PART 2 MERTUAKU KEKASIH GELAPKU-MERTUA
PART 2MERTUA
Karena rasa trauma ibunya yang sakit
dan kecewa, sehingga Sekar menghapus semua kenangan keduanya, termasuk foto-foto bapaknya. Beruntung Sekar masih mengingat betul wajah
bapaknya.
Tak heran jika Sekar yang sekarang menjadi
istrinya sangat cantik paras teduhnya membuat Drajat yang tadinya belok
berhasil membuatnya lurus kembali. Ternyata wajah cantik
Sekar menurun
dari sang bapak.
Jujur, andai saja bapaknya masih
muda dan seusianya, dan jika saja bukan mertuanya sendiri, pastinya Drajat lebih memilih bapaknya!
Drajat dan Sekar kini turun dari mobil dan berjalan
menghampiri bapaknya.
“Maaf. Kalian mencari siapa?” Ketika Sekar langsung
memeluk bapaknya yang membuat Pak Kus terlihat
masih bingung dan Drajat yang sembari menggendong putra kecilnya itu tersenyum.
Sekar lalu meraih tangan Pak Kus
dan menciumnya.
“Pak, ini Sekar, Pak,” kata Sekar.
“Sekar? Sekar ….” ucap Pak
Kus mencoba mengingat-ingat.
“Iya, Pak. Saya anaknya Bapak. Ini Sekar, Pak.”
“15 tahun, Nduk. 15 tahun bapak tak memelukmu, Nduk. 15 tahun bapak tak melihat putri kecil bapak dan sekarang Tuhan
mendengar doa bapak yang selama ini bapak pinta. Bapak rindu kamu, Nduk.”
“Ini, ini cucu bapak?” tanya Pak
Kus saat perhatiannya tertuju pada anak Sekar yang ada di gendongan Drajat.
“Iya, Pak,” jawab
Sekar.
“Ini suamimu?”
“Iya, Pak!” balas
Sekar penuh semangat.
Drajat seketika terkejut ketika
mertuanya yang ganteng itu memeluknya sembari sesegukan.
“Terima kasih, Le, terima kasih. Terima kasih telah menjadi penggantiku, menjaga, dan melindunginya. Terima kasih atas keringanan hatimu karena telah mengizinkan seorang anak bertemu dengan orang tuanya yang telah lama berpisah. Kamu sungguh suami berhati besar menerima kelebihan dan kekurangan anakku yang bukan dari keluarga utuh,” kata Pak Kus kepada Drajat.
“Sama-sama, Pak. Saya juga dari keluarga tak
utuh dan saya juga seorang ayah. Saya bisa merasakan apa yang Sekar rasakan. Sekar sangat merindukan Bapak.”
“Iya, Le, iya,” ucap Pak Kus yang masih
seseguhkan sembari memeluk menantunya itu.
Anehnya Drajat
tak hanya terharu
tapi juga terangsang ketika bapak mertuanya itu memeluk tubuhnya
dengan kencang.
Tubuh Pak Kus masih padat dan
kokoh. Ototnya juga masih keras dan itu dapat Drajat
rasakan ketika
sedang mengelus punggungnya.
“Ayo, ayo, masuk! Nanti saja ngobrolnya,”pinta
Pak Kus.
****
Hari mulai gelap.
“Pasti kalian lelah,”
kata Pak Kus mengawali obrolan.
“Bapak, tinggal sendiri?”
“Iya, tapi setiap pagi ada Mukidi yang kerja di sawah dan
kadang memasak untuk bapak, Nduk,” jawab Pak Kus.
“Bapak sampai lupa. Kalian pasti lapar. Biar bapak masak
untuk kalian.”
“Bapak, jangan, Bapak! Jangan repot-repot. Sekar dan Mas
Drajat bukan tamu. Sekar anak Bapak. Bapak tidak perlu seperti ini. Biar besok Sekar yang masak untuk Bapak, tapi malam ini, Sekar ingin mengajak Bapak makan
malam di luar saja sembari keliling kampung, melihat suasana kampung
malam hari. Sekar rindu masa-masa kecil, juga rindu warung yang sering Bapak ajak Sekar dulu. Apa warungnya masih, Pak?”
“Masih, Nduk.
Sekarang yang
mengurus juga anaknya, seusia kamu.”
“Bapak masih tidak nyangka ketemu anak bapak. Rasanya terharu,
Nduk.”
Sekar lagi-lagi mendekati bapaknya dan merangkulnya. Keduanya pun saling merangkul
dan Drajat sedari tadi ikut senang memperhatikan keduanya.
“Bagaimana kabar ibumu,
ha?”
