KAMANUSAN HIDUP SEJATI MELALUI SEBAB AKIBAT
PART 1
Siang ini tidak terlalu terik. Mendung tipis menutupi
sebagian bagian ruangan langit. Di antara itulah cahaya matahari menyusul.
Di teras rumah terlihat Pak Maksum lelaki paruh baya duduk
termenung. Tampak dari wajahnya dia sedang memikirkan apa yang harus dilakukan
terhadap Mujiono, putra satu-satunya.
Dia merasa heran kenapa anaknya itu sangat bandel dan berani
melawan orang tuanya.
Dalam perjalanan hidup Pak Maksum, dia belum dikaruniai anak
hingga usia perkawinan menginjak tujuh tahun.
Berbagai usaha sudah dilakukan, tetapi tidak juga mendapat
seorang omongan.
Atas saran dari salah satu kerabat istrinya maka dipungutlah
anak pupon yang mana anak itu kemudian diberi nama Sri dan merupakan putri dari
salah satu saudara istrinya sendiri.
Saat Sri duduk di bangku kelas 1 SD kesempurnaan pernikahan
pun benar-benar didapatkan. Bu Maksum diketahui hamil.
Sungguh kebahagiaan yang tiada tara dan semua menjadi lengkap
ketika Mujiono terlahir dengan sempurna. Bayi laki-laki yang lucu dan
menggemaskan yang selalu dinanti kehadirannya meski begitu rasa kasih sayang
terhadap Sri tidak luntur. Anak tersebut telah dimasukkan dalam kartu keluarga
sebagai anak kandung.
****
Waktu terus bergulir.
Mujiono tumbuh dengan baik, termasuk pula sebagai anak berprestasi
sewaktu duduk di bangku sekolah dasar.
Selain kecerdasan, dia juga memiliki keberanian yang bagus,
selalu saja menjuarai lomba pidato di tingkat kabupaten dan juara harapan
pertama di tingkat provinsi.
Sungguh sebuah kebanggaan tersendiri bagi kedua orang tuanya.
Namun perubahan sikap terjadi kala Mujiono duduk di bangku
kelas 2 SMP.
Pada saat itu dia mengalami kejadian tidak terduga, tepatnya
ketika sedang berlangsung pelajaran olahraga. Para murid disuruh berlari
mengitari pagar keliling sekolah untuk penilaian kecepatan.
Mujiono sendiri tergolong murid yang memiliki kualitas bagus di cabang atletik, tetapi hari itu sebuah keanehan terjadi saat baru separuh lokasi mendadak Mujiono merasa kakinya sangat berat. Bukan kram atau nyeri, tapi seperti ada yang membebani.
Murid-murid lain maju mendahuluinya tanpa merasa curiga dan
ketika sampai di sebuah pohon kuweni ini dia tidak kuat lagi melangkahkan kaki.
Mujiono pun putuskan berhenti untuk beristirahat.
Suasana yang semula tenang digoyang oleh gemuruh angin yang
datang tiba-tiba. Mujiono dikagetkan dengan jatuhnya kuweni di sekitar disusul
kemudian bau busuk yang sangat menyengat.
Perasaan merinding pun ia rasakan meski suasana masih cukup
pagi.
Saat Mujiono bangkit untuk berlari kembali tiba-tiba saja
kabut pekat datang. Sungguh suatu hal yang aneh.
Mujiono semakin bergidik dan segera melangkahkan kakinya,
namun baru beberapa langkah, jantungnya seakan berhenti berdetak.
Sosok tinggi besar berbulu lebat muncul di hadapannya. Matanya
yang hitam pekat terlihat sangat jelas, sangat nyata sedang memandang tajam ke
arahnya. Sosok menyeramkan itu juga mengeluarkan suaranya yang keras, bukan
berucap, tapi meraung seperti auman hingga seketika itu pula Mujiono tumbang
tidak sadarkan diri.
Semenjak saat itulah perubahan sifat terjadi padanya. Mujiono
menjadi pemarah sehingga diluapkan dalam perkelahian.
Begitu pun dengan orang tuanya, jika memiliki permintaan dan
tidak dikabulkan maka hancurlah semua barang di rumah.
Yang menjadi buah bibir adalah tentang kemalasannya tanpa
sebab apa pun. Mujiono menjadi malas-malasan bersekolah. Setiap kali diikutkan
lomba ia bungkam dan menolak.
