KAMANUSAN HIDUP SEJATI MELALUI SEBAB AKIBAT PART 3
PART 3
Sebisa mungkin Pak Maksum membuatnya tenang untuk saat ini. Dia
tidak akan memberitahu apa yang terjadi demi menuruti ucapan dokter supaya
istrinya segera pulih dan dibawa pulang, dia akan siap menanggung risiko apa pun
nanti. Ucapan itu terlanjur terucap di saat amarah tidak terbentuk.
Di sisi lain dia membenarkan apa yang telah dilakukan,
berharap Mujiono melihat dunia luar, dan segera insaf.
“Tolong cari Mujiono, Pak. Ajak dia kemari.”
Meski selama ini Bu Maksum selalu tersakiti, namun kasih
sayangnya terhadap Mujiono tetap sama, dia tidak berharap belas budi atau hal
lain, yang diharapkan adalah Mujiono selalu berbakti pada orang tua dan
mengikuti ajaran agama dengan baik, dia yakin putranya pasti akan kembali
bersikap wajar.
****
Sementara itu.
Meski masih berada di kampung, namun Mujiono tidak peduli
dengan keadaan keluarganya.
Darah mudanya bergejolak setiap kali mengingat ucapan sang
ayah malam itu.
Rupanya alkohol tidak benar-benar masuk dalam dirinya
sehingga dengan jelas ia ingat kejadian malam itu dan dia pun memutuskan
meninggalkan kampung halaman. Dia akan mengikuti kehendak sang ayah.
Selang dua hari kemudian dilaksanakanlah keputusannya. Mujiono
benar-benar pergi tanpa pamit. Ia akan bertualang tanpa bergantung pada siapa pun.
Entah mampu bertahan atau tidak, tergantung urusannya nanti.
****
Sesampai di kota.
Mujiono kebingungan harus berbuat apa. Tidak ada seorang pun
yang ia kenal. Dia Hanya berdiam diri di sudut taman kota melihat aktivitas
anak-anak di perkotaan.
Saat beranjak Mujiono membeli minuman. Dia kebingungan
mencari dompetnya. Bukan hanya di bangku saja, dia juga mencari di sekitar. Dia
pun tersadar kalau telah kecopetan.
****
Malam panjang membuat Mujiono
kelaparan.
Dengan terpaksa dia mencari makanan di setiap tong sampah.
Sisa-sisa makanan yang masih layak ia jadikan santapan. Sedangkan
untuk minum ia mengambil air keran di sudut taman.
Itulah awal petualangan yang memprihatinkan. Dia harus mampu
bangkit untuk mengawali esok hari. Entah bagaimana caranya ia telah bertekad
berdiri di kaki sendiri, harus bisa dan harus mampu.
Ternyata mencari uang
jelas tidak mudah yang dibayangkan. Tidak ada pekerjaan yang didapat
sehingga sepanjang hari itu ia harus berbagi potong roti sisa dengan
kucing-kucing liar, mengorek setiap bagiannya untuk mengisi perut yang
kelaparan, termasuk mengambil puntung-puntung rokok.
Hal itu pun ia lakukan hampir seminggu lamanya. Sedangkan
untuk tidur dia mencari tempat yang tidak berpenghuni atau tempat yang masih
dalam masa pembangunan.
Selama seminggu itu dia juga diharuskan disiplin waktu tidur
tak sampai larut agar bisa bangun pagi, satu hal yang tidak pernah dilakukan
selama berada di kampung.
Beruntung daya tahan tubuhnya kuat sehingga Mujiono tidak
sampai terserang penyakit.
****
Mujiono terus menyusuri trotoar mencari keberuntungan di
lokasi lain.
saat diselimuti kebingungan dia melihat para pengemis dan
pengamen di lampu lalu lintas.
dengan cepat pikirannya menangkap satu pekerjaan mencari uang.
dia akan mengemis.
Mujiono memutar otaknya agar cepat mendapat uang yakni agar
orang-orang merasa kasihan padanya sehingga akan memberi uang yang banyak.
pada akhirnya Mujiono berpura-pura cacat. ia mengambil botol
air sebagai wadah uang lalu mengatur bibirnya selayak orang terserang saraf,
berjalan dengan kaki kiri diseret, begitu pun tangan kirinya, setiap jari
dibuat kaku.
Dia pun mulai aksinya.
