ABU NAWAS DISURUH MINUM AIR MENDIDIH
Karena seringnya Abu Nawas melakukan kesalahan ia kerap mendapat hukuman dari Baginda Raja, tapi yang membuat Baginda Raja kesal, Abu Nawas selalu saja bisa lolos dari hukuman karena kecerdikannya, dan kali ini Abu Nawas kembali melakukan kesalahan. Ia tertangkap tangan oleh prajurit istana tengah menenggak minuman keras.
Dengan sigap para prajurit ini segera menangkap dan
membawanya ke hadapan Baginda Raja.
“Abu Nawas, Abu Nawas. Kelakuanmu masih saja tidak berubah
selama ini.”
“Aku sudah berbaik hati sama kamu.”
“Aku sengaja meloloskanmu dari hukuman karena kamu selalu
berjanji tidak akan mengulangi, tapi kali ini sudah tidak bisa ditolerir. Apapun
alasanmu kamu tetap akan saya hukum!” ucap Baginda Raja.
Sementara Abu Nawas hanya terdiam. Kepalanya tertunduk tak
berani menatap.
“Kira-kira hukuman apa yang pantas diberikan supaya Abu Nawas
kapok dengan perbuatannya?” tanya Baginda Raja kepada penasihat istana.
Kemudian penasihat istana mengusulkan. “Bagaimana kalau Abu
Nawas dihukum dengan cara minum air yang mendidih?”
Ternyata usulan tersebut langsung diterima Baginda Raja.
“Usulanmu bagus sekali. Saya setuju denganmu,” kata Baginda
Raja.
Seketika Abu Nawas langsung pucat pasi. Tubuhnya menjadi
gemetaran.
“Ampun, Paduka Yang Mulia. Hamba mohon keringanan hukuman,”
minta Abu Nawas memelas.
“Keputusanku sudah bulat, Abu Nawas, dan tak bisa
ditawar-tawar!” balas Baginda Raja.
Abu Nawas tak sanggup membayangkan betapa Pedihnya rasa sakit
yang akan ia alami bahkan bisa berakibat kematian.
“Baiklah, Paduka. Kalau itu memang sudah keputusan Paduka,
saya terima dengan berat hati, tapi sebelum saya menjalani hukuman, izinkan
saya menemui istri dan anak-anak saya untuk berpamitan,” ujar Abu Nawas.
Sejenak Baginda Raja terdiam. Ia heran dengan kata-kata Abu
Nawas.
“Berpamitan? Maksudnya bagaimana, Abu Nawas?” tanya Baginda
Raja heran.
“Begini, Paduka. Apabila air mendidih masuk ke dalam perut,
bukan hanya lidah dan bibir saja yang akan melepuh, tapi semua organ tubuh di
dalamnya juga ikut melepuh. Tidak menutup kemungkinan saya akan mati saat itu
juga,” jelas Abu Nawas.
Sontak Baginda Raja terkejut. Ia tak menyadari akan hal itu.
“Kasihan juga Abu Nawas, tapi masa saya harus menarik kembali ucapan saya. Itu tidak
mungkin. Martabat saya sebagai raja akan jatuh,” pikir Baginda Raja.
“Baiklah, Abu Nawas. Saya penuhi permintaanmu. Sekarang juga
kamu pulang, tapi besok kamu harus sudah ada di sini!” titah Baginda Raja.
Abu Nawas pun lalu undur diri pamit pulang.
****
Sesampainya di rumah.
Abu Nawas memberitahu istri dan anak-anaknya tentang hukuman
yang akan ia jalani.
“Itu sama saja dihukum mati. Mengapa Baginda Raja sekejam itu!”
kata istrinya tak terima.
“Sudahlah, Wahai istriku. Bila memang ini sudah takdirku
untuk mati, saya harap kamu dan anak-anak mengikhlaskan kepergianku,” tutur Abu
Nawas.
Mereka lalu menangis sambil berpelukan erat.
Malam pun semakin larut, Abu Nawas masih belum dapat
memejamkan mata. Ia terus meratapi nasib yang tengah dihadapinya, namun ia
terus mencari cara bagaimana supaya bisa lolos dari hukuman.
Saat Abu Nawas sedang memutar otaknya, tiba-tiba rasa lapar
mulai menghinggap.
“Wahai, Istriku. Adakah makanan yang tersisa untukku?” tanya
Abu Nawas.
“Saya sudah menyiapkan sop panas di atas meja, tapi
sepertinya sekarang sudah dingin,” jawab sang istri.
