Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

TEKA-TEKI KEMATIAN WATI

 

Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi.

Dengan perasaan waswas Susi mengendong sang putri yang masih berusia dua setengah tahun.

Putri semata wayang itu dari semalam badannya panas tinggi hingga membuat Susi terjaga sampai pagi untuk merawatnya.

Sedangkan suaminya yaitu Supriyanto yang bekerja di salah satu pabrik di Semarang sedang mendapatkan sif malam.

Dalam perasaan penuh cemas itu disentuhnya kening sang anak yang terlelap dalam gendongan.

“Ya, Allah, Dek. Panasnya kok belum turun-turun. Jangan buat ibu khawatir, Sayang. Cepat sehat ya, Nak.”

Susi sudah tidak sanggup lagi menahan air mata yang jatuh membasahi pipi.

Ibu mana yang tidak ikut merasakan pilu jika melihat buah hatinya sakit.

Tidak lama kemudian terdengar suara motor berhenti di teras rumah.

Supriyanto yang baru sampai ke rumah dengan terburu-buru dan masuk langsung disambut dengan suara sang istri.

“Bagaimana ini. Panasnya kok masih sangat tinggi. Padahal sudah aku kasih obat dari apotek tadi.” Suara itu terdengar agak gemetar.

Supriyanto yang menyentuh kening anaknya. Ia ikut merasa cemas lalu dia mengajak membawa ke rumah sakit saja.

Disuruhnya Susi bersiap-siap, sementara dia mandi terlebih dahulu.

Setelah membereskan barang-barang yang hendak dibawa, Susi dan Supriyanto langsung bergegas membawa putri kecilnya melaju dengan bersepeda motor.

Mereka menuju ke salah satu rumah sakit di Semarang.

Rasa waswas terus menggelayut dalam pikiran mereka. Maklumlah ini adalah pertama kali mereka mengalami seperti itu, juga tidak ada seorang pun yang dimintai pendapat.

****

Setelah tiba di rumah sakit.

Supriyanto langsung mengurus semua administrasi, sementara itu Susi menunggu buah hatinya di ruangan.

Susi sangat miris saat m


elihat sang putri ditusuk jarum suntik. Suara tangisnya pecah ketika disusul dengan tangan kirinya.

Beberapa saat kemudian petugas pun langsung mengantar ke ruangan flamboyan yang berada di bangsal anak ruangan kelas 2 yang hanya berisikan dua tempat tidur untuk pasien yang disekat dengan sebuah gorden.

Sengaja Supriyanto memilih kamar kelas 2 dengan alasan agar lebih nyaman, dan beruntung baginya karena di kamar itu hanya diisi oleh anaknya saja. Jadi, dia bisa istirahat di ranjang sebelah yang kosong.

Menurut pemeriksaan dokter, ternyata sang anak mengalami gejala sakit tipes yang mengharuskan dirawat inap hingga keadaan membaik.

Begitu mendengar penjelasan dokter, Supriyanto pun minta cuti beberapa hari untuk menjaga sang putri di rumah sakit. Dia akan menemani istrinya untuk mengasuh secara bergantian.

Menjelang magrib, sang putri tiba-tiba rewel. Anak itu terus menangis hingga membuat Susi dan Supriyanto kewalahan.

“Tenang ya, Sayang.” Susi mencoba menenangkan anaknya.

Ia berpikir kalau mungkin putrinya itu merasa tidak nyaman dengan suasana rumah sakit. Namun, anehnya setiap kali akan disusui, anak itu menghindar tidak mau. Ia bahkan menangis semakin keras.

Susi didampingi Supriyanto membawa sang putri keluar ruangan, barangkali saja akan membaik.

****

Saat melihat-lihat di luar ternyata tidak berpengaruh sama sekali.

Si anak masih terus menangis yang membuat mereka gusar.

“Kenapa dengan anakmu, NduK?” Di tengah kekalutan yang melanda tiba-tiba saja seorang ibu paruh baya berada di belakang mereka.

“Ini, Bu. Dari tadi rewel terus. Mungkin anggota badannya ada yang sakit,” jawab Susi dengan masih bingung.

Mendengar jawaban itu membuat sang ibu menghampirinya.

“Sini biar ibu yang gendong,”  pinta ibu paruh baya tersebut.

“Ayo.”

Susi pun memberikan anaknya.

Ibu itu lalu dengan hati-hati menggendong sambil mengayun si anak, dan ajaibnya sang putri langsung terdiam dan mulai terlelap.

Tampaknya ibu paruh baya itu menimang dengan penuh kasih sayang.

Dengan suara lirih dia menembangkan lagu.

****

Setelah beberapa saat mereka pun kembali ke ruangan.

