ABU NAWAS PERMAISURI SAKIT
Dikisahkan beberapa bulan belakangan ini Abu Nawas sering kali
mengalami kerugian. Kebun buah-buahan yang dimilikinya selalu gagal panen. Ia
pun lalu mencoba peruntungan nasib dengan beralih menjadi penjual bunga.
Rencana Abu Nawas tersebut didukung penuh oleh sang istri,
maka dibukalah toko bunga di depan rumah.
Usahanya ini mulai berkembang pesat dan dikenal oleh orang-orang
hingga pada suatu hari datang seorang utusan permaisuri membeli beberapa bunga
di toko Abu Nawas. Rupanya sang permaisuri sangat menyukainya.
“Cantik sekali bunga ini. Besok beli lagi yang banyak,” kata sang permaisuri kepada utusannya.
Esok paginya utusan sang permaisuri kembali mendatangi tokoh
Abu Nawas. Ia membeli berbagai macam bunga dengan jumlah yang cukup banyak,
tentu saja hal ini membuat Abu Nawas merasa senang, apalagi hampir setiap hari
sang permaisuri memborong bunga dagangannya.
Abu Nawas pun mendapat keuntungan besar atas penjualannya.
Beberapa hari kemudian utusan sang permaisuri tak pernah lagi
datang ke tokonya. Ternyata sang permaisuri telah jatuh sakit, tapi Abu Nawas
tidak mengetahui kabar ini.
Sakit yang diderita permaisuri cukup aneh, sehingga membuat
Baginda Raja sangat cemas.
Maka dikumpulkanlah beberapa tabib istana untuk menyembuhkan
sang permaisuri, namun sayang tak ada satu pun dari mereka yang bisa
menyembuhkannya, bahkan beberapa tabib dari kerajaan lain didatangkan, tapi
sakit yang diderita sang permaisuri tak kunjung sembuh.
Baginda Raja pun semakin khawatir dibuatnya, lalu penasihat
istana mengusulkan kepada Baginda Raja.
“Paduka Yang Mulia, bagaimana kalau kita buat sayembara untuk
rakyat. Barangkali di antara rakyat kita ada yang bisa mengobati permaisuri,”
saran penasihat istana.
“Benar juga usulanmu. Mari kita adakan,” timpal Baginda Raja.
Sayembara pun segera dibuat.
Pagi-pagi para pengawal istana menyebar sampai ke pelosok
negeri untuk mengumumkan sayembara bagi siapa saja yang bisa menyembuhkan
permaisuri akan diberi hadiah uang yang sangat banyak. Begitulah isi
pengumumannya.
Dalam waktu sekejap sayembara tersebut tersebar ke seantero
negeri Baghdad.
Mendengar sayembara dari Baginda Raja orang-orang
berbondong-bondong mendatangi istana, berusaha mengobati penyakit sang
permaisuri.
Lagi-lagi tak ada seorang pun yang bisa menyembuhkannya. “Wahai,
Istriku. Sakit apa gerangan yang menimpamu?” tanya Baginda Raja.
“Aku pun tidak tahu. Aku tak ingin melakukan apa-apa. Badan
ini terasa lemas, sulit untuk menjelaskannya,” jawab sang permaisuri.
“Bagaimana ini, Wahai Penasihat istana. Upaya apa lagi yang
harus kita lakukan? Sayembara sudah diadakan, tapi tak ada seorang pun yang
bisa mengobati?” tanya Baginda Raja bertambah kalut.
“Jangan menyerah Paduka, tunggulah dua hari lagi,” jawab
penasihat istana.
Sementara itu di tempat lain, Abu Nawas yang sedang menjaga
toko bunga dihampiri oleh tetangganya. “Hai, Abu Nawas. Kamu sudah dengar kabar
belum? Sang permaisuri katanya jatuh sakit,” ucap tetangganya.
“Benarkah? Pantesan beberapa hari ini utusan sang permaisuri
tidak pernah datang lagi ke toko saya,” jawab Abu Nawas.
“Dan kamu tahu tidak? Ada sayembara barang siapa yang bisa
mengobati sang permaisuri akan diberi hadiah uang yang banyak,” tutur
tetangganya.
Karena merasa iba dengan kondisi sang permaisuri Abu Nawas
pun berangkat ke istana menghadap Baginda Raja.
Melihat kedatangan Abu Nawas Baginda Raja menyambutnya dan
mempersilahkan duduk di sampingnya.
“Saya dengar permaisuri sedang sakit, Paduka?” tanya Abu
Nawas memastikan.
“Benar, Abu Nawas. Saya sendiri heran dengan penyakit istriku,
sebab tak ada seorang pun yang mampu menyembuhkannya,” jawab Baginda Raja.
“Kalau Paduka berkenan, izinkan saya mengobati sang
permaisuri,” kata Abu Nawas.
Baginda Raja terkejut mendengarnya.
