TEKA-TEKI KEMATIAN WATI PART 2
TEKA-TEKI KEMATIAN WATI PART 2
Sore harinya.
Menjelang azan asar Nia berpamitan pada Supriyanto dan
istrinya yang ternyata Supriyanto bertemu pagi tadi.
Saat Supriyanto bertanya di mana suaminya, Nia menjawab kalau
suaminya sedang mengurus kepulangan anaknya dan sore ini sebelum pergi
meninggalkan rumah sakit.
Sesaat setelah kepergian Nia, dokter yang ditemani seorang
perawat memeriksa keadaan sang putri.
“Kondisi putri kalian saat ini sudah sangat baik. Jadi, sudah
bisa diajak pulang,” ucap dokter yang kemudian menyuruh Supriyanto mengurus keuangannya
untuk penjelasan lebih rinci.
“Terima kasih, Dok,” jawab Susi dengan gembira.
Setelah menyelesaikan semua biaya administrasi malam itu juga
Supriyanto dan Susi meninggalkan rumah sakit.
Hati mereka masih diselimuti rasa penasaran tentang sosok ibu
yang selama ini telah membantu mereka.
Siapa sejatinya sosok ibu itu yang seolah-olah Supriyanto
mengenal di masa lalu?
****
Sesampainya di rumah.
Mereka sudah disambut oleh Bu Katinem yang tidak lain adalah
ibu dari Supriyanto.
Bu Katinem sendiri tidak bisa menemani sang cucu selama di
rumah sakit dikarenakan dia harus merawat suaminya yang sedang sakit stroke.
Saat ini Pak Judi ayahnya Supriyanto sudah tidak bisa
berjalan lagi. Beliau mengalami kelumpuhan sekitar tiga tahun yang lalu.
Setelah mengucap syukur alhamdulillah, Bu Katinem hendak
mengambil alih menggendong sang cucu. Akan tetapi, cucu yang ia digendong malah
membalikkan badannya.
Cucunya itu mempererat pelukannya pada Susi tanda kalau tidak
mau digendong oleh neneknya itu.
Berulang kali Bu Katinem merayu untuk mengajak sang cucu,
tetapi anak itu tetap tidak mau memang Bu Katinem.
Selama ini Bu Katinem hanya beberapa kali saja menggendong
cucunya itu, paling hanya sebentar saja karena sang cucu pasti rewel di
gendongannya. Ditambah jarak rumah yang cukup jauh dengan putranya sehingga dia
jarang berkunjung.
Memang semenjak menikah enam tahun silam Supriyanto lebih
memilih hidup terpisah dengan orang tuanya. Dia membeli rumah sendiri yang
berbeda kecamatan dari ayah ibunya.
Melihat perilaku anaknya itu Supriyanto teringat lagi dengan
sosok ibu yang di rumah sakit. Sosok perempuan sepantar ibunya yang selama
seminggu membantu di rumah sakit di mana sang anak langsung lengket dengan ibu
tersebut.
Sedangkan dengan Bu Katinem yang adalah neneknya, sang putri
seolah enggan untuk disentuh.
Dari semenjak sang putri lahir, anaknya itu pasti menangis
saat digendong oleh Bu Katinem, tapi Supriyanto lekas membuang perbandingan itu.
Dia berpikir mungkin dikarenakan mereka berdua jarang bertemu
sehingga anaknya tidak nyaman saat bersama Bu Katinem gendong.
****
Hari berlanjut.
Kebahagiaan keluarga kecil Supriyanto kembali datang karena
sang buah hati sudah sembuh, namun sampai detik ini Supriyanto masih diselimuti
rasa penasaran.
Pikirannya masih membayang dengan sosok ibu yang dia temui
rumah sakit dulu. Seolah lekat dihati Supriyanto.
Ada rasa aneh yang berkecamuk.
Semakin dari Supriyanto merasa semakin gelisah. Sosok wanita
paruh baya itu selalu melintas di benaknya walau tidak datang lewat mimpi,
namun setiap kali Supriyanto sendirian bayangan wajah itu pasti muncul.
Pada akhirnya Supriyanto memutuskan untuk menemui pakdenya di
kota Solo. Beliau adalah Pakde Jamari. Merupakan adik kandung dari ayahnya.
Entah mengapa dia ingin sekali menumpahkan kekesalannya
kepada sang pakde. Padahal selama ini hubungannya dengan Pakde Jamari terbilang
kurang akrab. Namun, hatinya menunjukkan kalau ke sana lagi.
****
Setelah berpamitan pada
sang istri.
Supriyanto pun berangkat ke Solo. Dia ikuti alurnya untuk
menemui Pakde Jamari.
“Hati-hati di jalan, Mas,” ucap Susi.
“Berangkatlah, Mas.”
Supriyanto tidak lupa dibawakan oleh-oleh yang sudah
dipersiapkan untuk keluarga pakdenya.
****
Sekitar dua jam
perjalanan.
Sampailah Supriyanto di rumah Pakde Jamari yang kebetulan
hari itu pakdenya tidak berkegiatan sehingga dia disambut dengan hangat.
