Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

PART 1 SKANDAL MBAH DARMO BERSAMA ISTRI DAN JURAGANNYA

PART 1

MBAH DARMO

Orang-orang sering memangilku pengemis atau gelandngan, tapi namaku sebenarnya Darmo atau kerap dipanggil Mbah Darmo. Usiaku 63 tahun.


Aku menjadi gelandangan, tidur di jalanan, makan makanan sisa, minum air comberan, baju yang lusuh tidak pernah terkena air.

Kulitku menghitam kotor. Aku tak lebih dari seonggok sampah busuk yang selalu dihindari orang-orang.

Aku menjadi hina di mata siapa saja. Setiap orang yang melihatku selalu memandangku rendah dan tak berharga.

Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan kota kelahiranku, kota yang penuh dengan kenangan, tapi aku memang harus pergi.

Aku harus pergi ke tempat di mana tidak seorangpun yang mengenalku. Aku harus memulai hidupku yang baru dan meninggalkan semua kenangan yang pernah terjadi di kota ini.

Aku tak mungkin terus berada di sini, sementara orang-orang terus mencibirku. Aku berjalan tanpa tujuan melangkah tanpa harapan.

Aku hanya ingin pergi dari sini meski aku tidak tahu harus ke mana.

Siang malam aku berjalan dengan tertatih, tidur di pinggiran jalan saat malam tiba, merintih menahan dinginnya angin yang menembus setiap sobekan di bajuku, memungut apa pun yang aku temukan di jalan untuk bisa kumakan.

Panas dan hujan tak pernah lagi aku hiraukan. Aku tak pedulikan perihnya telapak kakiku menahan tajamnya kerikil-kerikil yang kuinjak, tanpa alas apa pun.

****

Aku hanya terus melangkah sampai pada suatu daerah.

Aku tak tahu di mana sebenarnya aku berada. Aku hanya merasa telah berjalan sangat jauh berhari-hari, bermalam-malam mungkin, sudah hampir sebulan.

****

Aku sedang beristirahat duduk di pinggiran jalan ketika seorang lelaki menghampiriku.

“Mbah, Njenengan mau mau ke mana?” tanya lelaki itu. Ia mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil mewahnya.

Aku diam tak menjawab karena aku memang tidak tahu mau ke mana saat ini.

“Ke mana tujuan Njenengan?” Lelaki itu mengulang pertanyaannya, kepalanya masih di luar jendela mobil.

Kali ini aku menggeleng.

Lelaki itu memasukkan kepalanya kembali. Aku pikir ia akan pergi, tapi justru ia semakin memarkir mobilnya ke pinggir jalan.

Beberapa saat kemudian ia pun turun dari mobil mewah itu.

Di luar dugaanku, lelaki tersebut ikut duduk di sampingku.

“Sebenarnya ke mana tujuan Njenengan, ha?” tanya lelaki itu pelan.

“Kulo mboten gadah tujuan,” balasku serak.

“Apa Njenengan lapar?” Lelaki itu bertanya lagi seakan mengabaikan jawabanku.

Sebelum aku sempat menjawab, lelaki itu tiba-tiba berdiri. Ia berjalan menuju mobilnya lalu membuka pintu memasukkan badannya separuh, kemudian ia keluar lagi. Sepertinya ia sedang mengambil sesuatu di dalam mobil tersebut.

Sesaat kemudian lelaki itu sudah berjalan lagi menuju ke arahku.

Di tangannya ia membawa sesuatu di dalam kresek biru yang transparan. Lelaki itu duduk lagi di dekatku.

“Ini, Mbah. Ada beberapa potong roti dan juga air mineral. Kalau Njenengan lapar, Njenengan boleh mengambilnya,” ucap lelaki itu pelan.

Aku meliriknya. Sekilas ia terlihat sangat tulus.

Aku segera meraih kantong plastik biru transparan itu, membukanya, lalu kemudian mengambil sepotong roti, memakannya dengan lahap.

“Njenegan kelihatan sangat lapar. Sebenarnya Njenengan dari mana?” tanya lelaki itu.

“Kulo amung gelandangan,” jawabku lemah.

Aku pun mengambil sebuah botol air mineral dari dalam kantong itu lagi lalu meneguknya sampai hampir habis. Sudah lama sekali aku tidak minum air seperti itu.

“Njenengan mau ikut denganku?” Lelaki itu bertanya lagi.

“Teng pundi?” tanyaku sedikit heran.

“Ke rumahku, Mbah. Njenengan bisa tinggal di rumahku dan juga bisa bekerja di sana kalau Njenengan mau,” jelas lelaki itu terdengar serius.

“Nopo Sampean mboten ajrih kaleh kulo?” tanyaku ingin tahu.

Njenengan belum gila, hanya stres. Jadi, aku nggak perlu takut,” jawab lelaki itu lugas.

“Ning kulo niki kotor,” ucapku.

“Kotor masih bisa dibersihkan, Mbah. Yang penting Njenengan mau ikut denganku,” balas lelaki itu.

