PAK BIRIN DAN POCONG GUDANG BERKAS
PART 1
Kesibukan di kantor itu tidak mengurangi konsentrasi saat dua
orang karyawan yang sedang menghadap kepala staf.
Keduanya tampak sedikit menunduk dan terkadang mengangguk-angguk
saat diberi pengarahan.
Sesekali keduanya memang terlihat membantah, namun saat kepala
staf menjelaskan keduanya kembali mengangguk-angguk.
Sudah satu jam lebih keduanya berada di ruang kepala staf.
“Sebagai karyawan, saya memang harus siap dipindah di bagian
mana pun, Pak. Yang menjadi masalah bagi saya, alasan yang digunakan untuk memindah
saya itu loh, Pak.”
“Bisa dilihat dari absensi, saya tidak pernah terlambat pekerjaan.
Saya juga selesai tepat waktu,” protes Pak Birin seorang di antara mereka. Sedangkan
yang satunya adalah Pak Arif teman sekantor sekaligus partner kerja.
Pak Birin yang protes itu menjelaskan kepada kepala staf
bahwa ia orang yang akan dipindah tugaskan itu merupakan karyawan yang baik.
Pak Birin juga
merupakan sosok yang rendah hati. Intinya, Pak Birin adalah orang baik dan
sangat profesional maka tidak salah saat manajer pusat mempromosikan Pak Birin
menjadi kepala bagian.
Pak Arif melanjutkan jika yang dilakukan bukan tentang bagus
tidaknya pekerjaan Pak Birin, tapi tentang suka atau tidak suka secara personal
dan orang yang tidak suka padanya pasti juga menginginkan jabatan yang sedang dipromosikan
untuknya.
Meskipun begitu, Pak Arif enggan menceritakan siapa orang
yang berusaha menyingkirkannya, namun satu hal yang pasti, ada orang yang memfitnah
Pak Birin sehingga Pak Birin bukannya naik jabatan, tapi justru turun.
Betapa pun Pak Birin maupun Pak Arif telah menjelaskan pada
kepala staf, tapi sang kepala staf meminta maaf yang sebesar-besarnya bahwa ini
semua adalah perintah langsung.
Pak Arif pun mengelus pundak Pak Birin, berharap Pak Birin
bersabar dan menjalani pekerjaan barunya dengan ikhlas.
****
Gudang barang itu
memiliki luas sekitar 300-an meter persegi tempat baru bagi Pak Birin bekerja.
Barang yang disimpan di sana utamanya adalah alat-alat tulis
kantor beserta dokumen-dokumen dari tahun ke tahun. Secara umum gudang itu memang
hanya berupa sebuah bangunan yang luas.
Namun, karena ada berpuluh-puluh bahkan ratusan rak untuk
menyimpan dokumen maka gudang itu justru terlihat seperti sebuah perpustakaan.
Gudang itu meski luas dan bila malam terasa sangat sepi atau
tidak ada satu pun karyawan yang pernah bekerja di sana mengeluhkan kalau
tempat itu berhantu.
Tentu masalah apakah gudang itu berhantu atau tidak bukan
sebagai alasan Pak Birin untuk tidak menerima tugas barunya. Itu hanya satu hal
yang masih mengganjal di hatinya. Ia merasa seperti sedang dibuang secara
perlahan.
****
Pak Birin berkeliling di tempat barunya.
Kali ini ia bertugas menginventaris berkas-berkas yang sudah
selesai tutup buku tahunan. Ia juga harus segera menghafal letak-letak ataupun
dokumen di sana. Hal itu karena bilamana ada petugas audit pajak yang datang
maka Pak Birin yang bertugas menyiapkan segalanya. Bukan pekerjaan yang sulit
sebenarnya, namun justru itulah letak kekecewaan Pak Birin. Ia yang terbiasa
mengatur dan memikirkan strategi pemasaran di kantornya kini hanya dipasrahi
pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh lulusan sekolah menengah.
Hari itu Pak Birin sudah akan pulang ketika telepon di
ruangannya berdering.
Kringggg ....
Dengan terpaksa ia mengangkat telepon, siapa tahu memang ada
hal yang penting.
Benar saja, dari seberang sana terdengar seorang mengatakan
kalau besok jam 07.00 pagi akan ada pemeriksaan dari petugas pajak.
Pak Birin diminta menyiapkan beberapa berkas mengenai
penjualan barang tertentu dari 2 tahun yang lalu. Artinya, Pak Hadi harus menunda
kepulangannya karena harus menyiapkan apa yang diminta.
Pak Birin kembali duduk di kursinya. Ia pun menghirup nafas
dalam-dalam dan mencoba bersandar.
Jam di tangan telah menunjukkan pukul setengah lima, ia harus
bergegas agar bisa segera pulang.
Pak Birin pun segera
menuju ke ruang belakang untuk memulai mengambil berkas-berkas yang diminta. Meskipun
di gudang itu telah diberi tanda tahun per tahun, tetap saja Pak Birin masih
kebingungan karena saking banyaknya berkas.
Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh.
Gelotak!
Seketika Pak Birin menoleh, dan benar saja, ia melihat sebuah
berkas yang jatuh dari tempatnya.
Pak Birin mengernyitkan dahi, ia bahkan belum memeriksa ke
lokasi tersebut, lalu bagaimana mungkin berkas yang tebal itu bisa jatuh dengan
sendirinya.
Secara tiba-tiba Pak Birin juga mendengar suara pintu
berderit dan menutup.
Krekkk.
Brakkk.
Pintu ruang berkas itu memang menutup, tapi pada waktu itu Pak Birin sedang bekerja sendirian. Pak Birin juga tidak melihat siapa pun di sana.
Pak Birin baru juga memeriksa pintu depan ketika dari ruang
berkas terdengar suara besi yang berderit seperti besi yang diseret-seret.
Srekkk!
Mau tidak mau Pak Birin merinding juga pada akhirnya.
Pak Birin pun kembali ke ruang berkas. Buru-buru ia
menyelesaikan pencarian berkas-berkas yang diminta.
****
Pagi itu Pak Birin berdebat dengan Admin Pusat.
Pekerjaan kemarin sore ternyata sia-sia, apalagi Pak Birin
sudah meluangkan waktu mencari berkas-berkas yang disuruh, namun jawaban dari Admin
Pusat, “Loh! Yang telepon Pak Birin itu siapa? Pusat sedang tidak ada kunjungan
dari kantor pajak. Kok Pak Birin mengapa repot-repot bawa berkas ke sini?”
Admin itu berkata tidak kalah mengotot, padahal sudah sangat
jelas kalau kemarin sore Pak Birin menerima telepon dari Admin Pusat yang
meminta berkas-berkas.
Pak Birin yang merasa dipermainkan lantas menanyakan pada
para karyawan di kantor pusat. Namun, semua jawaban mengatakan tidak tahu. Pak
Birin pun harus membawa kembali berkas-berkas itu.
No comments:
Post a Comment