PART 4 MERTUAKU KEKASIH GELAPKU-KERINDUAN
PART 4KERINDUAN PAK KUS
“Bapak sudah sempat mencarinya
ke rumahnya. Namun, ternyata dia sudah tak tinggal di
sana dan tak tahu entah ke mana. Yang jelas dia menghilang
begitu saja dari bapak, bahkan sampai saat ini bapak masih menunggunya,
Le.”
“Oh, begitu rupanya,” ucap Drajat yang seketika
membuat Pak Kus lagi-lagi menetapnya.
Ketika Drajat menatapnya balik, kali ini Pak Kus tak
memalingkan wajahnya dan terus menatap wajahnya yang membuat Drajat sedikit
gugup.
“Le.”
“Ya, Pak.”
“Wajahmu sangat mirip sekali
dengannya atau jangan-jangan ….”
“Maksud Bapak?” Drajat
merasa heran kini.
“Apakah kamu anak Warsito?”
“Ha! Kok Bapak mengenal bapak saya?” Makin
heran Drajat dibuatnya.
“Dia sahabat bapak, Le.”
“Bapak saya sudah meninggal,
Pak!” balas Drajat.
Gelas di tangan Pak Kus pun
jatuh.
Pluk!
Pak Kus duduk terjatuh lemas di pematang sawah yang
membuat Drajat panik.
“Pak! Bapak nggak apa-apa!”
Drajat merangkul dan mencoba menenangkan mertuanya itu.
“Bapak tak menyangka ternyata
dia sudah berpulang lebih dulu, meninggalkan bapak,
Le. Hu hu hu.”
“Iya, Pak. Bapak
saya mengidap
kanker kelenjar getah bening setelah berpisah dari ibu,” terang Drajat.
“Jadi itu, Warsito tak menemuiku?”
Drajat
menganguk lemah. Dilihat mertuanya seketika bersedih.
“Warsito, kenapa kamu gak jujur selama
ini jika kamu sakit, kenapa kamu berpura-pura selalu sehat di depanku, dan kenapa kamu tak
mengizinkanku merawatmu di saat-saat terakhirmu, padahal kamu sudah berjanji
akan hidup bersamaku. Hu hu hu,” ucap Pak Kus lirih.
“Aku selalu menunggu kedatanganmu, tapi kenyataannya? Kamu pergi,
Warsito. Hu hu hu.”
“Sabar, Pak. Tak hanya Bapak yang sebagai sahabat
kehilangan bapak saya, tapi Drajat sebagai anak juga sama kehilangan sosok bapak,” ucap Drajat mengelus-ngelus
punggung Pak Kus dan posisi keduanya kini sangat dekat yang seketika membuat
Pak Kus menghentikan tangisnya lalu menatap wajah menantunya itu.
Keduanya saling bertatapan. Wajah Pak Kus semakin tampan
jika dilihat dari dekat meski air matanya bercucuran.
Kini Drajat mengerti kenapa
orang tua Sekar dan orang tuanya berpisah. Ternyata ada rahasia besar
yang kini telah terpecahkan.
Drajat tersenyum menenangkan Pak Kus. Namun, Pak Kus masih bersedih
mengusap air
matanya yang mengalir.
Drajat yang tak tega
dan hendak
mengusap air matanya, namun ketika hendak mengusap Pak Kus menahan tangan Drajat.
Drajat terkejut saat Pak Kus mencium bibirnya secara
tiba-tiba.
Drajat terdiam menikmati ciuman
mertuanya yang luar biasa itu, rasanya sedap betul.
Drajat tak bisa menolak! Yang ada pertahanan Drajat
jebol dan berusaha membalas ciuman Pak Kus. Namun, ketika Drajat mulai membuka
bibirnya dan hendak melumat bibir mertuanya itu, tiba-tiba Pak
Kus melepas
ciumannya yang membuat Drajat heran.
“Bapak terlalu rindu pada bapakmu. Bapak khilaf. Lupakan kejadian tadi. Istirahatlah. Bapak juga mau istirahat,” ucap Pak Kus masuk ke rumah
meninggalkan Drajat yang masih terduduk di pematang sawah sambil memegangi
bibirnya.
****
Pagi hari kemudian.
Pagi ini Sekar memasak sarapan
untuk bapak dan suaminya. Setelah siap, kebetulan bapaknya sudah bangun dan baru saja
salat.
“Pak, sarapan.”
“Wah! Pagi-pagi sudah tercium aroma
dari pawon. Terima kasih ya, Nduk.”
“Ini wedang jahenya, Pak.”
“Iya, Nduk.”
Pak Kus pun menyeruput wedang jahenya, sedangkan Sekar membangunkan
Drajat.