“Tenopo Sampean apik kaleh kulo. Kulo lan Sampean mboten kenal to?” ucapku lagi.

Namaku Ngadiman, Mbah. Panggil Ngadiman, dan kenapa aku baik sama Njenengan, ya, karena menurutku Njenengan terlihat seperti orang baik. Orang baik yang sedang tersesat atau orang baik yang sedang mencari jati dirinya, dan sebenarnya juga aku sudah memperhatikan Njenengan sejak tadi pagi.”

“Aku melihat Njenengan sudah berjalan sepanjang hari di daerah ini. Aku memang selalu lalu lalang di jalan ini. Jadi, aku sudah hafal betul setiap orang yang lewat di sini.”

Ketika aku melihat Njenengan tadi, awalnya aku coba mengabaikannya. Namun, saat aku melihat Njenengan termenung sendirian di sini, aku pun berinisiatif untuk mendekati Njenengan karena belum pernah sebelumnya ada orang yang berjalan seperti Njenengan di daerah sini.”

“Setelah aku perhatikan, Njenengan sepertinya orang baik,” jelas lelaki yang mengaku bernama Ngadiman itu panjang lebar. Meskipun sebenarnya aku tidak terlalu mengerti dengan semua penjelasan Ngadiman itu, tapi aku pun akhirnya menerima tawarannya untuk ikut dengannya.

“Purun nggeh, Mbah?”

“Nggeh. Kulo purun,” jawabku.

****

Singkat waktu.

Daerah itu memang cukup sunyi sebenarnya. Itu seperti daerah di jalan lintas antar kota yang berpenduduk sangat sedikit, hanya ada beberapa rumah di daerah tersebut, selebihnya masih banyak hutan dan kebun-kebun sawit ataupun kebun karet.

Karena itu juga sebenarnya aku memutuskan untuk menerima tawaran dari Ngadiman, lagi pula nggak ada salahnya menurutku untuk ikut dengannya.

Kalaupun Ngadiman berniat jahat padaku apa juga yang ia harapkan dariku. Iya to?

Mobil mewah itu pun memasuki sebuah pekarangan rumah yang cukup luas dan mewah. Rumah itu berada di pinggiran jalan raya sebenarnya, hanya saja di sekeliling rumah itu terdapat kebun sawit yang sangat luas.

Sepanjang perjalanan tadi, Ngadiman terus bertanya padaku, setidaknya ia ingin tahu siapa aku sebenarnya.

Aku sudah menjadi gelandangan sejak lama. Aku mengatakan demikian karena menurutku, aku tidak mungkin menceritakan secara keseluruhan tentang siapa aku sebenarnya.

Setelah memarkir mobil di garasi, Ngadiman segera mengajakku turun dari mobil tersebut. Kemudian ia mengajakku masuk ke dalam rumah mewah itu.

Di dalam rumah itu kami disambut oleh seorang wanita cantik yang terlihat masih sangat muda.

Ini istriku, Mbah,” ucap Ngadiman.

Wanita yang disebut istri oleh Ngadiman itu menatapku penuh tanya lalu ia pun mengulurkan tangannya. “Nama saya Nur, Mbah,” ucapnya lembut sambil kami berjabat tangan.

“Darmo,” balasku ringan.

“Untuk sementara Mbah Darmo akan tinggal di sini bersama kita,” ucap Ngadiman.

Istri Ngadiman segera memanggil nama seseorang. “Bi Ijah!”

Sesaat kemudian seorang wanita tua muncul dari arah dapur.

“Kulo, Ndoro.”

“Tolong antar Mbah Darmo ke kamar belakang, ya.”

Kali ini Ngadiman yang berucap lagi.

“Baik, Ndoro,” balas wanita tua itu sopan.

Njenengan boleh mandi dulu kemudian istirahat di kamar. Nanti kita bicara lagi, Mbah,” ucap Ngadiman padaku.

Aku pun mengikuti langkah Bi Ijah menuju dapur.

Di sana ada sebuah kamar yang masih kosong. Kamar itu cukup luas. Ada kamar mandi juga di dalamnya.

Setelah Bi Ijah pergi, aku pun segera menutup pintu kamar itu.

Aku pun segera mandi untuk membersihkan tubuhku yang sudah lebih dari sebulan tidak mandi.

Setelah itu aku pun beristirahat dan tidur.

****

Malam itu aku terbangun saat Bi Ijah mengetuk pintu kamarku.

Tok! Tok! Tok!

Aku segera membukanya.

Krek.

“Wonten nopo, Ndoro?” tanyaku.

Njenengan ditunggu Juragan di ruang makan,” ucap Bi Ijah.

Aku pun segera melangkah menuju ruang makan yang memang berada tidak terlalu jauh dari kamarku tersebut. 

PART 2

PART 3

PART 4




Cerkak: AMBAL WARSO bisa dibaca di sini.

SOSIS PAKDE NOTO segera hadir! Ikuti Blog, nggeh.

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search