Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

PENJAGA MAKAM

 

Kehilangan pekerjaan selama krisis moneter di tahun 1998 membuat Sutrisman stres.

Sebagai perantau, selama ini dia sudah berjuang sekuat tenaga untuk mencari nafkah di ibukota, tapi dia harus menerima nasib ketika gelombang PHK membuatnya menjadi pengangguran.

Usahanya untuk mendapatkan pekerjaan baru juga tidak membuahkan hasil.

Dia pun merasa putus asa dan hanya berdiam diri di kontrakan saja.

Karena tidak ada lagi yang bisa dikerjakan maka akhirnya Sutrisman memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, dia akan menenangkan pikiran bersama keluarga di sana, dia juga akan minta saran dari kerabat juga kawan-kawan, siapa tahu ada pekerjaan yang cocok untuknya.

****

Tiba di kampung halaman.

Sutrisman langsung disambut hangat oleh istri dan putranya yang berusia 4 tahun. Merekalah yang menjadi penyemangat baginya selama ini.

Tahu keadaan sang suami yang sedang tidak baik, istrinya memberi dorongan semangat agar selalu kuat dan tidak berputus asa.

Sutrisman memeluk keluarga kecilnya dengan mata berkaca-kaca. Dia berharap segera mendapat pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup juga untuk melengkapi perabotan rumah yang baru dibangunnya tahun lalu.

****

Dua hari kemudian.

Sutrisman yang merasa suntuk pergi ke Musala untuk menenangkan diri. Musala itulah yang selalu menjadi tempat bernaung ketika hatinya sedang tidak baik.

Dia akan membaca Alquran dan akan mengenang masa kecilnya dulu selama berjamaah di Musala. Masa di mana kebahagiaan sangat utuh saat bersendawa dengan kawan-kawannya baik sebelum maupun setelah mengaji bersama. Kini masa telah berganti, Musala hanya disambangi oleh orang-orang dewasa saja, itu pun hanya beberapa orang, tidak tampak anak yang ikut.

Mungkin perubahan zaman membuat para kiai kampung mulai tersisihkan. Tidak ada lagi tausiah di Musala seperti sewaktu itu.

Anak-anak lebih ditekan ke Pondok Pesantren Modern maupun mendatangkan guru ngaji ke rumah masing-masing.

Sutrisman Berharap ada generasi penerus yang akan melanjutkan ibadah di Musala masa kecilnya itu.

Sutrisman terenyak dari lamunan. Dibuangnya puntung rokok yang hampir menyudut jemarinya ketika datang seorang warga.

Sutrisman pun mulai percakapan dengan warga, salah seorang tetangganya yang bernama Karmin.


Perbincangan selepas isya itu akhirnya menjurus masalah pekerjaan, Karmin memberitahukan kalau Mbah Tarmo juru kunci makam telah meninggal sekitar sebulan yang lalu.

“Sampai saat ini belum ada yang menggantikannya sebagai penjaga makam.”

“Baik putra maupun menantu Mbah Tarmo tidak ada yang mau melanjutkan pekerjaannya itu.”

“Mereka sudah nyaman dengan pekerjaan masing-masing.”

“Warga kampung juga tidak ada yang berminat menjadi penjaga makam.”

Dari situlah Karmin menawarkan pada Sutrisman. Siapa tahu dia berminat.

Memang selama ini sebagai penjaga makam kampung tidaklah memiliki gajian yang tetap.

Upah yang didapat adalah hasil garapan lahan desa sekitar makam saja.

Tidak heran jika ada tanaman seperti pisang ataupun randu untuk dipanen penjaga makam, sedangkan gajian yang didapat biasanya setahun sekali.

Menjelang bulan Ramadhan pihak desa akan menarik warga untuk upah penjaga makam. Tarikan itu pun tidak ditarget besarnya uang, tapi seikhlasnya saja, dan itulah yang didapat dari penjaga makam, sedangkan hasil sampingannya adalah jika menjelang hari raya biasanya seminggu sebelum Idul Fitri si penjaga makam akan selalu berada di lokasi kuburan. Kebanyakan orang-orang yang mudik atau pendatang yang nyekar akan memberi uang padanya.

