Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

ABU NAWAS TUAN HAKIM YANG MULIA

 

Menjelang pagi hari suasana kota Baghdad cukup ramai. Seperti biasanya, orang-orang berlalu lalang melakukan berbagai aktivitas mereka. Sementara Abu Nawas memutuskan untuk sedikit berkeliling di sekitar tempat ia tinggal.


Cuaca yang cerah seolah mendukung kegiatan Abu Nawas berjalan keliling menyusuri kota. Sesekali dia tersenyum dan berhenti sejenak manakala ada salah seorang menyapanya. Karena sikapnya ini tidak heran bila banyak orang yang mengenalnya sebagai sosok yang ramah kepada siapa pun.

Meskipun Abu Nawas terkenal sebagai cendekiawan pandai, belum lagi dia adalah penyair yang masyhur, tapi Abu Nawas mau bergaul dengan siapa saja. Hal itulah yang membuat dirinya dihormati dan disegani oleh masyarakat.

Saat sedang asyik menikmati suasana pagi, tanpa sengaja Abu Nawas melewati depan rumah hakim. Rumahnya megah dan besar seperti layaknya rumah pejabat pada umumnya.

Kebetulan Tuan Hakim sedang duduk santai di halaman rumahnya. Hakim  ini terkenal pandai dan sangat bijak dalam memutuskan persoalan, bisa dikatakan dialah satu-satunya hakim cendekiawan di kota Baghdad.

Melihat Abu Nawas lewat di depan rumahnya Tuan Hakim segera menyapanya. “Hei, Abu Nawas! Mau ke mana?” tanya Tuan Hakim.

“Biasalah, Tuan. Jalan-jalan. Menghilangkan rasa suntuk,” jawab Abu Nawas.

“Tunggu Abu, Nawas. Jangan pergi dulu! cegah Tuan Hakim.

“Memangnya ada apa, Tuan? Sepertinya penting sekali?” tanya Abu Nawas.

“Sini mampir ke rumahku. Ada yang ingin saya tanyakan,” ujar Tuan Hakim.

Abu Nawas lalu diajaknya masuk dan dipersilahkan duduk di ruang tamu. Karena tidak terbiasa duduk di kursi yang empuk dan mewah, membuat Abu Nawas agak canggung.

Hakim  itu lalu mulai mengutarakan pemikirannya kepada Abu Nawas. “Andainya manusia mau mematuhi hukum dan etika, pastilah dunia menjadi aman dan tenteram.”

Mendengar ucapan Tuan Hakim, Abu Nawas buru-buru membantahnya. “Bukan manusia yang mematuhi hukum, Tuan Hakim, tapi sebaliknya, justru hukumlah yang seharusnya menyesuaikan kemanusiaan.”

Hakim mencoba berkelit untuk membenarkan pendapatnya. Ia ingin menguji kecerdasan Abu Nawas dengan mengajaknya adu argumentasi.

“Begini saja, Abu Nawas. Anda, ‘kan terkenal sebagai cendekiawan? Saya ingin dengar pendapat Anda, andainya Anda, disuruh memilih kekayaan atau kebijaksanaan manakah yang akan Anda pilih?” tanya Tuan Hakim.

Tanpa berpikir panjang Abu Nawas langsung menjawabnya. “Tentu saja saya pilih kekayaan.”

Mendengar jawaban tersebut Hakim  menatap Abu Nawas dan tersenyum sinis, seolah Abu Nawas tidak layak disebut sebagai cendekiawan.

“Sungguh sangat memalukan. Anda, adalah cendekiawan yang diakui oleh masyarakat, tapi jawaban yang Anda katakan sama sekali tidak mencerminkan seorang cendekiawan. Mengapa saya berkata demikian? Karena Anda, lebih memilih kekayaan dibandingkan kebijaksanaan,” tutur Tuan Hakim, namun dengan santainya Abu Nawas balik bertanya.

“Kalau Tuan sendiri apa yang akan Tuan pilih? Kekayaan atau kebijaksanaan?”

“Tentu saja saya akan memilih kebijaksanaan,” jawab Tuan Hakim tegas.

Sesaat Abu Nawas menatap Tuan Hakim dengan penuh senyuman, lalu berkata. “Terbukti bukan? Semua orang akan memilih untuk mendapatkan apa yang belum dimilikinya,” ujar Abu Nawas.

Abu Nawas pun menutup perbincangan mereka berdua dan pamit pergi kepada Tuan Hakim.

Sementara Tuan Hakim tak bisa berkata apa-apa mendengar penuturan Abu Nawas.

“Memang tidak salah kalau masyarakat menganggap Abu Nawas sebagai cendekiawan yang pintar dan cerdik,” gumam Tuan Hakim dalam hati.

 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search