SUSUK KEKEBALAN SANG BROMOCORAH
SANG BROMOCORAH
Ini adalah sebuah kisah tragis seorang Bromocorah yang mati dalam keadaan setengah telanjang dan masih memegang botol minuman keras di pojok sebuah gedung bioskop tua dekat Terminal Kota Malang.
Di sekujur tubuh tampak beberapa tato yang menghiasi leher, dada, dan lengan tangan kiri, mungkin memiliki arti tersendiri dalam perjalanan hidupnya.
Keluar masuk penjara hal biasa yang dituangkan dengan mencoret-coret bagian tubuhnya.
****
Banyuwangi 1979.
Matahari mulai terik ketika Sunoto sampai di terminal. Lelaki berusia 53 tahun itu
merupakan seorang Bromocorah yang
menguasai beberapa lokasi keramaian di
kota dingin Banyuwangi, termasuk menjadi
penguasa terminal di tengah kota.
Mendengar namanya saja orang-orang akan merasa ketakutan. Selain kejam, Sunoto dikenal raja tega, tidak
segan-segan ia melukai siapa saja yang
melawannya meskipun seorang wanita.
Semua calo, makelar asongan, bandar dadu, pencopet, dan sopir-sopir angkutan, yang beroperasi di wilayahnya diwajibkan membayar pajak dari sebagian rezeki mereka.
Bahkan pemilik toko-tokoh yang mayoritas
warga Tionghoa juga wajib retribusi di
setiap pekan.
Tidak hanya bermodal tubuh tinggi kekar, rambut gondrong, kumis lebat, dan wajah bengis
saja, tapi banyak yang menduga kalau dia memiliki barang azimat yang ampuh.
Kakak kandungnya yang aktif sebagai anggota KKO yang sekarang adalah Marinir menjadi saksi atas ilmu yang dipelajari sang adik.
Menurutnya, Sunoto telah memasang susuk di bagian paha kanan. Susuk tersebut terbuat dari sayap hewan sejenis serangga yang bisa membuatnya memiliki kedigdayaan hingga kebal terhadap senjata tajam jenis apa pun.
Sang kakak pernah diperlihatkan kehebatan Sunoto dengan mencoba menembaknya, dan memang nyata, sang Bromocorah itu kebal timah panas.
Sunoto sosoknya mirip koboi berkacamata hitam, jaket kulit, sepatu boot, yang bertuliskan ABRI serta celana blue jeans komprang yang lagi tren pada masanya di mana masa puncak popularitas band asal Liverpool yakni the Beatles.
Sunoto menghabiskan malam di setiap akhir pekan dengan berfoya-foya, main perempuan, berjudi, dan mabuk-mabukan bersama rekan-rekan yang disebut saudara sebotol.
Seolah gemerlap dunia tidak ada habisnya, tidak lagi mengingat usia yang makin tua. Dosa hampir melanda di setiap nafasnya.
Sebenarnya dulu Sunoto adalah seorang tentara yang sering tugas di luar kota, bahkan tidak jarang tugas di luar Jawa. Kakak
kandungnya juga seorang tentara dengan
karakter dan talenta yang berbeda dengan
sang adik.
****
Sunoto kecil selalu dimanja.
Apa yang diminta harus
selalu ada, hingga sering marah-marah
kalau permintaan itu tidak tersedia. Lebih
parah lagi Sunoto ini tidak pernah mau
jika diajarkan perihal ilmu agama, dia
membangkang dan mulai tumbuh dengan
berani, melawan siapa pun termasuk orang
yang lebih tua.
Ketika menginjak remaja barulah bapaknya dinas tetap di kota kelahiran Bangorejo. Semenjak
itu mulailah diterapkan disiplin ala
militer di keluarganya. Sunoto merasa
tertekan oleh peralihan peraturan yang
selalu tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan.
Sifatnya yang berani terhadap siapa pun menuntutnya sebagai sosok yang selalu berontak.
Kedisiplinan dan watak keras sang bapak
mengakibatkan dia diusir dari rumah,
tidak diakui lagi sebagai bagian dari
keluarga.
