ABU NAWAS MENGERJAI JIN
ABU NAWAS
Abu Nawas dari kota Baghdad terkenal dengan sifatnya yang cerdik
dan jenaka. Dengan kecerdikannya inilah ia selalu saja bisa mengatasi masalah
yang sering bikin Baginda Raja tertawa, namun di balik itu semua, Abu Nawas juga
terkenal akan kejujurannya. Kejujurannya inilah yang membuat Baginda Raja
bertambah sangat menyukainya, akan tetapi tidak semua percaya dengan kejujuran
Abu Nawas. Tidak tanggung-tanggung, mereka adalah bangsa jin. Mereka ingin
sekali menguji sampai sejauh mana kejujuran Abu Nawas.
Bangsa jin ini akhirnya sepakat akan menguji kejujurannya.
****
Keseharian Abu Nawas dalam menafkahi keluarganya adalah
mencari kayu bakar di hutan dengan bermodal kapak andalannya. Tiap pagi ia
pergi ke hutan untuk menebang kayu lalu kayu yang ia dapatkan di bawahnya ke
pasar untuk dijual. Dari hasil penjualannya inilah uangnya ia gunakan untuk
menafkahi keluarganya.
Suatu hari saat Abu Nawas sedang berjalan menuju hutan. Kapak
yang ia biasa bawa terjatuh ke dalam jurang. Tanpa tampaknya tentu saja Abu
Nawas tidak bisa bekerja, sebab itu adalah kapak satu-satunya. Hal ini membuat
Abu Nawas merasa sedih. Terpaksa ia pun harus pulang ke rumahnya, namun saat
dalam perjalanan pulang tiba-tiba datanglah jin yang menyamar sebagai kaKek tua.
“Hai, Anak muda. Kenapa kamu terlihat murung?” tanya jin itu
berpura-pura.
“Kapak saya jatuh ke jurang, Kek. Padahal itu kapak saya
satu-satunya. Saya jadi tidak bisa bekerja,” jawab Abu Nawas dengan nada sedih.
Mendengar jawaban tersebut muncullah ide pada diri sang jin ini.
“Saat yang tepat untuk menguji kejujurannya,” pikir jin tersebut.
“Maukah kau kubantu untuk mengambilkannya?”
“Tentu. Saya mau, tapi bagaimana caranya, Kek. Jurang itu
dalam sekali,” balas Abu Nawas.
“Kamu tak perlu tahu bagaimana caranya. Yang aku tanyakan
kamu mau enggak saya bantu mengambil kapaknya?” tanya jin itu kembali.
“Saya mau sekali, Kek,” jawab Abu Nawas.
Maka turunlah jin itu ke bawah jurang. Saat ia hendak
mengambil kapak Abu Nawas tiba-tiba terbesit dalam benak jin untuk mengambil
kapak yang lain.
Jin tersebut akan menunjukkan kapak yang terbuat dari emas. Ia
ingin tahu apa reaksi Abu Nawas.
“Wahai, Anak muda. Apakah ini kapakmu?” tanya Jin tersebut.
“Bukan itu, Kek. Kapak saya jelek,” jawab Abu Nawas.
Jin itu pun kembali turun ke jurang, dan saat ia kembali
menemui Abu Nawas ia menunjukkan kapak yang berbeda. Kali ini tampak yang akan
diperlihatkan adalah kapak yang berlapis mutiara dan intan.
“Apakah ini kapakmu wahai, Anak muda?” tanya jin tersebut.
“Itu juga bukan, Kek. Kapak saya jelek dan agak karatan,”
balas Abu Nawas.
Sejenak jin yang menyamar jadi kakek tua itu terdiam. “Dia
memang benar-benar orang yang jujur.”
Untuk ketiga kalinya
jin itu turun ke jurang dan mengambilkan kapak yang biasa Abu Nawas gunakan.
“Apakah ini kapakmu?” tanya jin tersebut.
“Iya betul. Itu kapak saya. Terima kasih sudah menolongku,
Kek,” ucap Abu Nawas kegirangan.
Jin tersebut sangat kagum dengan kejujuran Abu Nawas. Lalu ia
pun berkata, “Hai, Anak muda. Andaikan kamu mengaku kalau kapak emas adalah
milikmu, tentu saya akan memberikannya padamu. Meskipun saya tahu kalau kamu
berbohong,” tutur jin tersebut.
“Saya tidak mau mengambil sesuatu yang bukan hak saya, Kek.
Saya adalah orang yang selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki. Bagiku
kapak jelek Ini adalah rezeki yang luar biasa. Karena dengan kapak ini aku bisa
menafkahi keluarga aku dengan cara yang halal,” ujar Abu Nawas.
“Dalam kondisimu yang miskin ini, kamu tetap bersyukur?” tanya
jin itu heran.
“Tentu saja, Kek. Karena rasa syukur inilah yang membuatku
senantiasa bersikap jujur,” balas Abu Nawas.
Jin itu pun tersenyum mendengar penuturan Abu Nawas. “Saya
kagum sama kamu wahai, Anak muda. Karena rasa syukurmu dan kejujuranmu saya
akan hadiahkan kedua kapak ini untukmu,” kata jin tersebut.
Kemudian jin yang menyamar sebagai kakek tua pergi
meninggalkan Abu Nawas.
Sementara Abu Nawas pulang dengan membawa 3 kapak, kapak
jelek yang biasanya gunakan, kapak yang terbuat dari emas, dan kapak yang
berlapis mutiara dan intan, namun ujian yang dihadapi Abu Nawas tidak berhenti
sampai di situ.