****
Setiap kali beristirahat, Mujiono menghitung hasil yang
didapat. “Sungguh sangat lumayan hari ini.”
Dia akan makan dan minum enak juga akan membeli rokok
beberapa bungkus sebagai pengobat rindu kalau ada sekalian membeli minuman
keras. Tenggorokannya sudah rindu dengan buliran alkohol. Dia pun tersenyum
sendiri, menyesal karena kemarin-kemarin tidak melakukan pekerjaan itu.
****
Penyamaran itu
berlangsung sudah 10 hari.
Tanpa sepengetahuannya, ada seorang pemuda yang
memperhatikannya.
Dari kemarin pemuda yang duduk di sebuah kafe hanya
tersenyum-senyum kecil bila melihat tingkah Mujiono. Baginya Mujiono telah
berperan sebagai penipu ulung.
Beberapa saat kemudian muncul satu pemuda lagi yang duduk di
depannya, mungkin pria itulah yang ditunggu dari tadi.
Begitu selesai dengan urusannya pemuda itu masih duduk di
dalam kafe, sedangkan Mujiono baru saja masuk kafe setelah berganti pakaian.
Dengan percaya diri dia masuk dan duduk di dalam lalu memesan
makanan dan minuman tidak lupa juga rokok mahal yang selalu diapit di bibirnya.
“Boleh aku duduk di sini?” tanya si pemuda mendekat.
Dia pun duduk lalu memperkenalkan diri sebagai Dawok.
Pemuda itu menceritakan kalau dia memperhatikan Mujiono dari
tadi.
Setelah mengobrol beberapa saat Dawok menawarkan sebuah
pekerjaan yang mana gajinya akan membuat Mujiono menjadi kaya raya dalam waktu
singkat. Pekerjaan itu tidaklah berat, hanya sebagai kurir saja.
Mendengar penawaran itu Mujiono langsung tertarik, dan untuk
yang lebih detail maka diajaklah Mujiono ke rumah kontrakannya sekalian akan
dibelikan segala kebutuhan sehari-hari. Mujiono akan diberi satu kamar sebagai
tempat tinggalnya.
Setelah makan dengan lahap Mujiono segera ikut Dawok.
****
Sepanjang perjalanan.
Mujiono selalu bertanya tentang tawaran Dawok. Dia merasa
penasaran tentang pekerjaan yang akan dilakoni, namun Dawok menyuruhnya agar
bersabar. Semua akan dijelaskan secara rinci ketika sampai di rumah nanti.
Begitu tiba di sebuah rumah sederhana bergegas mereka masuk.
Rumah tersebut tampak tidak terawat, acak-acakan dengan bau rokok sangat
menyengat.
Menepati janjinya, Dawok memberitahu apa yang harus
dikerjakan Mujiono, yakni menjadi kurir narkoba.
“Saat ini aku butuh teman. Tenanglah. Pekerjaan ini
dilindungi oleh orang-orang berpangkat,” ucap Dawok meyakinkan.
Dawok juga menunjukkan uang di tabungannya yang terbilang
sangat banyak jumlahnya.
Iming-iming itu pun membuat Mujiono terpengaruh. Dia terus
bertanya pada Dawok tentang cara kerja dan kapan dirinya akan memulai.
****
Mujiono menikmati
hidupnya layaknya seorang raja.
Hura-hura menjadi kebiasaan yang dilakukan setiap malam. Pundi-pundi
uang terus mengalir, membuatnya mendekati banyak wanita, begitu pun dengan
malam ini, dia bersiap meninggalkan kontrakan untuk pekerjaannya.
“Jam 1 nanti kamu antar barang ke Gang Dawas. Jangan lupa, ya?”
ucap Dawok memperingatkan.
Dawok sendiri sudah mengemas beberapa barang yang baru saja
diambilnya.
Mujiono mengacungkan jempol pertanda siap.
Lantas ia bergegas menuju surga dunia kenikmatan semu yang
telah menjerumuskannya. Pikirannya sudah terkunci pada hal tidak baik. Disadari
atau tidak, dia telah menjadi budak setan.
Selepas tengah malam Mujiono merasakan ada yang aneh dalam
dirinya. Tubuhnya terasa sangat panas.
Beberapa kali dia ke kamar mandi untuk mengecek dan membasuh
dengan air, namun selalu saja terasa sangat panas.
BERSAMBUNG KE PART 4
No comments:
Post a Comment