“Baik, Pak. Ibu sehat. Sekar sudah izin mau ketemu Bapak, dan ibu mengizinkan.”
“Syukurlah ibumu sudah legowo
menerima kesalahan bapak. Maafkan bapak ya, Nduk. Bapak tidak bisa menjaga ibumu. Bapak minta maaf. Semua salah bapak. Ibumu pantas mendapatkan yang
lebih baik dari bapak.”
“Bapak, sudah. Sekar tidak mempermasalahkan masa
lalu. Yang terpenting sekarang adalah Sekar bisa berkumpul lagi dengan
Bapak. Melihat Bapak sehat, Sekar sudah lega,”
ucap Sekar.
“Kenapa Bapak tidak menikah
lagi, Pak? Biar Bapak nggak kesepian?” tanya Sekar.
Seketika membuat Pak Kus
menatapnya.
“Rasa bersalah bapak pada ibumu membuat bapak berjanji pada diri bapak jika ibumu adalah
satu-satunya perempuan terakhir untuk bapak, Nduk.”
“Tapi apa Bapak nggak kesepian?”
“Sama sekali tidak, apalagi bapak sudah tua,
Nduk.”
“Kata siapa? Bapak awet muda, kok. Iya ‘kan, Mas?”
“Oh, iya. Masih tampan dan gagah,” ucap Drajat yang seketika
membuat Pak Kus menatapnya.
“Mungkin Bapak keseringan olah raga, olah raga macul di sawah.
Ha ha ha,” ucap Drajat bercanda untuk membuang rasa sedih mertuanya.
“Bisa saja kamu, Le. Oh, iya, Le.
Wajahmu
mengingatkan bapak pada seseorang. Kalian sangat mirip,” ucap Pak
Kus menatap Drajat.
“Siapa, Pak? Mas Drajat mirip siapa?”
tanya Sekar.
“Sahabat bapak yang sudah lama tak
bertemu,” balas Pak Kus.
“Oh, begitu? Lalu kemana sahabat Bapak? Apakah Bapak masih sering bertemu dan
mengunjungi satu sama lain?” tanya Drajat penasaran.
“Sudah 10 tahun
lebih bapak tak bertemu karena dia
menghilang,” jawab Pak Kus.
“Tuh ‘kan. Bapak istri nggak punya, teman nggak ada.
Bapak ikut kita
ke kota, ya. Tinggal sama kita,”
tawar Sekar.
“Iya, Pak. Biar kita bisa mengurus Bapak, agar Bapak tak kesepian,” tambah Drajat semangat.
“Bapak tidak bisa meninggalkan
kampung ini. Bapak tidak bisa meninggalkan sawah dan ladang. Kasihan nanti rumah ini kosong. Kalian saja yang sering-sering
ke sini menjenguk bapak, atau kalau hanya seminggu sekali, bapak akan datang untuk
menengok cucu bapak,” kata Pak Kus.
“Ya, sudah. Kita akan sering-sering ke
sini dan kita juga akan sering-sering jemput Bapak. Tinggal di kota seminggu
sekali,” ujar Sekar.
“Ya, sudah,
Nduk. Kalau begitu, ayo bapak antar ke kamar
kalian. Untung saja setiap hari bapak bereskan,”
ajak Pak Kus.
“Iya, Pak.”
****
“Nah, ini dia. Kalian istirahat dulu. Kalau mau mandi, kamar mandinya di sebelah.”
Pak Kus menunjukkan kamar buat Sekar dan Drajat.
“Bapak mau mandi dan salat dulu,”
imbuhnya.
“Iya, Pak,” timpal Sekar.
Pak Kus pun keluar kamar, namun saat keluar kamar Pak Kus
sempat memperhatikan Drajat.
Drajat pun menyadari saat mertua tampannya itu
menatapnya. Jantungnya seketika berdegup.
Tatapan mata mertuanya itu
sungguh tajam dan sangat membuat hatinya kesemutan.
Drajat pun tersenyum hormat sembari
mengganggukan kepalanya dan Pak Kus membalas senyum Drajat.
Pak Kus pun keluar kamar.
“Mas mandi duluan, ya. Ini baju gantinya. Sekar mau masak air hangat dulu buat
adik. Nanti kalau Mas sudah selesai mandi dan salat, gantian jagain adik, ya? Sekar gantian mandi,”
kata Sekar.
“Iya, Sayang, iya,” balas Drajat.
Sekar pun memasak air hangat untuk putranya lalu
kemudian memandikannya di kamar mandi satunya.
BERSAMBUNG KE PART 3
No comments:
Post a Comment