Begitu melihat sang putri terlelap, ibu tersebut menaruhnya di atas kasur dengan sangat hati-hati. Lantas ibu itu pun pamit.

Susi  dan Supriyanto yang masih merasa aneh hanya terdiam melihat kejadian itu.

****

Sudah tiga malam Supriyanto berada di rumah sakit.

Sementara itu, dokter yang menangani masih belum mengizinkan membawa sang putri pulang mengingat kondisinya yang masih belum stabil. Kadang normal, kadang masih terjadi demam tinggi. Dokter menyarankan jika sudah tidak demam selama delapan jam maka barulah diperbolehkan rawat jalan, dan sudah tiga malam ini pula Supriyanto dibantu oleh ibu paruh baya itu.

Ketika sang putri mereka rewel, entah siapa dan dari mana, ibu tersebut muncul. Bahkan Supriyanto dan Susi tidak tahu siapa nama ibu tersebut. Karena setiap kali ditanya, ibu itu hanya tersenyum lalu mengalihkan pembicaraan yang kemudian pamit dan lantas pergi dengan tersenyum.

****

Di malam keempat.

Seperti biasa, setiap menjelang magrib sang putri pasti akan menangis yang selalu membuat Supriyanto dan istrinya sibuk.

Ibu paruh baya akan datang ke kamar untuk membantu menenangkan putri mereka lalu akan pergi saat anaknya sudah terlelap.

Akan tetapi, kali ini sebelum si ibu itu pergi, Supriyanto memberanikan diri untuk berbasa-basi.

“Terima kasih banyak, Bu. Selama anak saya dirawat di sini Ibu sudah banyak membantu kami,” ucap Supriyanto sopan.

Ibu itu tidak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepala seraya tersenyum.

“Mohon maaf sebelumnya jika saya lancang. Nama Ibu siapa dan siapa yang sakit?” tanya Supriyanto ingin menuntaskan rasa penasarannya.

“Saya tinggal di kamar sebelah, Nak,” ucap sang ibu yang lantas berpamitan.

Supriyanto tidak mendapatkan jawaban tidak menyambung dari si ibu. Hanya saling pandang dengan Susi yang keheranan.

“Oh, mungkin dia salah satu keluarga dari pasien di kamar sebelah, Mas,” ucap Susi kemudian.

Walaupun masih diliputi tanda tanya besar Supriyanto mengiyakan perkataan sang istri.

Entah kenapa semenjak si ibu itu datang ada perasaan lain yang Supriyanto dirasakan. Dia merasa seperti tidak asing dengan sosok tersebut. Hatinya berbisik bahwa dia mengenal wanita tersebut. “Tapi, siapa dia?”

****

Keesokan harinya Supriyanto pun menyusuri setiap lorong rumah sakit.

Tidak lupa dia mengamati setiap kamar untuk mencari sosok ibu yang selama ini sudah membantunya. Akan tetapi, Supriyanto tidak menemukan ibu tersebut. Dia tidak menjumpai orang yang dicarinya hingga diputuskanlah bertamu pada salah satu kamar, yakni kamar yang paling dekat dengan kamar rawat inap sang anak yang hanya terpisah oleh satu ruangan bermain. Di mana ruangan tersebut sengaja disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pasien anak-anak yang dirawat.

Tok! Tok! Tok!

Setelah mengetuk pintu, Supriyanto meminta izin.

Supriyanto pun langsung masuk yang ternyata di dalam ruangan hanya ada seorang wanita bersama anak lelakinya. 

Anak tersebut sudah cukup sehat karena bermain sendiri di atas karpet lantai juga tidak lagi terpasang selang infus di tangannya.

Sesaat setelah berbasa-basi dan dicoba menyelidik dengan bertanya, “Mbak, ibunya ke mana?” tanya Supriyanto kepada perempuan yang mengaku bernama Nia itu.

Nia menjawab bahwa ibunya sudah pulang selepas subuh tadi. Dia menjelaskan kalau selama empat hari di rumah sakit ibunya datang menemani saat malam hari saja. Pagi-pagi beliau pulang untuk beristirahat di rumah yang mana rumah mereka memang dekat dengan rumah sakit dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Supriyanto yang mendengar penjelasan dari anak itu akhirnya merasa lega. Ternyata benar ibu yang selama ini membantu menenangkan anaknya adalah ibu dari Nia.

“Tolong sampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya pada ibu yang baik karena selama ini sudah banyak membantu merawat anak saya,” ucap Supriyanto sebelum berpamitan.

“Oh, ya, Mas. Nanti saya sampaikan sama ibu,” jawabnya.

BERSAMBUNG KE PART 2

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search