“Kamu, ‘kan bukan tabib, Abu Nawas? Apa kamu yakin kamu bisa?”
tanya Baginda Raja tak percaya.
“Apa salahnya bila dicoba. Bukankah yang bisa menyembuhkan
adalah Allah dan kesembuhan tersebut bisa melalui siapa saja atas izin dan
kehendak Allah?” jawab Abu Nawas.
Baginda Raja pun mengabulkan permohonan Abu Nawas.
“Baiklah. Lalu ramuan apa yang kau bawa?” tanya Baginda Raja.
“Saya tidak membawa ramuan apa-apa, Paduka, tapi izinkan saya
berkeliling istana,” balas Abu Nawas.
Abu Nawas kemudian dipersilahkan berkeliling ke seluruh area
istana. Saking luasnya istana sampai sore hari Abu Nawas baru selesai
berkeliling.
Lantas Abu Nawas menghadap Baginda Raja.
“Yang Mulia, saya tahu obatnya yang bisa menyembuhkan
permaisuri,” kata Abu Nawas memberitahu.
Sontak Baginda Raja sangat senang mendengarnya.
“Katakan, Abu Nawas. Katakan apa obatnya?” tanya Baginda Raja
tidak sabar.
“Obatnya adalah taman bunga, Paduka Yang Mulia,” jawab Abu
Nawas.
“Taman bunga? Maksudnya bagaimana, Abu Nawas?” tanya Baginda
Raja bingung.
“Bukankah dulu di depan kamar permaisuri tadinya ada taman
bunga? Kenapa sekarang jadi gedung pertemuan? Kembalikan taman bunga seperti
dulu agar setiap pagi permaisuri bangun dan bisa melihat bunga-bunga. Pasti
sudah lama permaisuri tidak berjalan-jalan di taman bunga. Karena itulah
permaisuri merasakan lemas dan tidak bersemangat,” jelas Abu Nawas.
Sejenak Baginda Raja terdiam. Ucapan Abu Nawas ada benarnya
juga.
“Memang taman bunga di depan kamar istriku telah aku ubah
jadi gedung pertemuan,” kata Baginda Raja dalam hati.
“Baiklah. Akan aku coba membongkar gedung pertemuan dan jadikan taman
bunga yang lebih indah dari sebelumnya,” kata Baginda Raja.
Saat itu juga gedung pertemuan yang megah dan besar langsung
dibongkar dan dikembalikan menjadi taman bunga.
Beberapa hari kemudian taman bunga pun sudah berhasil dibuat.
Abu Nawas lalu menyuruh sang permaisuri untuk membuka tirai
jendela kamarnya.
Melihat di depannya ada pemandangan taman bunga yang menarik
sang permaisuri kaget dan kegirangan.
“Sungguh indah sekali!” teriak permaisuri.
Sang permaisuri segera beranjak dari kamar dan memasuki taman
bunga. Ia berkeliling sambil menyentuh bunga-bunga yang bermekaran.
“Cantik sekali bunga ini,” ucap permaisuri.
Wajahnya pun kembali ceria seperti ada energi di dalam
tubuhnya.
Sang permaisuri tak henti-hentinya tersenyum bahkan sakit
yang ia derita mendadak hilang seketika.
Baginda Raja sangat bersyukur melihat perubahan pada diri
istrinya. Sang permaisuri kini telah sembuh dari sakit yang dideritanya.
Sesuai dengan janji yang diucapkan Baginda Raja lalu
memberikan Abu Nawas sejumlah uang yang sangat banyak.
“Ini hadiah untuk kamu, Abu Nawas. Karena telah berhasil
menyembuhkan istriku,” kata Baginda Raja sambil menyerahkan hadiahnya.
“Terima kasih, Paduka Yang Mulia,” sahut Abu Nawas kegirangan.
“Tapi bagaimana kamu tahu kalau obatnya adalah taman bunga?”
tanya Baginda Raja penasaran.
“Begini, Paduka Yang Mulia. Beberapa bulan yang lalu sang
permaisuri hampir setiap hari menyuruh utusannya membeli bunga di toko saya,
tidak terhitung berapa jumlah bunga yang sudah ia beli, tapi ketika saya
berkeliling istana saya tidak mendapati bunga-bunga yang ia beli dan taman
bunga yang ada di depan kamar permaisuri sudah tidak ada lagi, oleh sebab
itulah saya punya kesimpulan bahwa sakitnya sang permaisuri karena taman
bunganya dibongkar dan datangnya penyakit hampir rata-rata dari pikiran. Mungkin
saja sang permaisuri selalu kepikiran dengan taman bunganya, tapi ia tak berani
mengatakannya kepada Paduka,” ujar Abu Nawas menjelaskan.
Baginda Raja mengangguk dan tersenyum.
“Analisamu sungguh luar biasa, Abu Nawas Kamu bukan hanya
cerdik, tapi bisa dengan cepat memahami situasi,” puji Baginda Raja.
No comments:
Post a Comment