Semenjak itulah kehidupannya berubah. Sunoto harus menuntaskan apa yang diinginkan dengan segala upaya dan mulai besar di jalan, diasuh malam mengarungi kehidupan yang keras tanpa berpikir panjang.
****
Setelah selesai
mengambil upah jatah.
Sunoto beranjak di sebuah halte di pertigaan jalan arah menuju terminal. Dia duduk melamun dengan tangan kiri menyangga kepala, sedangkan tangan kanannya masih dengan sebotol minuman keras.
Pundaknya bersandar pada tiang besi
iklan produk terkenal.
Di sana pandangan Sunoto
mengarah pada satu rumah sederhana di
seberang jalan. Dia tersenyum sendiri
ketika melihat satu keluarga
bercengkerama di teras rumah. Mereka saling melempar canda tawa penuh keakraban yang membuatnya terbuai.
Setelah itu pandangannya kosong, tidak lagi menghiraukan lalu lalang angkutan kota yang sesekali menghampiri dan menyapa.
Tidak terasa genggaman botol minuman keras yang juga merek terkenal itu jatuh dan pecah.
Dia sedang terlena memandang
matahari yang redup. Terbersih
dalam hatinya ingin memiliki keluarga
demi menutup lembaran-lembaran buram dan
mengakhiri dunia hitam. Melepas
pelan-pelan belenggu kegelapan.
Tampaknya niat itu mampu menyadarkan pikirannya yang selama ini diracun hasutan setan. Dia pun bertekad membina bahtera keluarga dan mengakhiri masa kelamnya.
****
Dari niat itu akhirnya Sunoto
pun menikah.
Pilihannya jatuh pada sosok perempuan yang ditemukan ketika larut malam di terminal yang mulai sepi dengan make-up tebal, kostum bercorak agak menor, dan aksesoris yang berlebihan. Perempuan pelacur
dengan bau alkohol yang mungkin masih
40% itu bernama Sri. Asal-usulnya tidak jelas yang pasti bukan bidadari yang tersesat di terminal. Sunoto berharap perempuan itulah yang menggiringnya dalam kebahagiaan yang mampu memberikan suasana keluarga yang harmonis dan mampu menggantikan sosok ibu yang selalu dirindukan.
****
Setahun mengarungi
bahtera rumah tangga.
Sunoto merasakan sisi indah kehidupan meski hanya rumah kontrakan dan ekonomi yang pas-pasan tapi dia mampu melalui jalur hidup yang telah dirintis.
Sayang buah hati yang dinanti tidak juga kunjung datang, dan ternyata kehidupan yang tidak mudah itu membuat jalur hidupnya kembali berbalik arah.
Semua berawal dari pergolakan rumah tangga yang tanpa sadar sebenarnya ini ujian dari yang Maha Kuasa. Perselisihan-perselisihan kecil, perekonomian yang tidak stabil, dan perselingkuhan sang istri dengan orang lain berujung dengan meninggalkan rumah tanpa izin membuat Sunoto kembali masuk ke dunia malam.
Setelah mencari Sri dan tidak
ditemukan, Sunoto kembali meniti memori
masa silam.
****
Sang Bromocorah kembali
pada jalurnya.
Dia mulai mendatangi setiap
kawasan yang pernah dikuasai, tetapi
masa kejayaan di terminal mulai terkikis
oleh kehadiran sosok muda yang lebih
garang.
Pada awal kedatangannya, semua masih tunduk pada Sunoto yang tanpa sepengetahuannya telah terjadi mufakat dari belakang.
Meski tahu memiliki kesaktian yang mumpuni, namun jiwa muda para preman terminal tetap berani melawan. Mereka mulai memberontak dan tidak menyetor pada Sunoto yang dari situ semakin lama cengkeraman kekuasaan Sunoto semakin terancam.
Ia beranggapan terkudeta oleh
preman-preman muda yang mengambil alih
semua rezim di terminal.
