PART 4 AKHIR KEHIDUPANKU YANG MEMUASKAN ISTRI DAN JUGA JURAGAN NGADIMAN
PART 4
SKANDAL SUAMI ISTRI MENJADI RAHASIA HIDUPKU
“Maksudku aku suka sama Njenengan,
Mbah. Aku jatuh cinta sama Njenengan,” balas Juragan Ngadiman suaranya masih serak.
“Aku tetap suka perempuan,
Mbah. Buktinya aku sudah menikah dan bahkan
sudah punya dua orang anak, namun aku juga tidak bisa membendung
keinginanku untuk bersama seorang laki-laki, Mbah.”
“Sebenarnya sudah sangat lama
aku tidak melakukan hal tersebut dengan seorang lelaki, setidaknya sejak anak
keduaku lahir, namun sejak pertama kali melihat Njenengan, entah mengapa aku jadi
tertarik sama Njenengan, Mbah.”
“Tiba-tiba saja keinginan itu datang
kembali.”
“Karena itu aku nekat untuk
membawa Njenengan ke rumahku waktu itu.”
“Aku hanya berharap Njenengan
bisa mengerti dan aku berharap dengan membantu Njenengan bisa membuat Njenengan
membuka hati untukku.” Cerita Juragan Ngadiman panjang lebar.
“La sakniki
bade nopo? Nopo kang dikersaaken saking kulo, Juragan?” tanyaku akhirnya setelah berpikir
beberapa saat.
“Aku menginginkan Njenengan
malam ini, Mbah.”
“Sudah sangat lama aku tidak melakukan
hal tersebut dengan seorang laki-laki. Sekarang aku tidak bisa lagi menahan
diriku. Aku sudah coba memendamnya selama beberapa minggu ini, tapi selalu saja wajah
gagah Njenengan
ini hadir di setiap angan liarku, Mbah!” balasnya.
Aku terdiam berpikir lagi. Jujur aku tidak ingin kehilangan kehidupan yang aku jalani
saat ini, meski sebenarnya ini bukanlah kehidupan yang aku inginkan. Namun, aku benar-benar tidak mau
hidup terlunta-lunta di jalanan lagi jika memang Juragan Ngadiman menginginkanku, tidak ada salahnya juga bagiku
untuk memenuhi keinginannya itu.
Pada dasarnya aku ini bukanlah
lelaki baik, apalagi aku juga sudah menjadi
selingkuhan istri juraganku ini, dan saat ini justru Juragan
Ngadiman juga menginginkanku.
“Jika Njenengan mau menjalin
hubungan denganku, aku akan memberi Njenengan uang yang banyak,
Mbah. Njenengan tidak perlu bekerja
keras lagi di kebun. Njenengan cukup menemaniku kapan pun aku membutuhkan Njenengan,” ucap Juragan Ngadiman menawarkan lagi.
“Ning kulo
niki sanes homo, Juragan.”
“Iya, Mbah. Aku tahu, tapi aku benar-benar menginginkan Njenengan, Mbah. Aku akan lakukan apa saja untuk bisa mendapatkan Njenengan!” tegas ucapannya.
Aku memang tidak akan bisa
menolak keinginan Juragaan Ngadiman apapun itu, karena dia
sudah sangat
baik padaku, tapi aku ingin juraganku ini tahu kalau aku melakukan
semua ini bukan karena aku benar-benar menginginkannya, tapi karena aku hanya ingin
membalas setiap kebaikannya padaku selama ini.
“Aku tak peduli apapun alasan Njenengan,
Mbah. Yang penting aku bisa
mendapatkan Njenengan, aku bisa memiliki Njenengan
seperti yang selalu aku khayalkan akhir-akhir ini,” ucapnya
seakan tahu isi di pikiranku.
“Hanggih
pripunmaleh. Menawi niku saget ndamel Juragan bungah, nggeh kulo manut mawon.
Nanging kulo suwun niki dados rahasia kagem kito lan setungal panyuwun kulo …”
“Apa itu,
Mbah?”
“Kulo taseh
pingin medamel kados biasane supados rahasia niki tiyang-tiyang mboten ngertos,
ugo garwonipun Njenengan, Juragan.”
“Jika itu yang menjadi
permintaanmu, Mbah, bagiku tidak masalah selama Njenengan bersedia kapan pun aku menginginkan Njenengan
untuk bersamaku,” balasnya.
****
Malam itu dengan perasaan
berat aku pun terpaksa memenuhi keinginan Juragan Ngadiman.
Bukan karena aku
benar-benar menginginkannya, tapi terlebih karena aku ingin
membalas semua kebaikannya padaku dan juga karena aku tidak
ingin kehilangan kehidupanku yang sekarang
Semua baru
saja kami mulai.
“Boleh aku
pegang, Mbah?”
Aku hanya
mengangguk saat juraganku meraih jimat keramat yang pernah aku pakai untuk
memuaskan istrinya.
“Oh, Mbah.”
Juragan
Ngadiman langsung memainkannya dengan ujung lidah, dan aku hanya memejamkan
mata.
“Esst.” Aku
hanya bisa mendesis saat Juragan Ngadiman memasukkannya lebih dalam ke mulut.
Seperti sudah
terlatih, Juragan Ngadiman seakan tahu apa yang aku inginkan.
“Oh, Juragan.”
Jurgan
Ngadiman menghentikan gerakkannya dan membawaku ke atas tempat tidur.
