PART 1 MERTUAKU KEKASIH GELAPKU-MENCARI BAPAK
PART 1MENCARI BAPAK
Namanya Drajat, usianya 38 tahun. Ia baru saja menikah dengan
Sekar 27 tahun, wanita cantik yang bisa membuatnya berubah.
Kenapa Sekar bisa membuatnya berubah? Itu karena sebelum mengenalnya, Drajat adalah seorang pecinta
sesama jenis.
Drajat memutuskan menikah dengan
wanita karena berhubungan dengan laki-laki selalu menyakitkan hati. Entahlah, mungkin saja ia tidak menemukan orang yang
tepat dan selalu membuatnya kecewa.
Laki-laki yang pernah bersamanya hanya ingin main-main saja, tidak mau komitmen.
Untuk apa ia buang-buang waktu. Kalau mereka bisa, kenapa Drajat nggak? Jika bersama wanita ataupun
lelaki sama-sama tidak menjamin kebahagiaan, maka lebih baik Drajat memilih wanita. Toh secara materi ia mampu. Buat apa ia bersembunyi di balik topeng
homo. Lebih baik jalani hidup yang pasti daripada
bersama lelaki makan hati!
Awalnya Drajat sempat ragu apakah ia bisa menahan hasratnya ketika sudah memiliki istri? Ternyata 2 tahun berjalan
pernikahan, ia bisa melewatinya.
Setiap rumah tangga pastinya
akan selalu ada masalah. Namun, Drajat bersyukur. Ia selalu bisa menanganinya
dengan baik dan selalu bisa menahan hasratnya setiap ada lelaki tampan
yang berusaha mendekatinya. Itu karena rasa sayangnya pada istri dan anak yang
menjadi penyemangat hari-harinya.
Hingga akhirnya hasrat itu
muncul kembali di kamar.
“Sayang ada apa? Kenapa kamu murung? Katakan apa yang kamu inginkan?”
katanya kepada Sekar istrinya.
“Semenjak kita menikah dan
memiliki anak, kita tidak pernah mengunjungi bapak. Sekar rindu sama bapak, tapi Sekar tidak tahu di mana keberadaan bapak saat ini,”
jawab Sekar.
“Iya, Sayang. Mas mengerti.”
“Mas, semenjak bapak dan ibu bercerai, ibu menikah lagi. Ibu tidak membolehkan aku
untuk bertemu bapak.”
“Kata tetangga, di rumah dulu bapak sering mencariku, tapi ibu selalu menyembunyikanku
di rumah Pakde Darmaji agar bapak tak bisa menemuiku, dan ketika aku sudah besar, aku selalu bertanya-tanya pada ibuku, mengapa mereka berpisah?”
Sekar mulai bercerita tentang masa lalu perceraian orang tuanya dulu.
“Saat aku
tanya apakah bapak selingkuh? Ibu jawab tidak.”
“Apakah bapak tidak mencukupi
kebutuhan kita? Ibu jawab tidak.”
“Apakah bapak pernah berbuat kasar
pada ibu?”
“Tidak. Bapakmu sangat lembut.
Jawab ibu waktu itu, Mas.”
“Lalu aku bertanya. Lantas apa salah bapak
sampai Ibu memutuskan untuk berpisah?”
“Ibu hanya jawab, bapakmu tidak mencintai ibu.”
“Sampai sekarang aku bingung,
Mas. Kalau bapak tidak cinta, kenapa bapak menikahi ibu sampai ada aku, kalau bapak tidak cinta, kenapa bapak tidak selingkuh dan menikah
lagi, kalau bapak tidak cinta mengapa bapak masih mencukupi
kebutuhan ibu saat masih bersama, dan tidak kurang satu apa pun. Lalu di mana letak kesalahan bapak,
Mas?” Sekar menghentikan ceritanya.
“Sayang, sudah. Sekarang kamu tidak perlu
memikirkan masalah mereka berdua. Itu sudah masa lalu. Yang terpenting sekarang
adalah bagaimana kita mencari keberadaan bapakmu agar kamu dapat menemuinya,”
kata Drajat.
“Mas mau ‘kan bantu aku cari bapakku?”
“Tentu saja,
Sayang. Mas bisa
kerja di rumah, di mana pun sudah, ada karyawan mas yang mengurus perusahaan. Jadi, mas akan temani kamu cari bapakmu. Itung-itung kita liburan.”
“Beneran ya, Mas.”
“Iya, Sayang. Menurutmu di mana kita mencari
bapak? Ke kampung nenek? Apa kamu pernah ke sana dulu
waktu kecil?”
“Aku lupa-lupa ingat,
Mas, tapi aku
tahu nama daerahnya. Kalau tidak salah dekat sawah dan dekat dengan balai desa. Nanti aku tanya lagi
tetanggaku, tetanggaku yang di rumah dulu.”