Demi mempertahankan harga diri, Sunoto coba merekrut orang-orang kepercayaan untuk menjadi sebuah Genk, tapi hal itu sia-sia, semua rekan memilih ikut di belakang preman muda yang dijuluki “Bedil”.
Semua telah tahu, selain lebih sakti, Bedil juga memperlakukan anak buah dengan baik.
Demi harapan mengulangi masa kejayaan menguasai segala bidang, Sunoto pun berniat menghabisi Bedil. Dia merencanakan pembunuhan itu seorang diri.
Malam semakin larut ketika Sunoto melihat sosok Bedil bersama dua pengawalnya keluar dari diskotek. Tidak sia-sia dia menunggu selama berjam-jam. Belati lipat sudah dipersiapkan di balik jaket khasnya. Sunoto pun melangkah menghampiri sasaran.
Tanpa basa-basi, dihunjamkannya belati itu pada jantung Bedil, namun Bedil mampu mengelak dan belati itu mengguncang perut bagian kiri.
Darah segar mulai mengucur ketika belati kembali dihunus.
Belum sempat kembali menghunjamkan belati untuk kedua kali, tendangan Bedil membuat Sunoto jatuh tersungkur, disusul kemudian pengeroyokan oleh 2 anak buah Bedil.
Perkelahian terjadi dan kulit Sunoto tidak tergores sedikit pun meski samurai yang dijadikan ikat pinggang itu menyabet berkali-kali, bahkan gear motor yang mengarah ke setiap bagian wajahnya tidak mampu melukai. Kedua preman muda itu menjadi ciut nyali. dengan belati siap hunjam, Sunoto bangkit hendak menerkam mereka, namun
kawanan anak buah Bedil mulai berdatangan
dari dalam diskotek.
Merasa kalah jumlah, Sunoto pun berhambur dengan cepat. Dia lipat kembali belati yang masih berlumur darah.
Sunoto yang hafal medan
memilih berlari masuk ke salah satu gang,
lalu menghilang di antara barang bekas milik
pemulung yang berserakan di pinggir tembok.
****
Malam itu suasana kota
menjadi tegang.
Anak buah Bedil berada di setiap sudut jalan dengan bermacam senjata, bahkan beberapa ada yang membawa pistol, namun penyisiran tidak membuahkan hasil. Sunoto bagikan hantu yang hilang tanpa jejak.
Sementara itu, Sunoto telah aman di satu ruang rumah Ki Suro, lelaki tua berusia mendekati 70 tahun itu tinggal di pinggiran kota. Ki Suro juga yang selama ini menggembleng dan menurunkan beberapa ilmu pada Sunoto, termasuk pula yang menyiapkan belati untuk menghabisi Bedil.
Belati itu sudah diberi ramuan dan mantra khusus. Sunoto tinggal memikirkan cara untuk menaklukkan anak buah Bedil dan kembali menguasai kejayaan.
****
Setelah 3 hari lamanya.
Dalam persembunyian, Sunoto
memutuskan untuk menghabisi Bedil di
rumah sakit. Dia berpikir dengan matinya
sang pemimpin, maka semua akan kembali
takluk di bawah genggamannya.
Menjelang tengah malam itu pun ia berangkat dengan keputusan bulat.
Sunoto berjalan tenang
melewati trotoar, tidak nampak seperti
yang diomongkan orang suasana tenang, tidak
ada satu pun anak buah Bedil yang
berjaga menyisir jalanan.
Pada akhirnya sampailah Sunoto di rumah sakit. Bergegas dia mencari informasi tentang ruangan di mana Bedil dirawat.
Setelah tahu dari petugas informasi, Sunoto beranjak naik. Dengan segala persiapan mental, dia akan mengulangi lagi kejahatan yang sama dan siap juga kembali mendekam di bui, yang terpenting adalah namanya kembali ditakuti, namun baru
beberapa langkah dia dikejutkan dengan
kedatangan TNI dan beberapa rekannya, mereka
semua adalah anak buahnya yang telah
tunduk pada Bedil.