“Sudah dingin? Memangnya kapan kamu membuat sopnya?” tanya
Abu Nawas kembali.
“Tadi sewaktu habis Isya. Ini ‘kan sudah tengah malam. Jadi
wajar kalau sopnya sudah dingin,” kata sang istri menjelaskan.
Mendengar itu terbesitlah di otak Abu Nawas akan ide yang
cemerlang.
Ting!
“Aha!”
Abu Nawas sengaja tidak memberitahu istrinya sebab ia tidak
ingin rencananya menjadi berantakan.
Setelah menjelang pagi hari, Abu Nawas mengumpulkan para
tetangganya. Ia memberitahu mereka bahwa dirinya hari itu akan dihukum mati dan
ia meminta agar para tetangganya ini ikut bersamanya ke istana.
Berita mengejutkan ini tentu saja membuat mereka kaget.
Mereka tak menyangka Baginda Raja bisa setega itu.
“Abu Nawas, kamu ‘kan dekat dengan Baginda Raja? Kenapa tidak
minta ampunan darinya?” tanya mereka.
“Biarlah. Nasi sudah menjadi bubur. Baginda Raja juga tidak
akan mencabut ucapannya,” terang Abu Nawas.
Maka berangkatlah Abu Nawas ke istana dengan didampingi
keluarga dan para tetangga.
****
Melihat kedatangan Abu Nawas bersama orang banyak, Baginda
Raja pun bertanya. “Hei, Abu Nawas! Kenapa kau bawa orang banyak sekali. Apakah
hendak melawanku?”
Dengan ekspresi wajah sedih Abu Nawas menjawab, “Ampun,
Paduka. Paduka, jangan salah paham. Mereka semua adalah tetangga saya, Paduka. Mereka
ingin melepas kepergian saya.”
Baginda Raja pun tidak keberatan hal itu.
“Baiklah, Abu Nawas. Apakah kau siap menjalani hukuman?”
tanya Baginda Raja.
“Saya siap, Paduka. Silakan bawa kemari air mendidihnya,”
balas Abu Nawas.
Lalu beberapa prajurit istana membawakan bejana yang berisi
air mendidih ke hadapan Abu Nawas.
“Sekarang kamu minum air mendidih itu, Abu Nawas!” titah
Baginda Raja.
“Siap, Paduka Yang Mulia, tapi sebelumnya izinkan saya
meminta maaf dan berpamitan kepada keluarga saya dan para tetangga,” pinta Abu
Nawas.
“Oh. Silakan,” ucap Baginda Raja.
Kemudian Abu Nawas menghampiri istri dan anak-anaknya.
Suara tangis istri dan anak-anak Abu Nawas pun pecah. Orang-orang
yang hadir pun ikut bersedih. Tak terasa air mata Baginda Raja juga ikut
menetes.
Sebenarnya Baginda Raja tidak tega, tapi ia tak mungkin membatalkan
hukuman.
Sang istri begitu erat memeluk Abu Nawas seakan-akan tidak
ingin berpisah.
Lalu Abu Nawas menghampiri satu persatu tetangganya. Ia
menyampaikan permintaan maaf dan berpamitan. Karena banyaknya tetangga yang
ikut hadir tentu saja memakan waktu yang cukup lama hingga tak terasa air
mendidih yang ada di dalam bejana menjadi dingin.
Setelah Abu Nawas selesai berpamitan, ia segera mengambil air
di bejana dan meminumnya sampai habis. Tentu saja Abu Nawas tidak mengalami
suatu apa pun, sebab air yang ada di dalam bejana sudah menjadi dingin.
“Paduka Yang Mulia, saya sudah menjalani hukuman. Izinkan
saya pulang,” pinta Abu Nawas.
Melihat hal itu Baginda Raja menjadi bengong. “Lah? Kok
getinggg aku,” batin Baginda Raja.
“Hei, Abu Nawas! Bukankah saya menyuruhmu minum air mendidih?”
tanya Baginda Raja.
“Benar, Paduka, tapi air di bejana itu ‘kan tadinya mendidih.
Jangan salahkan saya kalau air itu menjadi dingin.
“Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan,”
jawab Abu Nawas.
Berkat kecerdikannya inilah akhirnya Abu Nawas kembali lolos
dari hukuman maut.
Ia pun dipersilahkan pulang oleh Baginda Raja bersama anak,
istri, dan para tetangga.
“Aha!”
Ting!
No comments:
Post a Comment