Di hari berikutnya.
Saat ia kembali menebang pohon di hutan. Jin yang pernah menolong
Abu Nawas terus mengawasi gerak-geriknya.
“Saya akui Abu Nawas bukanlah orang yang mudah tergoda oleh harta,
tapi bukankah lelaki paling mudah tergoda bila dihadapkan dengan wanita?”
Ting!
“Aha!”
“Aku punya ide lagi untuk mengujinya,” kata jin tersebut.
Ketika Abu Nawas masih sibuk mencari kayu di hutan jin itu
segera pergi menuju rumah Abu Nawas.
Setibanya di sana jin itu mendapati Istri Abu Nawas sedang
mencuci. Tanpa pikir panjang jin itu segera menculiknya dan menyembunyikannya
di alam jin.
Beberapa lama kemudian pulanglah Abu Nawas dengan membawa
kayu yang banyak.
“Wahai, Istriku! Aku sudah pulang. Aku membawa kayu banyak
sekali!” teriak Abu Nawas kegirangan.
Berkali-kali Abu Nawas memanggil istrinya, namun tidak ada
jawaban sama sekali. Abu Nawas pun menjadi jengkel. Lalu ia mencari istrinya di
belakang, tapi istrinya tidak ada. Ia hanya mendapati tumpukan cucian yang
belum sempat diselesaikan.
“Jangan-jangan istriku jatuh sakit?” pikir Abu Nawas khawatir.
Ia segera bergegas menuju kamar, akan tetapi tidak tampak
istrinya. “Tidak ada?”
Abu Nawas menjadi panik. Ia lalu mencoba mencarinya ke
seluruh ruangan, namun tetap saja istrinya tidak ditemukan.
Kemudian Abu Nawas bertanya kepada para tetangganya, tapi
tidak ada satu pun dari mereka yang tahu.
“Kamu di mana wahai, Istriku,” ucap Abu Nawas khawatir.
Di saat ia sedang termenung di depan rumahnya, jin kembali
mendatangi Abu Nawas dengan menyamar sebagai kakek tua.
“Wahai, Anak muda. Apa yang kau pikirkan? Kenapa wajahmu
terlihat murung?” tanya jin tersebut.
“Istriku tiba-tiba hilang, Kek, dan aku tidak tahu di mana,”
jawab Abu Nawas.
“Jangan khawatir, Anak muda. Aku bisa membantumu. Aku bisa
mengembalikan istrimu,” balas jin itu.
Sejenak Abu Nawas terdiam.
“Bukankah orang ini kakek tua sakti yang tempo hari
menolongku mengambilkan kapak di jurang? Hilangnya istriku pasti perbuatan kakek
tua ini. Rupanya ia ingin kembali menguji kejujuranku,” pikir Abu Nawas.
“Anak muda, mau ditolong malah melamun. Ayo, ikut aku!”
ajaknya kepada Abu Nawas.
Abu Nawas pun menuruti ajakannya. Ia ingin tahu ujian apalagi
yang akan diberikannya.
Setelah sampai di tempat yang sepi jin itu berkata kepada, “Abu
Nawas, kamu tunggu di sini sebentar.”
Lalu tiba-tiba jin itu menghilang.
Ting!
Tak lama berselang, jin itu kembali menemui Abu Nawas.
Ting!
Ia datang bersama seorang wanita yang cantik jelita layaknya
seorang putri kerajaan.
“Hai, Anak muda. Apakah ini istrimu?” tanya jin tersebut.
Abu Nawas mengamati wanita cantik itu dari ujung kepala
sampai ujung kaki.
“Sungguh cantik dan menawan,” kata Abu Nawas dalam hati.
“Hai, Anak muda. Ditanya malah bengong. Ini istrimu bukan?”
tanya jin kembali.
Dengan sigap Abu Nawas langsung menjawab, “Benar sekali, Kek.
Itu istri saya.”
Mendengar jawaban Abu Nawas jin yang menyamar sebagai kakek
tua itu tampak marah.
“Kamu bohong! Aku tahu ini bukan istri kamu! Hanya gara-gara
wanita kamu memilih tidak jujur? Mana rasa syukurmu yang katanya membuatmu
bersikap jujur?” kata jin tersebut.
“Sabar dulu, Kek. Jangan emosi begitu.”
“Aku tahu kalau itu bukan istriku, tapi jika aku menjawab
bukan pasti Kakek akan datang lagi dengan membawa wanita yang lebih cantik, dan
bila aku kembali menjawab bukan, barulah Kakek akan membawakan istri saya yang
sebenarnya.”
“Setelah aku mengakuinya kemudian Kakek pasti akan
menghadiahkan kedua wanita cantik tersebut kepadaku.”
“Lalu aku pulang dengan membawa tiga wanita.”
“Kakek sendiri, ‘kan tahu pekerjaan saya adalah penebang kayu
di hutan? Pinggang saya sering sakit, Kek.”
“Saya tidak mungkin kuat bila harus melayani ketika istriku.”
Abu Nawas menjelaskan.
Mendengar itu, jin yang menyamar sebagai kakek tua langsung
tertawa terpingkal-pingkal.
“Ternyata kamu bukan hanya jujur, tapi juga cerdik dan lucu. Baiklah
aku kembalikan istrimu.”
Jin itu pun kemudian menghilang.
Baca cerita LGBT: Di sini
No comments:
Post a Comment