Dengan sigap Sunoto memasukkan tangan ke dalam jaket, bersiap menggunakan belati, namun dugaannya keliru, para preman terminal itu justru meminta maaf dan memanggilnya dengan sebutan “Ketua”.
Masih dengan berdiri salah satu anak buah Sunoto terdahulu
yang bernama Rony menjelaskan, kalau
mereka akan kembali mengangkat Sunoto
seperti atasan mereka seperti dulu.
Rupanya kejadian yang mampu membuat Bedil terluka, membuat mereka berdiskusi dan siap menjadi anak buah Sunoto lagi
Kejadian malam itu membuat mereka yakin jika Sunoto masih di atas Bedil dalam banyak hal.
****
Dua tahun berselang.
Kepemimpinan Sunoto semakin
melemah, hal itu berawal ketika Ki Suro
meninggal dunia karena sakit malaria. Sejak
saat itu kehebatan Sunoto semakin berkurang.
Kakinya yang dipasang susuk juga mulai
sering kesemutan dan kram, perlahan-lahan
kesaktian yang dimiliki semakin pudar.
Bedil yang selalu mengawasi dan mencari celah untuk balas dendam pun memulai niatnya. Dia sudah tahu jika Sunoto tidak lagi sekuat dulu.
Dia juga sudah tahu titik kelemahan sang
Bromocorah tersebut.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, di tempat yang sama ketika dia ditusuk perutnya dulu, di sanalah dia menunggu Sunoto muncul. Dan ketika sosok berbadan tegap itu keluar dari diskotek, Bedil langsung menyerangnya, namun rupanya masih tidak mudah seperti yang ia bayangkan. Sunoto masihlah kuat, beberapa kali hunjam senjata tajam sama sekali tidak melukai kulitnya, sementara semua anak buah Sunoto hanya menonton saja tanpa memberikan bantuan. Mungkin mereka sudah muak dengan Sunoto yang selalu berlaku kasar pada anak buahnya.
Di saat Sunoto hendak membunuh dengan senjata dari dalam jaket, sebuah hujaman bambu runcing dari bahan bambu kuning menancap di pahanya, tepat di mana susuk kedigdayaan di pasang.
Seketika darah segar menghambur, disusul teriakan kesakitan dari mulut Sunoto.
“Akh!”
Setelah itu Bedil mengajarnya tanpa ampun.
Sunoto tersungkur
bersimbah darah.
“Akh!”
Bedil yang hendak menghabisinya langsung dicegah oleh para saksi yang menonton dan kali ini Bedil kembali menusuk paha Sunoto dengan belati. Ia memastikan jika Sunoto tidak akan mampu membalas dendam di kemudian hari.
****
Zaman telah berubah.
Sang Bromocorah yang jalan
pincang hanya jadi olok-olokan. Tidak ada lagi yang merasa takut, orang menganggapnya sampah berjalan, model pakaian compang-camping yang dikenakan membuatnya ke sana kemari tidak ada yang menghiraukan. Aroma alkohol pun keluar dari
botol minuman oplosan dari saku jaketnya, seolah-olah menjadi parfum favorit.
Tidak ada bedanya siang dan malam, semua dilalui dengan keputusasaan, hingga dalam kesendiriannya ajal Sunoto pun datang menjemput. Lelaki itu ditemukan di sudut sebuah gedung bioskop
memegang botol setengah telanjang.
“Akan di kemanakan jasad Sunoto dikebumikan.” Para warga menolak menerima jenazahnya.
Untung ada 4 orang yang bersusah payah merawat jenazah sang Bromocorah dan salah satunya adalah sahabat, saudara sebotol yang dulu sering nongkrong bersama mengobrol-obral dosa. Dia yang bertanggung jawab secara manusiawi meskipun dengan cara-cara yang jauh dari syariah Islam.
Mereka masih mau merawat dan menguburkan jasad si
Sunoto, meskipun setelahnya tetap bersantai
sambil menghisap cerutu sambil duduk
terpaku mencari angin berlalu.
Jagoan akan habis masanya serta anak buahnya.
ReplyDeletehok oh 👍🏻
Delete