PART 5 MERTUAKU KEKASIH GELAPKU-HOMBRENG
PART 5DIHAJAR PAK KUS
Sejak kepergian Drajat ke kota, Pak Kus jadi kepikiran terus
wajahnya. Drajat sangat mirip Warsito, padahal Drajat anak laki-laki.
Pak Kus juga heran mengapa menantunya itu diam saja
saat Pak Kus mencium bibirnya dan terlihat menikmati atau jangan-jangan
menantunya itu?
Entahlah, yang jelas Pak Kus harus
bisa menahan hasratnya meski jujur rasa bibir Drajat manis semanis bibir
Warsito bapaknya, bahkan ketika Pak Kus
memeluknya, rasanya seperti memeluk Warsito kekasih hatinya yang telah
pergi mendahuluinya.
Lagi-lagi Pak Kus meneteskan
air mata mengingat-ingat saat kenangan bersama Warsito. Rasa-rasanya Drajat adalah titisan Warsito. Rupanya, tubuhnya, gerak-geriknya, sama persis saat Warsito muda
dulu. Sungguh Pak Kus merindukan Warsito. Hanya doa yang bisa ia berikan
kini.
Pak Kus pun membolak-balikkan singkong. Ketika ia sedang
membolak-balikkan singkong, suara langkah kaki terdengar
mendekat di telinganya.
“Pak!” Drajat berteriak.
Pak Kus yang seketika terkejut dengan kedatangan
menantunya.
Pak Kus pun berjalan perlahan menghampiri Drajat.
“Wah! Lagi bakar singkong nih.”
“Mana Sekar dan cucu bapak,
Le?”
“Saya sendiri,
Pak. Sekar dan adik di rumah neneknya. Jadi, saya yang jemput bapak ke
kota.”
“Bukannya Sekar menyuruh supir untuk jemput bapak besok
pagi, Le?”
“Saya sudah minta izin Sekar
untuk jemput bapak langsung,” ucap Drajat sembari tersenyum.
Senyum Drajat membuat Pak Kus bergejolak, apalagi saat ini mereka hanya berdua saja di rumah.
“Tidak, tidak!” Pak Kus mencoba menahan
gejolak birahinya.
Keduanya pun masih saling
berpandangan.
Entah mengapa keduanya sama-sama mematung, keduanya bingung mau ngomong
apa.
“Le, kamu tunggu di depan saja. Nanti bapak buatkan kopi. Bapak masih bakar singkong, bapak lagi pengen singkong
soalnya,” ucap Pak Kus.
“Apa Bapak nggak pingin singkong saya?”
Drajat justru menarik tangan Pak Kus
dan mencium bibir mertuanya yang malam itu sempat ia rasakan, malam ini Drajat dapat merasakannya lagi.
Drajat mencium mertuanya dengan
penuh gairah dan sedikit memaksa.
“Jangan,
Le!”
Namun, Drajat
justru mendorong
mertuanya itu sampai ke dinding pawon.
Drajat yang kepalang menahan
hasratnya sejak dari di kota tadi kini benar-benar ingin melampiaskan gejolak
birahinya yang
sudah lama ia pendam sejak menikah dengan istrinya, kini bobol juga
pertahanannya gara-gara mertuanya yang sangat menggairahkan itu.
“Drajat rindu, Pak. Semenjak kejadian Bapak
mencium Drajat malam itu, Drajat kepikiran Bapak.”
“Drajat sayang sama
Bapak sebagaimana
mendiang bapaknya Drajat menyayangi Bapak. Drajat janji akan menggantikan mendiang
bapak menemani Bapak, agar Bapak nggak kesepian.”
“Mulai malam ini Drajat akan
menggantikan posisi mendiang bapak.”
Pak Kus tak
bisa berkata apa pun. Dia diam dan hanya mendengarkan ketulusan hati anak dari
mendiang kekasihnya.
Drajat membuka kancing kemeja lurik dan memainkan lidahnya di
seluruh permukaan tubuh Pak Kus, mulai dari leher, puting, perut, dan kini mulai turun membuka
celana Pak Kus.
Pak Kus pun tak bisa menolaknya.
Jimat keramat yang sudah lama nganggur itu
sepenuhnya ada di tangan Drajat.
“Oh, Le,”
rintih Pak Kus saat Drajat makin berani memainkan jimat tua itu.
Drajat benar-benar tak menyangka akhirnya bisa menikmati tubuh
mertuanya malam ini.
“SSst. Oh,
Le.”
Setelah puas menghisap jimat
keramat milik
Pak Kus, kini justru tubuh Drajat yang menjadi
sasaran birahi Pak Kus.
Pak Kus pun membatin, “Warsito, mengapa kau datang dengan cara
seperti ini. Apa yang aku rasakan pada anakmu sama seperti yang aku rasakan
kepadamu. Maafkan aku, Warsito. Aku tidak dapat menolak
putramu.”
