Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

LEBUR SAKTI CERITA MBAH SURO DUKUN CABUL PART 5

 MBAH SURO PART 5

 

Pemandangan biasa bila matahari sudah mulai lengser ke barat, di rumah Mbah Suro keluar masuk orang mendatanginya.

Tampak pemuda mengaku datang dari desa Sumber Mulyo, Rahmadi namanya yang senang akan olah kebatinan, salah satu anggota Pencak Silat Cakar Maung yang mendengar dari mulut ke mulut bahwa ada orang yang mempunyai kesaktian di atas rata-rata dari orang yang sering didatanginya untuk berguru dan menimba ilmu kebatinan.

Hampir semua kawan sebayanya mempunyai pegangan, entah itu susuk kekuatan, atau pengasihan supaya ditaksir banyak wanita.

Di belakang Rahmadi duduk wanita yang sudah dari tadi menunggu giliran untuk mengadukan masalahnya kepada Mbah Suro.

Bila menilik dari matanya yang sayu, kelihatan sekali wanita ini mempunyai masalah yang sepertinya harus ditempuh dengan mendatangi Mbah Suro.

“Lebur sakti adalah ilmu yang dulu sering digunakan para jawara di tanah Jawa, Le.”

Mbah Suro menatap tajam Rahmadi untuk tidak main-main dengan ilmu yang dimintanya.

Rahmadi masih menyimak penjelasan Mbah Suro yang duduk menggunakan baju sejenis pangsi hitam dan kolor pajang yang dibelitkan jarit podang.

“Bila untuk sekadar pegangan dan apalagi kamu anggota perguruan, sangat cocok menguasai ilmu ini.”

“Perlu kamu tahu, siapa saja yang terkena pukulan ajian lebur sakti ini dengan tubuh yang kosong tanpa perisai diri, maka tubuhnya dapat terbelah dan hancur lebur.”

“Akan tetapi, dilihat lagi tingkat dan kesempurnaan si pengamal ajian ini.”

Mbah Suro menjelaskan akan kehebatan ajian ini.

“Jadi, pripun, Mbah? Apa saya bisa dan dianggap mampu menguasai ajian ini?” tanya Rahmadi.

Mbah Suro diam sesaat.

“Sangat berat, Le. Tirakatnya harus benar-benar sempurna.” Mbah Suro bukannya ingin mengurungkan niat Rahmadi, tapi benar-benar tidak untuk diturunkan ilmu ini kepada orang yang mempunyai maksud untuk mencelakakan orang.


“Semua terserah kamu yang akan melakoni. Mbah hanya bisa menurunkan sarat dan rukunnya atas ilmu ini. Berhasil atau tidaknya tergantung tirakat orang yang mendalaminya.”

“Bila kamu tidak siap dengan semua yang harus dilakoni, silakan pulang saja.”

Mendengar begitu, bukannya patah semangatnya, Rahmadi malah penasaran akan ajian yang diidam idamkannya ini.

Banyak sudah orang pintar yang didatanginya, tapi tak satu pun menguasai ajian ini dan kebetulan sekali Mbah Suro menguasainya.

Makin mantap sudah niat hatinya untuk menguasai ajian ini.

“Saya bersedia dengan segala risiko yang akan saya tanggung, Mbah.” Berharap sekali Mbah Suro mengiyakan apa keinginannya.

“Ilmu ini bila dipuasai akan menjadi lebih kuat dan sempurna.”

“Baiklah. Akan saya beritahu tata caranya. Perhatikan!”

Tanpa diminta, Rahmadi memperhatikan apa yang akan diucapkan orang yang sengaja dia datangi jauh-jauh dari desanya.

“Mantra yang harus kamu ingat adalah ....”

“Hyang kadyatolah ingsun megeng ambek goib.”

“Nukat goib.”

“Neges jatining roso.”

“Bumi jugrug segoro asat.”

“Soko kersaning Hyang Sejati.”

“Sirno dunyo.”

“Sirno akhir!”

“Sah dunyo sah akhir!”

“Sirno gondo.”

“Lungo roso.”

“Teko jleg katon sajege urep.”

“Mantra harus dibaca dan menahan nafas satu kali tanpa putus,” sambung Mbah Suro.

Rahmadi mengangguk mendengar perintah Mbah Suro.

“Malam harinya dilanjutkan sedikit meditasi dengan cara duduk bersila. Tangan di atas kedua paha, dada tegap, dan mulai mengatur irama nafas lalu membaca sebanyak mungkin mantra ajian ini.”

Melihat kesungguhan Rahmadi, Mbah Suro melanjutkan tata caranya.

“Jika kamu berhasil menguasai ajian lebur sakti, maka saat membaca mantra tersebut satu kali tanganmu akan terasa panas. Hawa panas tersebut seolah olah akan keluar dan menggerakkan tanganmu. Di sinilah puncak untuk mengontrol ilmu ajian lebur sakti.”

“Jangan sampai dirimu dikuasai oleh ilmu ini.”

“Untuk menggunakannya, usahakan pukulan hanya berjarak satu kilan saja. Tidak boleh mengenai musuhmu! Bisa fatal akibatnya!. Mengerti?”

Lalu Mbah Suro melanjutkan ucapannya.

“Semakin lama kamu puasa, ajian ini semakin jauh jarak pukulan yang bisa kamu gunakan. Bila hanya puasa dalam tujuh hari, kamu bisa melumpuhkan musuhmu dengan jarak satu kilan. Berpuasalah selama mungkin, maka dari jarak jauh kamu bisa melumpuhkannya.”

“Selanjutnya apa yang harus saya lakukan, Mbah?” tanya Rahmadi. Ia bingung untuk memulai dari mana dalam melakukan persyaratan yang disebutkan Mbah Suro.

“Pulanglah. Pada malam ketiga dari kepulanganmu ke sini, mandilah! Sucikan dirimu dan hatimu dari kotoran dan juga nafsu benci yang ada di tubuhmu.”

“Perlu diingat! Dilarang memakan daging hewan berkaki empat. Apa pun namanya. Paham?” Rahmadi sekali lagi mengangguk.

Terbayang di angannya betapa dirinya menjadi sakti dari kawan-kawan perguruan di Cakar Maung, yakin akan segala sarat dan pantangannya.

Rahmadi segera pamit mengingat ada wanita yang masih menunggu giliran untuk menghadap Mbah Suro.

Sebagai orang yang senang akan olah kebatinan dan telah berkali kali mendatangi orang pintar, Rahmadi sangat tahu akan sarat dari sebuah cekelan. Semua tak berarti tanpa mas kawin atau mahar.

Diletakannya uang yang dikeluarkan dari saku baju itu di tempat yang sengaja disiapkan oleh Mbah Suro.

Tanpa disadari begitu lama wanita itu menunggu giliran untuk sekadar mendapat doa atau sebuah rajah, dan apalah namanya.

Di luar matahari sudah terbenam menuju pelukan hangat sang penghuni malam.

BERSAMBUNG KE PART 6

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search