Saat kelas 3 SMP kelakuan Mujiono semakin menjadi. Bersama
sekelompok anak jalanan dia memilih bergerombol daripada bersekolah.
Teguran dan peringatan dari pihak sekolahan tidak diindahkan,
begitu pun dengan nasihat ayah ibunya.
Mujiono tetap memilih mengikuti kehendak hatinya sendiri.
****
“Maaf, Bu. Dua minggu lagi ujian dimulai. Sayang sekali Kalau
Mujiono sampai tidak ikut. Apalagi zaman sekarang kalau cuma hanya lulusan SD
mungkin akan kesulitan untuk masa depannya nanti,” ucap wali kelasnya Mujiono.
Beliau mendatangi rumah Mujiono demi kebaikan muridnya itu. Beliau sangat
menyayangkan jika anak cerdas seperti Mujiono tidak melanjutkan pendidikan lagi.
Kemudian wali kelasnya itu hanya menghembuskan napas berat. Dia bingung mesti berkata apa
lagi. Sudah beberapa kali dia bertemu wali murid itu demi membahas putra
satu-satunya, tapi tidak ada jalan keluar.
Mujiono sungguh sulit diatur, padahal semua permintaannya
sudah dituruti sampai-sampai ada lahan yang harus dijual demi menuruti
kemauannya.
****
Beberapa menit selepas kepulangan wali kelasnya Mujiono, Pak
Maksum datang dari kebun.
Bu Maksum segera
menjelaskan tentang apa yang dikhawatirkan sang wali kelas dan dengan terpaksa
mereka melakukan usaha terakhir, satu hal yang selama ini dihindari karena
takut ada risiko yang diterima Mujiono. Usaha itu adalah meminta bantuan dari
orang pintar.
Sebenarnya hal itu pernah dilakukan beberapa kali. Kiai dan ustaz
sudah didatangi untuk meminta doa, tapi Tuhan belum mengabulkan.
Waktu yang tinggal dua minggu itu dipergunakan Pak Maksum
sebaik-baiknya. Dia menemui beberapa orang pintar baik di kampungnya maupun di
desa lain demi sang anak agar kembali bersekolah karena akan ujian.
Di antara beberapa orang yang dituju ada satu orang yang akan
melakukan ritual di pohon kuweni di samping sekolah, dia adalah seorang yang
ahli dalam olah kebatinan, Mbah Noto namanya.
Menurutnya, ada sosok bangsa gaib yang sengaja mengganggu Mujiono.
Sosok tersebut berasal dari pohon kuweni tersebut.
****
Ritual pun dilaksanakan.
Memanglah benar meski yang lain tidak melihat, namun ada
tanda-tanda kemunculan makhluk tak kasat mata tersebut.
Tidak ada peristiwa menegangkan. Hanya saja terasa mencekam
karena Mbah Noto melakukan komunikasi dengan sosok itu. Mungkin saja ada
tawar-menawar yang mereka lakukan hingga sekitar satu setengah jam kemudian
ritual berakhir dengan pohon bergerak begitu kencang padahal pohon lain
terlihat tenang dan dia akan memberitahukan saat berada di rumah nanti.
****
Semua terdiam sampai di
rumah.
Mujiono sendiri terlihat bungkam saat ikut membaur. Tidak
biasanya ia mau diajak bercengkerama.
“Minumlah dulu sebelum kamu tidur,” ucap Mbah Noto pada Mujiono.
Diserahkannya segelas air putih yang terdapat sebuah kertas
raja di dalamnya.
Setelah Mujiono beranjak masuk ke kamar Mbah Noto menjelaskan
tentang apa yang dialami bocah itu.
Dia bertutur bahwa sosok penghuni pohon kuweni yang tidak
lain adalah sosok genderuwo telah memilih Mujiono sebagai sasarannya.
“Sosok itu telah menempelkan air liurnya Mujiono hingga kekuatannya mampu membuat satu
hal negatif yang terjadi. Hal itu sebenarnya tidak berbahaya, tapi akan membuat
orang tersebut menjadi berubah drastis.”
“Apa ada jalan keluarnya, Ki?”
Mbah Noto menjawab bahwa hal itu sulit dilakukan. “Tidak ada
yang bisa membasuh dan menghilangkan kekuatan liur genderuwo. Jadi, pada
intinya Mujiono akan seperti itu selamanya di mana pun dia berada.”
No comments:
Post a Comment