“Mas, bangun! Salat subuh! Habis itu kita sarapan dan
harus kembali ke kota.”
“Rasanya mas gak ingin kembali ke kota, Sayang. Mas betah di sini,”
jawab Drajat masih terpejam.
“Mas? Aku juga betah dan nggak tega
ninggalin bapak sendiri, tapi Sekar ‘kan nggak bisa lama-lama
ninggalin karyawan di butik. Minggu depan kita ke sini lagi, ya. Atau bapak kita jemput dan kita
bawa ke kota?”
“Apa Bapak sudah bangun?”
“Sudah dari tadi. Ayo, buruan!”
balas Sekar.
****
Setelah berganti pakaian Anggun pun menuju ke meja makan dan
entah mengapa ia jadi canggung sekarang, saat Drajat dan mertuanya
saling bertatapan.
”Pak,” sapa Drajat dan Pak Kus
tersenyum seperti biasa, seperti tak terjadi apa-apa di antara keduanya.
“Duduk. Ayo, sarapan!” ajak Pak Kus.
Ketiganya pun sarapan bersama.
Ketika ketiganya sarapan, Drajat merasa mertuanya itu tak lagi
menatapnya seperti biasanya, pandangannya cenderung merunduk, tatapannya hanya tertuju
pada piring nasi, sesekali hanya pada Sekar dan cucunya saja.
****
Tiba waktunya Sekar dan Drajat
berpamitan.
“Pak, Sekar pamit dulu, ya. Minggu depan kita ke sini
lagi,” ucap Sekar memeluk bapaknya.
“Iya, Nduk. Jangan lama-lama. Bapak akan kangen kalian, terutama cucu bapak.
“Iya, Pak.”
“Pak, Drajat pamit, ya,” ucap Drajat memeluk Pak Kus
dan Pak Kus juga memeluknya.
Drajat deg-degan saat Pak Kus
mengelus punggungnya dan pelukannya begitu kencang, namun hanya sebentar lalu
melepaskannya.
“Hati-hati,” ucap Pak Kus lalu Drajat tiba-tiba membisikan
sesuatu di telinga mertuanya.
“Drajat akan segera kembali,” bisik Drajat dengan sedikit
mengecup pipi mertuanya. Beruntung Sekar di dalam mobil
dan tak melihatnya dan Drajat pun menyusul masuk mobil meninggalkan Pak Kus
yang terdiam dan mematung.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam,”
jawab Pak Kus.
Drajat pun mengkelakson mobilnya.
Dari spion mobil Drajat dapat
melihat jika mertuanya masih berdiri melambaikan tangan hingga
mobil pun menjauh dan keduanya kembali ke kota.
****
Satu Minggu kemudian.
Drajat pulang lebih awal dan sudah sampai rumah lebih
dulu.
Drajat pun duduk di sofa sembari melepas dasinya.
Seminggu setelah kejadian di
rumah mertuanya waktu itu, Drajat selalu berusaha menelpon Pak
Kus. Namun, Pak Kus tak pernah menjawab
teleponnya.
Kadang Pak
Kus mengechatnya, meminta maaf karena jarang
membawa HP ketika di sawah dan setiap Drajat mengechat dan menyinggung masalah
pribadi, mertuanya itu tak pernah menjawab, selalu mengalihkan
pembicaraan menanyakan pekerjaan, menanyakan cucu, dan lainnya. Jujur Drajat masih penasaran
pada mertuanya itu, juga rindu dengan kecupan bibir khilaf mertuanya yang sempat
Drajat rasakan di pematang sawah.
Drajat baru ingat ini sudah Weekend. “Bukankah bapak berjanji akan datang
sendiri menengok cucunya?”
Drajat mencoba menghubungi Pak Kus, namun mertuanya itu tak juga
menjawab panggilan teleponnya.
Drajat pun lanjut menelepon Sekar, namun Sekar juga sama, tak mengangkatnya.
Drajat pun pergi ke kamar mandi.
****
Sementara itu di desa.
Malam ini Pak Kus di
pawon sedang
membakar singkong untuk nantinya disantap bersama kopi di gubuk pinggir sawah.
Malam ini Pak Kus senang
karena tadi Sekar menelponnya dan rencananya besok pagi Pak Kus akan ke kota
dijemput oleh sopir pribadi Sekar.
Pak Kus sudah tak sabar bertemu putri dan cucunya meski ada
sedikit rasa malu pada menantunya akibat kekhilafannya malam itu.
Jujur Pak Kus malu, tapi aneh, malu tapi rindu.
BERSAMBUNG KE PART 5
No comments:
Post a Comment