Erat ia
memelukku seakan enggan kehilangan seraya terus menciumi wajah dan kumis
tebalku.
“Oh, Juragan.”
“Mbah pernah
melakukannya dengan lelaki lain?”
Aku menggeleng.
“Sini.” Dia
kembali meraih jimat keramatku.
Aku hanya
menurut saja.
Perlahan aku
mulai memperlakukan juraganku seperti aku melakukan kepada istrinya.
“Oh …!”
pekikku tertahan.
“Enak, Mbah?”
“Nggeh, sami
mawon, Juragan.”
Selanjutnya
aku melaksakan tugasku untuk kepuasan diriku sendiri dan berkali-kali juraganku
mengelus dada dan mengecup bibirku
Sejak saat itu aku dan Ngadiman mulai menjalin
hubungan rahasia.
“Bade medal,
Juragan, Oh ….”
“Oh, Juragan.”
****
Juragan Ngadiman semakin sering
mengajakku untuk ikut dengannya, sementara hubunganku dengan istrinya masih terus berjalan. Ada malam-malam tertentu istrinya selalu menyempatkan waktu
untuk menyelinap ke kamarku.
Aku harus menjalankan dua
peran dalam hidupku. Meski sulit, namun aku sangat menikmati hal
tersebut, apalagi aku juga mendapatkan sejumlah uang setiap kali aku
selesai melakukan hal tersebut, baik bersama istrinya ataupun bersama Juragan
Ngadiman
Sebenarnya ini bukanlah
kehidupan yang kuimpikan, namun sekali lagi aku ini bukanlah lelaki baik yang harus mempertimbangkan
banyak hal sebelum melakukan sesuatu.
Aku sadar akan resiko, atas semua yang aku lakukan
saat ini, tapi bukankah hal itu, bukan keinginanku sendiri. Istri dan Juragan Ngadiman sendiri yang
menginginkanku, dan aku tidak bisa menghindari mereka terlebih aku memang
tidak ingin menghindarinya, lagipula hal itu terlalu indah untukku
hindari terutama saat aku bersama istrinya.
Aku terlena dengan segala perlakuan
istrinya
padaku. Dia begitu pandai membuatku tidak bisa melupakannya, dia selalu bisa membuatku selalu
menginginkannya.
Menjalani dua hubungan yang
berbeda sedikit membuatku kesulitan karena aku harus bisa mengatur waktu dengan
baik.
Aku tidak ingin salah satu
dari mereka curiga. Aku harus bisa menjaga rahasia
itu dengan baik agar kehidupanku tetap aman.
****
1 tahun kemudian.
Hari-hari pun terus berlalu. Aku masih tetap menjalankan
kedua peranku dengan baik, bahkan sudah lebih dari setahun. Hal itu terus terjadi. Aku juga sangat menikmati hal
tersebut.
Aku merasa kehidupan yang aku
jalani ini sungguh luar biasa. Aku juga selalu menyimpan
setiap uang hasil pemberian dari istri ataupun dari Juragan Ngadiman.
Uang hasil kerjaku di kebun juga aku
tabung karena aku yakin pada saatnya nanti semua ini pasti akan berakhir.
Untuk itu aku butuh persiapan, untuk hidupku ke depannya jika aku tidak lagi
dibutuhkan oleh istri maupun oleh Juragan Ngadiman.
Setelah lebih dari setahun ketakutanku
pun terjadi.
Juragan Ngadiman pada akhirnya
mengetahui kalau aku punya hubungan dengan istrinya. Hal itu ia saksikan sendiri ketika suatu malam ia memergoki
kami
sedang bergumul di kamarku.
Juragan Ngadiman tentu saja marah
besar. Ia pun mengusirku dari rumahnya.
“Tua renta tak tahu balas budi! Pergi dari rumahku sekarang!”
Aku pun terpaksa pergi dari
rumah itu, sementara aku tidak tahu apa yang dilakukan Juragan
Ngadiman
terhadap istrinya, dan aku juga sebenarnya juga tidak peduli lagi, tapi aku yakin Juragan
Ngadiman tidak
akan berani bertindak macam-macam padaku karena biar bagaimanapun, dia juga punya hubungan
denganku, dan itu merupakan rahasia besar dalam hidupnya.
Aku yakin Juragan
Ngadiman tidak
akan mau menanggung resiko rahasianya terbongkar jika ia berbuat macam-macam
padaku dan aku sudah memperhitungkan hal itu sejak lama.
Aku pun pergi dengan perasaan campur aduk.
Aku benar-benar tidak tahu apa
yang aku rasakan saat ini. Entah marah, kecewa, atau bahkan mungkin lega, lega karena aku tidak lagi
harus terikat dengan sepasang suami istri yang punya kelainan itu.
****
Aku memang sudah mempersiapkan
kepergianku. Uang yang aku simpan rasanya sudah cukup untukku memulai kehidupanku
yang baru, hanya saja aku memang harus pergi sejauh-jauhnya dari kehidupan Juragan
Ngadiman. Aku harus memulai hidupku di
tempat yang baru dan jauh.
Aku pun menaiki sebuah bus antar provinsi untuk pergi dari
daerah tersebut
Aku ingin meninggalkan kehidupanku bersama sepasang
suami istri itu, meskipun aku belum benar-benar tahu ke mana sebenarnya tujuanku.
No comments:
Post a Comment