Pak Kus lalu
melucuti pakaian menantunya.
Perlahan Pak
Kus melakukan aksi untuk meminkan jimat keramatnya.
Bles!
“Oh, Pak.
Sakittt,” rintih Drajat dalam rengkuh peluk Pak Kus yang terus memegangi
pinggangnya.
“Oh, Le.”
Perlahan Pak
Kus terus menghajar Drajat yang menumpu kedua tangan pada dinding pawon.
Suasana
benar-benar panas! Sepanas gejolak nafsu Pak Kus yang sudah lama ia pendam.
“Ough, Le!”
pekik Pak Kus dengan terus menggerakkan bokong.
****
Setelah selesai.
“Punya Bapak
ternyata besar sekali. Pantas saja bapakku dulu tergila-gila sama Bapak. Drajat yakin andai bapak masih hidup, bapak nggak akan pernah melewatkan
setiap malam bersama Bapak,” kata Drajat tersandar lemas
setelah ‘dihajar’ oleh Pak Kus.
“Le, kamu benar-benar mengobati
rasa rindu bapak pada bapakmu.”
“Drajat siap menggantikan bapak, menemani Bapak,”
balas Drajat.
Kini giliran Pak Kus yang
mencium Drajat.
“Terima kasih
ya, Le. Jiwa bapak kembali bugar setelah menahan rindu pada bapakmu.”
“Pak?”
“Apa, Le?”
“Bolehkah
saya juga ….”
“Kamu mau
merasakannya?”
Drajat
mengangguk.
“Kini
gilaranmu. Ayo, ke kamar bapak!”
****
“Bapak capek? Kita cari makan di warung saja.”
“Bapak lagi malas keluar, lagi pula di luar gerimis, sebentar lagi hujan deras,
Le,” tolak Pak Kus.
“Ada mobil, Pak.”
“Kasihan mobilmu,
Le. Mobil
bagus-bagus
nanti kotor kena lumpur. Sudah di rumah saja.”
“Ya, sudah. Saya ke kamar mandi dulu ya, Pak.”
Drajat pun pergi ke kamar mandi.
Ketika di dalam kamar mandi Drajat
membatin dalam hatinya. Ada rasa senang dan sedih yang kini
berkecamuk dalam hatinya antara senang bisa menikmati tubuh mertuanya, namun juga rasa bersalah
pada istrinya.
Jujur meskipun Drajat menyukai
laki-laki, namun Drajat juga mencintai istrinya. Kini hatinya bercabang. Drajat juga tak mengerti kenapa itu
bisa terjadi.
Drajat pun menyelesaikan mandinya dan kembali
menghampiri mertuanya. Namun, ternyata mertuanya sudah
berpakaian rapi duduk di meja makan dengan sajian makanan yang sudah tersaji seolah
menyambutnya untuk makan malam romantis. Meski sederhana ala kampung, tapi cukup romantis.
“Duduk.”
“Terima
kasih, Pak.”
“Cuma seadanya. Tidak mewah, hanya ada tempe telur dan
kebetulan bapak masak oseng keong sawah tadi siang.”
“Keong sawah,
Pak?”
“Iya, Le, dan itu kesukaan bapakmu. Sewaktu masih hidup, setiap kami main di sawah,
bapakmu selalu berburu keong dan menyuruh bapak memasaknya karena bapakmu suka masakan bapak.”
“Wah! Ini sih mewah enak banget,
Pak. Nggak
nyangka bapak bisa masak dan rasanya mirip Sekar ketika masak oseng-oseng
kerang, Pak.”
“Namanya juga anaknya. Kamu tahu? Bapakmu sangat senang sekali.”
“Apa pun masakan Bapak, kalau menurut Drajat pasti bapak suka,” ucap Drajat tersenyum
menggoda.
Pak Kus membalas senyumnya.
Keduanya pun makan malam
bersama dengan nikmat. Di sela-sela keduanya makan Sekar
video
call dan ketiganya mengobrol bersama.
Setelah selesai makan malam
bersama keduanya duduk-duduk di kursi depan, santai makan singkong goreng
dan kopi sembari menikmati hujan di malam hari yang syahdu.
“Le?”
“Ya, Pak.”
“Jangan sampai Sekar tahu
antara kamu dan bapak ….”
“Saya mengerti, Pak.”
“Bapak sudah kehilangan
keluarga. Istri bapak, bapakmu, dan bapak nggak mau
kehilangan lagi putri bapak satu-satunya, Le.”
“Saya mengerti,
Pak.”
“Apa kamu selama ini juga
sering bermain di belakang Sekar. Baik dengan wanita atau pun pria?”
BERSAMBUNG KE PART 6
No comments:
Post a Comment