Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

PENGHUNI RUMAH KOSONG BAGIAN 1

BAGIAN 1

Sebagai seorang desainer tata ruang, terkadang aku harus ke sana ke mari melihat lokasi yang akan ditata. Aku masih ingat seorang klien menghubungiku lewat pesan singkat untuk membicarakan tentang pembuatan kolam di rumahnya.

Beliau hanya mengatakan mempunyai lahan seluas 15 m2 dan minta dibuatkan kolam.

Setelah minta alamat rumah beliau maka aku pun segera menuju ke sana dan berharap kali ini mendapat borongan dengan harga yang sangat baik.


Tentu aku tidak sembarangan membuat desain. Dalam pengharapannya selalu aku perhitungan secara matang baik secara fungsi maupun keindahan.

****

Rumah berdesain mini malis itu tampak sangat asri.

Ada taman anggrek di samping kiri rumah, ada juga beberapa taman bonsai yang memang sangat elok dipandang mata.

Aku mengecek alamat rumah, memastikan bahwa rumah inilah yang sedang aku tuju.

Aku menekan tombol kecil di atas daun pintu.

Tidak seberapa lama seorang wanita muda keluar.

Tubuhnya tinggi semampai, lesung pipi menghias senyum dengan anggun, dan kerling mata itu seketika membuat jantungku berdesir hebat.

Seorang wanita yang sangat cantik dalam balutan hijau membuat kecantikan itu semakin memancar.

“Maaf. Dengan siapa saya berbicara?”

Bibir merah wanita itu bergerak menanyakan namaku.

Aku tentu saja gugup. Namun, harus kujawab pertanyaan itu.

“Saya Sugiarto. Maaf. Benarkah ini rumah Pak Karso? Tadi saya janji bertemu dengan beliau.”

Wanita cantik itu kembali tersenyum. Lesung pipinya terlihat jelas menambah kecantikan di wajahnya.

“Eh, iya benar. Silakan duduk dulu, Mas. Bapak baru salat.”

Setelah mempersilakan aku, si mbak kemudian masuk, sementara beberapa saat aku duduk menunggu di teras rumah tentu pikiranku masih terkagum akan kecantikan yang baru saja kulihat di depan mata.

Tidak seberapa lama kemudian seorang bapak paruh baya yang muncul dengan tersenyum tipis.

Aku lantas berdiri dan menyambut uluran tangan beliau.

Aku sudah kembali duduk ketika wanita cantik tadi kembali keluar dan membawa minuman dan beberapa stoples makanan.

Dengan senyum ramah lalu mempersilahkan aku untuk menikmati dengan yang sudah berbaris rapi di meja.

Aku hanya mengangguk.

“Itu anak saya, Mas.  Ayu,” kata beliau memperkenalkan nama anaknya.

Sesaat kemudian aku melupakan wajah Ayu yang cantik, aku berkonsentrasi untuk memahami permintaan klienku.

Setelah beberapa lama kami berdiskusi dan aku telah mempunyai gambaran apa yang menjadi maksud permintaan Pak Karso barusan.

Aku pun segera pamit untuk membuat gambar perkiraan dan estimasi biaya. Tentunya sejak saat itulah intensitas pertemuanku dengan Ayu semakin sering dan dalam setiap pertemuan dara cantik itu selalu tersenyum ramah dengan tawa yang renyah.

Dalam anganku yang melayang setinggi langit senyum itu bagai mengajakku untuk membina rumah tangga. Namun, untuk ungkapkan perasaan hati rasanya masih sangat terlalu dini, maka seiring berjalannya waktu ketika garapan kolam Pak Karso selesai aku tetap menjalin komunikasi dengan Ayu, bahkan sekali waktu aku tetap berkunjung ke rumahnya berdalih melihat kolam ikan yang kubuat.

****

Senja itu mentari hampir pulang ke peraduannya, mungkin bersiap disambut oleh kehidupan di balik bumi yang aku pijak ini.

Warna kuning kemerahan menghiasi langit yang cerah, secerah senyumku ketika mendengar dering ponsel yang berbunyi.

Aku segera mengambil ponsel dari dalam saku.

