ABU NAWAS SUP PEDAS
Abu Nawas memanglah bukan orang kaya raya lebih tepatnya ia hanya keluarga yang sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari bisa dikatakan sangat tercukupi, tapi kalo untuk kebutuhan mewah Abu Nawas, belum bisa terpenuhi.
Ia tidak mempunyai barang
mewah dan makanan mewah di rumahnya.
Semua serba cukup dalam kadar yang
sederhana, namun nasib apes menimpa Abu
Nawas.
Tidak ada hujan, tidak ada angin, sang istri tiba-tiba minta dibelikan kalung. Hal ini membuat Abu Nawas pusing tujuh keliling.
Bagaimana mungkin bisa ia memenuhi keinginan istrinya. Untuk makanan mewah saja ia tidak mampu, apalagi membelikan perhiasan kalung.
“Wahai, Istriku. Maafkan saya.”
“Saya tidak mungkin
bisa menyanggupi keinginanmu. ‘Kan kamu
tahu sendiri kita adalah keluarga
sederhana yang hidupnya hanya pas-pasan,”
tutur Abu Nawas dengan lemah lembut, namun keputusan Abu Nawas ini ternyata membuat istrinya tidak terima, karena ia sangat menginginkan perhiasan kalung dan selama ini ia merasa tidak pernah menuntut apa pun, tidak pernah meminta yang macam-macam.
Ia ingin satu kali ini
saja permintaannya dituruti. Entah
bagaimana caranya, pokoknya ia ingin
dibelikan kalung.
Tapi lagi-lagi Abu
Nawas tidak berani mengiyakan. Ia hanya
meminta istrinya supaya selalu bersyukur
dengan apa yang ada.
Marah istri Abu Nawas.
Ia terus mengomel dan memarahi suaminya.
Tak
tahan dengan omelan sang istri, Abu Nawas lalu pergi meninggalkan rumah.
Istrinya yang masih marah kepada Abu Nawas berniat membalas dengan memasak sop yang sangat pedas.
Saat malam tiba, Abu Nawas pun pulang.
Sang istri berpura-pura tersenyum hangat menyambut kedatangannya. Abu Nawas lalu diajaknya duduk di meja makan, kemudian sang istri menghidangkan sop yang pedas tersebut.
Melihat sikap istrinya yang sudah tidak marah lagi, Abu Nawas tersenyum ceria. “Kamu memang istriku yang sangat sholehah,” puji Abu
Nawas tapi, sungguh malang, sang istri
lupa dengan jebakannya sendiri.
Ia menyendok sop pedas
itu ke dalam piringnya dan memakannya.
Air mata pun meleleh di kedua
pipinya karena rasa pedas yang luar
biasa.
Abu Nawas seketika itu kaget dan heran melihat istrinya tiba-tiba menangis sesenggukan. “Kenapa kamu menangis wahai, Istriku?”
tanya Abu Nawas khawatir.
Dengan mengusap air matanya yang menetes di pipi sang istri menjawab. “Dulu almarhum ibu sangat menyukai masakan sop ini.”
“Setiap kali aku makan
sop seperti ini, aku jadi teringat
almarhum ibu. Itulah yang membuat aku
menangis,” ujar sang istri berpura-pura.
“Sudahlah wahai, Istriku. Ibumu itu orang baik. Insyaallah dia meninggal dalam keadaan khusnul khotimah,” balas Abu Nawas
menenangkan istrinya.
Kini giliran Abu Nawas yang memakan sop pedas itu. Betapa terkejutnya ia
ternyata sop yang ia makan pedasnya bukan
main.
Kedua mata Abu Nawas langsung meneteskan air mata tanpa henti, bahkan air matanya lebih banyak dari sang istri.
Tak mau kalah dengan
sandiwara istrinya, Abu Nawas meluapkan rasa pedasnya dengan menangis terisak-isak.
“Kenapa kamu menangis wahai, Suamiku?” tanya sang istri.
“Heran. Aku juga teringat
almarhum ibu kamu. Kenapa dia mati
meninggalkanmu, tanpa mengajak dirimu,”
jawab Abu Nawas.
Mendengar jawaban Abu Nawas, sang istri yang tadinya jengkel mendadak tertawa terpingkal-pingkal.
Keduanya akhirnya
rukun dan mesra kembali.
No comments:
Post a Comment