentong keju yang ternyata di bawahnya terdapat kotoran hewan dan kali ini muncul Tuan Hakim baru yang juga selalu minta disuap.
Semua kepentingan yang berurusan dengan perizinan harus
menyuap dan Tuan Hakim agar urusannya cepat selesai. Tentu saja banyak warga
yang mengeluh dengan perbuatan Tuan Hakim.
Mereka lalu sepakat untuk mengadukannya kepada Abu Nawas.
Mereka ingin agar perbuatan Tuhan Tuan Hakim diberi pelajaran.
Esok harinya mereka mendatangi rumah Abu Nawas.
“Wahai, Abu Nawas. Tuan Hakim benar-benar keterlaluan. Masa
setiap kali kami mengurus perijinan kami diminta bayaran. Kalau kami menolak,
dia tidak mau menandatangani,” tutur mereka.
“Kurang ajar. Belum kapok juga rupanya dia,” kata Abu Nawas
geram.
“Dia bukan Tuan Hakim yang dulu, Abu Nawas. Sekarang Tuan
Hakimnya sudah diganti orang baru,” balas mereka.
“Oh, baiklah. Nanti akan aku balas perbuatannya,” tegas Abu
Nawas.
Maka pergilah Abu Nawas ke rumah Tuan Hakim dengan membawa
satu kilo gandum. Dia ingin mengecek kebenaran tentang aduan warganya.
Sesampainya di rumah Tuan Hakim Abu Nawas disambutnya dengan
ramah. “Hai. Abu Nawas. Silakan masuk. Ada perlu apa datang kemari?” sapa Tuan
Hakim.
“Begini, Tuan Hakim. Saya mau minta perizinan menjual hasil
panen gandum saya,” ucap Abu Nawas.
“Kenapa harus minta izin? Jual beli gandum, ‘kan tidak perlu
pakai surat?” tanya Tuan Hakim heran.
“Iya, Tuan Hakim, tapi biar lebih nyaman,” jawab Abu Nawas.
“Benar juga katamu, Abu Nawas. Memang seharusnya begitu. Lalu
apa yang kamu bawa itu?” tanya Tuan Hakim kembali.
“Oh, ini sekantong gandum oleh-oleh buatmu, Tuan Hakim,”
balas Abu Nawas.
Setelah surat perizinan dibuat, Abu Nawas lalu pamit pulang.
“Mulai besok akan saya berlakukan perizinan penjualan hasil
panen gandum. Dengan begitu aku bisa mendapatkan banyak keuntungan,” pikir Tuan
Hakim penuh gembira.
Sementara Abu Nawas di rumah terus memikirkan bagaimana
caranya membuat kapok Tuan Hakim baru tersebut.
Saat ia sedang termenung tiba-tiba pintu rumahnya diketok,
ternyata yang datang adalah beberapa prajurit kerajaan.
“Tuan Abu Nawas, Anda diperintah menghadap Baginda Raja sekarang
juga,” kata salah satu prajurit.
Tak menunggu lama, Abu Nawas bergegas pergi menuju ke istana.
Singkat cerita Abu Nawas menghadap Baginda Raja.
“Ada gerangan apa Paduka, memanggil hamba?” tanya Abu Nawas.
“Saya ada tugas untukmu, Abu Nawas. Saya akan membeli lahan
yang luas di daerahmu dan saya ingin kamu yang mengurusi segalanya termasuk
surat perizinan,” titah Baginda Raja.
“Hamba siap, Paduka Yang Mulia. Karena ini adalah tugas
penting, saya minta beberapa prajurit untuk berjaga di rumah saya,” jawab Abu
Nawas.
“Memangnya ada apa, Abu Nawas? Kenapa harus ada prajurit yang
berjaga di rumah kamu?” tanya Baginda Raja heran.
“Karena ada kejutan yang akan hamba persembahkan kepada
Paduka,” jawab Abu Nawas.
“Baiklah. Terserah kamu saja, Abu Nawas,” balas Baginda Raja.
Abu Nawas kemudian langsung pamit pulang.
Di sepanjang perjalanan Abu Nawas terlihat sangat senang, “Akhirnya
aku mendapatkan ide cemerlang untuk membikin kapok Tuan Hakim.”