Aku yakin bahwa Ayu yang sedang menghubungiku. Namun, aku sedikit kecewa karena yang tertera di layar ternyata nama Pak Karso.

Rasa kecewa karena Ayu bukan yang menelepon terbayar karena nanti malam aku diundang makan malam ke rumah beliau.

Tentu bukan sekedar makan malam. Beliau juga mengajak beberapa rekan bisnisnya. Beliau hanya mengatakan akan ada proyek bagus buatku.

“Nanti malam habis isya bapak sendiri, tidak ada acara, akan ada beberapa tamu ingin bertemu.”

Begitulah suara beliau dari seberang sana.

Aku pun mengiyakan undangan beliau.

****

Ketika jarum jam di arlojiku berjalan semakin mendekati waktu yang diminta Pak Karso.

Bukan tentang siapa tamunya atau untuk apa aku ingin menemuinya. Namun, bayangan wajah Ayu yang cantik alasan mengapa debar itu semakin kuat terasa.

****

Puas menikmati hidangan bersama Pak Karso sekeluarga dan tiga orang tamu beliau, kami pun beranjak dari meja makan dan kembali ke ruang tamu membicarakan mengenai kesibukan kami masing-masing, hingga pada akhirnya sampailah kami pada pokok pembicaraan.

Pak Karso yang puas dengan hasil pekerjaan taman yang kubuat rupanya menarik hati ketiga tamunya. Mereka minta dibuatkan desain sekaligus penggarapan taman dan kolam, tentu yang lebih bagus dari Pak Karso.

“Kalau sudah rezeki memang tidak akan ke mana,” batinku.

Memang usaha itu seharusnya harus teguh dan sabar. Kuasailah minimal satu bidang pekerjaan dan jadilah profesional.

****

Berawal dari Pak Karso rezekiku semakin berkembang pesat. Selesai membuat satu taman dilanjut membuat taman di tempat lain.

Dalam salah kesibukan itu pada akhirnya aku memberanikan diri menyatakan perasaan kepada Ayu dan cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.

Desember 2010 merupakan awal-awal aku dan Ayu merajut kebahagiaan. Kami membangun masa depan kami, masa depan yang sudah tampak sangat indah di depan mata.

Namaku semakin dikenal orang hingga aku bisa menabung untuk membeli sebidang tanah meski tidak terlalu luas.

Tentu bapak, ibu, dan adikku merasa bangga, tidak terkecuali Ayu.

Kebahagiaan itu kurasakan hingga pada awal-awal tahun 2014 gemerlap dunia terkadang membuat orang lupa mudahnya mencari uang, kemudian lupa cara memanfaatkannya, lupa siapa yang membuatnya sukses, lupa bagaimana waktu awal dulu merintis, lupa bahwa dibalik kesuksesan itu ada orang lain yang selalu mendukung dan memohonkan doa.

Kehancuran itu berawal ketika seorang klien mengajak suatu bisnis di tengah kota dan di sanalah aku mulai mengenal minuman keras.

Mulanya aku selalu menolak. Namun, bisikan lembut untuk sekedar mencicipi akhirnya berhasil membuatku tergoda.

Memang hanya sedikit kurasakan, bahkan harus menjadi bahan tertawaan ketika dalam beberapa tenggak saja aku sudah terkapar tidak berdaya.

Pusing mual bercampur aduk menjadi satu.

Tidak hanya sekali dua kali klienku tersebut beberapa kali mengajakku kembali. Dia mengatakan kalau yang kemarin hanya perkenalan.

“Nanti kalau sudah terbiasa, 10, 20, botol pun terasa kurang. Barulah kamu disebut laki-laki!”

Benarlah bahwa ibu kejahatan adalah minuman keras.

Sekali dua kali aku memang mudah terkapar, namun setelahnya aku seperti kecanduan.

Dalam keadaan setengah mabuk itulah terkadang aku menjadi liar, bahkan bukan hanya sekali dua kali aku sering mengirim orang ke di rumah sakit.

Sikapku terhadap bapak, ibu, dan adikku juga menjadi kasar, apalagi terhadap Ayu.

Sering kali hal sepele menjadi pemicu pertengkaran lalu berakhir setelah ia memilih mengalah dan pergi.

PART 2

PART 3

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search