“Ya, sudah. Besok kita cari tahu dan besok
juga kita berangkat. Sekarang sudah malam, kita istirahat, ya, tapi sebelum tidur, mumpung anak kita lagi bobo kesempatan waktunya
kikuk-kikuk.”
“Ih, genit!” ledek Sekar.
“Biarin! Sama istri sendiri. Daripada sama istri orang,”
kata Drajat.
Semua terjadi
layaknya yang sudah-sudah. Drajat benar-benar menjadi suami bagi istrinya.
****
Keesokan
paginya.
Drajat siap-siap menemani
sang istri
mencari bapaknya.
“Sudah siap, Sayang?”
“Sudah, Mas. Aku juga sudah bawa baju ganti
untuk kalian sewaktu-waktu menginap jika bapak benar-benar ada di sana.”
“Ya, sudah. Ayo, kita berangkat!”
Mereka pun kini berangkat.
Sebelum menuju lokasi ke
kampung neneknya, mereka mampir terlebih dahulu ke kompleks bekas rumah
Sekar terlebih
dahulu untuk mencari informasi dari tetangga yang masih kerabat jauh dari
bapaknya Sekar, dan setelah mendapat informasi beserta alamat keduanya pun menuju kampung neneknya
Sekar.
“Bagaimana, Sayang?”
“Mereka nggak tahu kontak bapak, tapi terakhir ketemu satu tahun yang lalu. Katanya bapak sudah pulang dari merantau dan sekarang diam di
rumah nenek. Mengurus sawah dan ladang, Mas.”
“Ya, sudah. Mudah-mudahan kita bertemu
dengan bapakmu.”
“Iya, Mas. Aku kangen sama bapak. Meskipun bapak sambungku sangat baik
padaku dan tidak pernah membeda-bedakanku dengan saudara tiriku, tapi bagaimanapun dan
seperti apa pun aku tetap merindukan bapak kandungku, dan ibu juga sudah tidak
melarangku lagi untuk bertemu bapak.”
“Iya, Sayang. Aku mengerti.”
****
Di suatu desa yang sejuk
dengan hamparan sawah dan gunung.
Sore ini seorang pria senja
tengah berjalan di pematang sawah, hanya dengan telanjang dada dan
hanya memakai celana panjang saja. Pak Kus namanya.
“Monggo, monggo, monggo,” ucap Pak Kus ketika ada ibu-ibu yang
sedang berjalan dari sawah dan menyapanya.
Tak lama
kemudian keduanya membicarakan Pak Kus.
“Jeng, aku heran. Kok tambah tua Pak Kus tambah jos tenan, ya! Badannya itu loh! Kok bisa berotot, gagah. Nggak kayak suami-suami kita, buncit semua.”
“Iya, ya, Jeng. Rasa-rasanya dari dulu nggak
pernah berubah. Awet muda.”
“Eh, eh, tapi kenapa ya, ganteng, kaya, kok cerai sama istrinya?”
“Iya, ya. Anaknya ke mana, ya? Kok nggak pernah menjenguk. Tak lihat-lihat tiap hari Pak
Kus sendiri saja nongkrong di sawah.”
“Iya. Kasihan, ya. Atau jangan-jangan Pak
Kus mau deketin
si janda kaya yang baru ditinggal mati Pak Haji mungkin?”
“Mereka ‘kan dulu kenal, ya?”
“Iya. Kalau jodoh, ya cocok-cocok saja lah. Janda itu juga awet muda.”
“Iya.” Keduanya
mengakhiri obrolan sembari terus berjalan.
****
Pak Kus sendiri sedang duduk-duduk di pematang
sawah.
Dia menghadap ke arah matahari
sore hingga pandangannya tiba-tiba tertuju pada sebuah mobil yang
berjalan menuju rumahnya.
“Sepertinya ada tamu. Siapa yang datang?” Pak Kus yang penasaran
berjalan menuju ke rumahnya.
Di mobil sendiri Sekar
seketika terperanjak ketika melihat Pak Kus yang berjalan dari pematang sawah
menuju pekarangan rumahnya.
“Bapak! Bapak!” teriaknya.
“Kamu yakin itu bapak, Sayang?”
“Iya, Mas. Aku
yakin kalau itu bapak.”
Drajat heran dan terperangan melihat mertuanya yang
masih gagah, dan yang paling membuat Drajat heran meski saat ini mertuanya
sedang berjalan dari pematang sawah, namun dari dalam mobil Drajat dapat
terlihat jelas pahatan otot mertuanya itu sungguh gagah.
Jujur selama ini Drajat belum pernah tahu sosok bapak istrinya itu, karena memang Sekar tak pernah menyimpan foto keluarganya semenjak ibu dan bapaknya berpisah.
PART 2
PART 3
PART 4
No comments:
Post a Comment