Esok harinya dengan membawa sekantong tanah Abu Nawas menemui
Tuan Hakim di rumahnya.
“Tuan Hakim, saya ada perlu saya mau mengurus surat
perjanjian jual beli tanah,” kata Abu Nawas membuka percakapan.
“Oh, silakan,” jawab Tuan Hakim sambil melirik kantong yang
dibawa Abu Nawas.
“Kamu mau beli tanah di mana?” tanya Tuan Hakim.
Abu Nawas lalu menyebutkan tempat dan luas tanah yang akan
dibelinya.
“Wah! Itu, ‘kan lahan luas sekali, Abu Nawas?” kata Tuan
Hakim merasa kagum.
“Iya, Tuan Hakim. Makanya kantong yang saya bawa juga dua
kali lipat beratnya dari yang kemarin,” ujar Abu Nawas.
“Kamu bisa saja, Abu Nawas,” balas Tuan Hakim tersipu malu.
“Setelah surat perjanjian dibuat, Abu Nawas lantas pamit
pulang.
Tidak berapa lama Tuan Hakim membuka isi kantong pemberian
Abu Nawas.
Ternyata isinya gumpalan tanah.
Marahlah Tuan Hakim. “Kurang ajar, Abu Nawas! Ia telah
mengerjai aku!”
Tuan Hakim lalu bergegas menuju rumah Abu Nawas. Ia tidak
menyadari bahwa di rumah Abu Nawas ada beberapa orang prajurit istana yang
sedang berjaga.
“Hai, Abu Nawas! Keluar kamu!” teriak Tuan Hakim dari luar.
Abu Nawas lalu membuka pintu dan pura-pura tersenyum.
“Ada apa, Tuan Hakim?
Apakah sogokannya kurang?” tanya Abu Nawas.
“Masa kamu ngasih aku sekantong tanah? Yang benar saja kamu!”
bentak Tuan Hakim.
“Loh kenapa Tuan marah. Waktu saya minta izin penjualan panen
gandum saya kasih Tuan, sekantong gandum dan tadi saya mengurus perijinan jual
beli tanah maka yang saya kasih juga sekantong tanah,” ujar Abu Nawas.
“Tidak bisa! Pokoknya saya minta 2% dari pembelian tanah. Kalau
tidak, maka surat perizinannya akan saya sita,” kata Tuan Hakim semakin kesal.
“Hai, Para prajurit keluarlah! Kalian dengar sendiri, ‘kan Tuan
Hakim ini minta disuap. Dia telah menyalahgunakan jabatannya untuk memeras
rakyat!”
Mendengar itu Tuan Hakim langsung gemetaran. Ia melihat
beberapa prajurit kerajaan keluar dari rumah Abu Nawas bersamaan dengan itu
datanglah Baginda Raja dan rombongannya.
“Hai, Abu Nawas! Dari kemarin aku dibuatnya penasaran.
Kejutan apa yang ingin kau berikan kepada saya. Mana kejutannya, Abu Nawas?”
tanya Baginda Raja.
“Itu dia kejutannya,” jawab Abu Nawas sambil menunjuk Tuan
Hakim.
“Memangnya kenapa dengan dia?” tanya Baginda Raja bertambah
heran.
“Selama ini dia menggunakan jabatannya untuk memeras warga. Dia
ke sini juga untuk meminta bayaran perizinan pembelian tanah. Padahal yang akan
membeli tanah, ‘kan Paduka?” jawab Abu Nawas.
Bertambah kagetlah Tuan Hakim. Tubuhnya menjadi gemetaran. Ia
tak menyangka pembelinya adalah Baginda Raja sendiri.
Sementara Baginda Raja menjadi sangat murka.
“Prajurit, seret dia ke dalam penjara dan hukum
seberat-beratnya!”
Abu Nawas tersenyum puas berhasil membuat Tuan Hakim
mendapatkan balasannya.
BACA KELUCUAN ABU NAWAS LAINYYA DI BAWAH INI
ABU NAWAS DISURUH MINUM AIR MENDIDIH
ABU NAWAS TERSESAT DI HUTAN ANGKER
No comments:
Post a Comment