PAK BIRIN DAN POCONG GUDANG BERKAS PART 2
PART 2
Kalau orang-orang pusat itu sedang mengerjainya jelas itu
bukan sebuah candaan yang baik, bercanda tidak seperti itu, tapi andaikan orang
pusat memang tidak ada yang menelepon kemarin sore lantas siapa yang meneleponnya?
Pak Birin teringat panggilan itu masuk sekitar pukul 16.30. Orang-orang
di kantor pusat tidak pernah pulang lewat dari pukul 04.30. Itu sudah menjadi kebiasaan
mereka. Jadi, siapa yang bisa dipercaya kalau begitu? Pak Birin menepiskan
pikiran buruk tempo hari.
Kringggg ....
“Halo, Pak Birin.”
Pak Birin kembali mendapat mandat untuk menyiapkan beberapa berkas
untuk pemeriksaan esok hari.
Namun, kali ini Pak Birin tidak sendirian, ia mengajak rekannya untuk ikut membantu menyiapkan berkas-berkas itu.
****
Pukul 19.00.
Pak Birin dan rekannya pun mulai lembur.
Pekerjaan dibagi dua. Pak Birin mencari berkas-berkas yang diminta
dari tahun kemarin, sedangkan rekannya mencari berkas 2 tahun silam.
Keduanya segera sibuk untuk mencocokkan berkas dengan daftar
yang diminta.
Dalam kesibukan itu sampai-sampai mereka tidak menyadari jika
ada sekelebat asap putih melayang-layang mengitari mereka.
Di saat fokus, Pak Birin tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang
meniup tengkuknya. Ia menoleh karena mengira rekannya yang melakukannya.
Akan tetapi, saat ditoleh tidak ada siapa pun di belakangnya.
Bahkan bukan hanya di tengkuk yang merasakan embusan angin, ia juga merasakan
ada yang menyentil kupingnya.
Bulu Kuduk Pak Birin tentu saja langsung meremang.
Untuk memastikan jika semua baik-baik saja Pak Birin menengok
kanan kiri. Ia pun merasa lega karena gangguan itu langsung hilang dan bisa
kembali bekerja dengan tenang.
****
Sudah hampir satu jam.
Mereka mencari berkas yang diminta.
Pak Birin kembali melihat daftar pencarian. Ternyata tinggal
satu berkas yang dibutuhkan.
Pak Birin ingat kalau tempo hari ia sempat mencari berkas itu.
Jadi, ia masih ingat di mana meletakkannya.
Pak Birin pun segera menuju ke tempat yang diingat. Di sana
ia melihat rekannya sedang sibuk memilah-milah berkas. Rekannya yang bernama
Hasto itu berdiri membelakanginya.
Pak Birin langsung menanyakan apakah berkas-berkas yang
dicari sudah ketemu, namun Hasto hanya diam saja. Pak Birin tidak begitu
menghiraukan dan segera mengambil berkas terakhir.
Akhirnya Pak Birin sudah mengemasi berkas-berkas itu tinggal
menunggu Hasto yang rupanya belum selesai.
Merasa penat, ia pun keluar gedung untuk sekadar menghirup
udara segar.
Ia nyalakan sebatang rokok lalu menghisap dalam-dalam.
****
Mungkin baru sekitar 4 atau 5 isapan, terdengar ponselnya
berbunyi. Ia segera mengambil ponsel yang diletakkan di sagu celana.
Ia memang melihat nama Hasto dalam panggilan itu, namun ia
tidak menyadari sesuatu telah terjadi.
Pak Birin justru agak bingung dengan apa yang dikatakan orang
yang meneleponnya itu saat meminta maaf karena tidak sempat pamit saat pulang
tadi. Hasto beralasan kalau masih melihat Pak Birin yang sibuk, sedangkan ia
merasa takut dengan suasana yang mulai seram.
“Maaf ini dengan siapa?” tanya Pak Birin masih bingung.
Jelas ia melihat rekannya masih berada di dalam gudang berkas
ketika orang itu menjelaskan kalau ia adalah Hasto.
Barulah Pak Birin terkesiap apalagi Hasto menambahkan kalau
ia terpaksa pulang karena melihat pocong di belakang Pak Birin.
Seketika itu pula bulu tengkuk Pak Birin kembali berdiri. Kali
ini benar-benar meremang hebat. Jelas ia ingat jika barusan melihat Hasto yang
sedang sibuk.
Seakan tidak percaya, Pak Birin pun menelepon balik dan saat
Hasto menjawab barulah Pak Birin dipercaya kalau Hasto benar-benar sudah pulang.
Lalu Siapa yang baru saja ia lihat?
Dengan lutut gemetaran Pak Birin kembali masuk ke ruang
berkas.
Hening, tidak terlihat siapa pun di ruang itu.
Ia terkaget bukan kepalang saat lampu mendadak berkedip-kedip.
Kadang mati lalu menyala dengan sendiri.
Tretet!
Klap!
Mati nyala mati nyala begitu hingga beberapa kali.
Tretet!
Klap!
Tiba-tiba saja ketika lampu beralih dari nyala ke mati.
Lep!
Dalam sepersukuan detik Pak Birin melihat sosok pocong itu
telah berdiri di depannya.
Tretet!
Klap!
Saat lampu terang pocong itu memang tidak terlihat, namun
saat peralihan dari terang ke gelap pocong itu jelas-jelas terlihat berdiri di
hadapannya.
Lampu di ruang berkas tiba-tiba mati, benar-benar mati.
Lep!
Keadaan pun menjadi gelap gulita. Tidak mungkin bagi Pak
Birin untuk berlari keluar, salah-salah ia justru menabrak barisan rak yang
berjejer di sana, apalagi Pak Birin merasakan lututnya gemetaran dengan hebat.
Yang bisa ia lakukan hanya mengambil ponsel alu dengan segera menyalakan lampu
senternya.
Pak Birin terpekik hebat saat lampu senter ia arahkan ke
depan.
Hanya dalam jarak tidak sampai satu setengah meter, di depannya
telah berdiri sosok pocong dengan muka hancur dan mata melotot menyeramkan.
Pocong itu memang hanya diam, tapi dari sorot lampu senter
yang remang terlihat bahwa pocong itu sedang menatap Pak Birin dengan penuh
kebencian dan sangat mengerikan.
Keadaan semakin gelap gulita karena Pak Birin pingsan.
Bruk!
****
Pocong itu tidak saja mengganggu saat Pak Birin bekerja,
bahkan pocong itu juga mengganggu Pak Birin maupun keluarganya saat berada di
rumah.
Keluarga Pak Birin pun merasa sangat ketakutan setiap kali
pocong itu menampakkan diri hingga akhirnya Pak Birin meminta bantuan seorang
kiai untuk menangani sosok menyeramkan itu.
Doa bersama pun terlantun. Ayat-ayat suci Alquran dilafalkan
dengan merdu berharap pada Sang Khalik untuk meminta perlindungannya dan dalam
akhir doa bersama itu Pak Kiai berhasil menjalin interaksi dengan sosok yang
telah mengganggu Pak Birin dan keluarganya.
“Seperti yang telah Pak Birin curigakan kalau pocong itu
memang kiriman dari seorang yang iri.”
Sungguh tidak habis pikir.
Hanya demi sebuah jabatan, seorang teman kerja tega mengirim demit untuk
mengganggunya.
“Mungkin memang sebuta itulah sebuah jabatan, Pak”
Pak Birin hanya bisa pasrah dan berserah pada Sang Pencipta
dan berharap gangguan itu tidak lagi menghantui keluarganya.
No comments:
Post a Comment