Supriyanto pun duduk di teras samping itu dengan basa-basi. Supriyanto
menumpahkan kerinduan karena sudah cukup lama tidak berjumpa.
Supriyanto melihat sekitar halaman rumah tampak ada beberapa
pelataran yang sudah berubah.
Pohon mangga di depannya dulu telah ditebang dan berubah menjadi
bagasi mobil terbuka.
“Masuklah ke dalam untuk istirahat. Aku akan jemput mbokdemu,” ucap Pakde Jamari.
Supriyanto tetap pada posisinya dan membiarkan Pakde Jamari
berlalu dengan bersepeda motor. Beliau akan menjemput sang istri yang berjualan
di pasar.
Mbokde Inayah selama ini membantu perekonomian keluarga
dengan membuka lapak di pasar. Beliau berjualan sayur mayur. Sudah banyak
langganannya, sementara Pakde Jamari dulunya adalah seorang sipir penjara yang
sekarang sudah berhenti.
Beliau menghabiskan waktunya dengan berkebun sayuran di mana
hasil kebun tersebut dijual sendiri oleh istrinya di pasar.
****
Selepas salat isya.
Supriyanto dan Pakde Jamari duduk di teras dengan ditemani
kopi hitam panas.
Beliau menanyakan tentang maksud kedatangan Supriyanto yang
mendadak. Namun, sebenarnya Pakde Jamari tahu tentang kegundahan hati yang
dirasakan ponakannya. Hal itu terlihat dari raut wajah Supriyanto juga sikapnya.
“Ada apa sebenarnya, Pri?” tanya Pakde Jamari.
Supriyanto menarik
nafas panjang. Mulailah dia mengungkapkan kegelisahannya selama ini,
kegelisahan yang dirasakan setelah dari rumah sakit dulu. Dia ceritakan semua
pada Pakde Jamari termasuk sosok misterius
yang ditemui di rumah sakit. Kenapa anaknya sangat nyaman diperlukan ibu itu
yang sangat berbeda dengan Bu Katinem dan hal itulah yang membuat Supriyanto
ingin mengetahui siapa sosok perempuan tersebut. Supriyanto bercerita panjang
lebar.
“Mungkin sudah saatnya kamu mengetahui semua,” ucap Pakde
Jamari kemudian.
Setelah menenggak sedikit kopi mulailah Pakde Jamari bercerita
bahwa sebenarnya Bu Katinem bukankah ibu kandung Supriyanto.
“Bu Katinem bukanlah wanita yang melahirkanmu.”
Supriyanto tersentak kaget mendengar perkataan Pakde Jamari.
Kemudian Pakde Jamari menceritakan bahwa ibu kandung Supriyanto
bernama Wati.
Ibu Supriyanto adalah seorang bidan dan sudah meninggal. Yang
menjadi misteri tidak diketahui penyebab kematiannya, tetapi kuat dugaan Wati
dibunuh oleh selingkuhannya yang mana sesaat mayat Wati dibuang ke sungai dan
sampai sekarang tidak pernah ditemukan.
Mendengar itu, Supriyanto merasa luka di hatinya. Namun,
Pakde Jamari itu tidak memberitahu siapa dalang dibalik pembunuhan tersebut
meski Supriyanto mendesak. Akan tetapi, Pakde Jamari menjawab dengan kata lupa.
Padahal seharusnya beliau tahu karena pekerjaannya dulu adalah sebagai sipir.
Aneh memang.
****
Hari ini pun Supriyanto
kembali pulang.
Sepanjang perjalanan hatinya berkecamuk hebat. Dia merasa
penasaran tentang siapa pelaku pembunuh ibu kandungnya yang kemudian dia pun
memutuskan mendatangi penjara di Semarang.
Supriyanto berniat membuka sejarah kelam tentang ibunya 28
tahun silam.
****
Dari bagian informasi terkuaklah semua, ternyata pelakunya
masih mendekam di penjara. Supriyanto membatin kalau hukuman seumur hidup
memang pantas bagi seorang pembunuh sekaligus membuang jasad ibunya. Bahkan
jasad tersebut tidak ditemukan.
****
Supriyanto sudah duduk berhadapan dengan seorang pria yang
usianya diperkirakan tidak jauh beda dengan sang ayah. Namanya Suparno dialah
laki-laki kejam yang telah menghabisi ibunya.
Dengan amarah yang ditahan dan memandang tajam pada pria
tersebut dengan napas memburu.
Dia ingat dengan tujuan awalnya untuk datang menemui lelaki
tersebut, dan ini adalah untuk mencari tahu tentang ibu kandungnya dan hanya
lelaki itulah yang tahu persis Di mana tempatnya.
“Kamu adalah anak dari Wati yang dibunuh oleh Jamari,” ucap
lelaki itu.
SELESAI
****
Baca cerita yang lebih panjang hanya di Wattpad. Silakan ‘Ikuti’
@Kuswanoto3 untuk mendapat notif
bila cerita baru diupdate.
No comments:
Post a Comment