Karmin lebih dulu mengingatkan agar Sutrisman jangan lupa mematikan lampu Musala kalau pulang nanti.

Sejenak Sutrisman merenungi tentang pekerjaan yang ditawarkan.

Hatinya pun memutuskan kalau dia akan menemui beberapa kawan untuk mencari pekerjaan lain dulu, jika memang benar-benar tidak ada barulah dia akan diskusikan dengan istrinya.

****

Pada awalnya hati Sutrisman berat menerima tawaran Karmin, tapi karena tidak kunjung mendapat pekerjaan juga mengingat menanggung istri dan anaknya berusia 4 tahun akhirnya dia pun minta restu sang istri dan Sutrisman pun memantapkan bekerja sebagai juru kunci makam kampung.

Dia mampu meyakinkan istrinya bahwa selain beramal bagi sesama, uang yang didapat juga penuh keberkahan, yang penting adalah ikhlas dan selalu bersyukur dengan berapa pun uang yang didapat.

Segera Sutrisman bersiap untuk menemui Karmin yang bekerja sebagai perangkat desa. Dia akan melamar pekerjaan itu.

Dengan penuh kemantapan dia buang segala keraguan demi masa depan keluarganya.

****

Setelah izin didapat, resmilah Sutrisman sebagai penjaga makam yang baru.

Rumah Sutrisman dengan makam berjarak sekitar 600 meter.

Lokasi makam juga tidak berada di tengah pemukiman seperti kota-kota, namun berada di antara lahan perkebunan pinggiran desa.

Ada rasa takut, namun dia menganggap tugasnya itu tidak sulit seperti yang diperkirakan. Sutrisman hanya perlu memastikan tidak ada orang luar yang masuk ke kawasan kuburan dan dijadikan tempat untuk berjudi atau pengamal ilmu hitam, harus memastikan tidak ada orang yang mengganggu area kuburan.

Berkaca pada penjaga makam lama yakni Mbah Tarmo maka Sutrisman akan melakukan ronda sebanyak tiga kali pada waktu siang hari dan dua kali pada waktu malam.

Rasa takut dan gemetar itu perkara biasa baginya. Setiap kali melakukan ronda malam dia selalu berzikir sambil menyorot senter ke area pemakaman dan alhamdulillah di awal tugasnya dia tidak menemui kejadian aneh dan dia menikmati bercocok tanam di tanah kosong area pemakaman yang juga sebagai penghasilannya.

****

Sebulan telah berlalu.

Meski tidak banyak uang yang didapat dari hasil bumi dan pemakaman, namun setidaknya cukup untuk kebutuhan keluarga untuk bayar listrik dan air.

Sutrisman selalu bersyukur atas apa yang didapat.

Malam ini dia bersiap dengan tanggung jawabnya, dia tidak mau jika kecolongan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Sutrisman yang ketiduran selepas isya tadi datang kemalaman.

Biasanya ronda malam dilakukan pukul 21.30 malam ini sekitar pukul 23.00.

Saat baru sampai suasana senyap.

Sesekali gonggongan anjing liar terdengar dari kejauhan, sedangkan binatang malam sudah tidak bersuara lagi.

Setelah menaruh sepeda ontelnya, Sutrisman mengeluarkan senter bertenaga 3 baterai ABC lalu mulai berjalan pelan sambil menyorot ke sekitar kuburan.

Baru beberapa langkah jantung Sutrisman terasa copot saat melihat sesuatu yang tidak biasa.

Sorot senternya terhenti pada sebuah kuburan di mana terdapat seorang perempuan sedang duduk di sana dengan baju kebaya kuno dan rambut digulung konde.

Perempuan yang membelakanginya itu duduk menghadap sebuah nisan.

Tampak pula selendang motif lurik melingkar di bahunya.

Sutrisman terus berkumat-kamit berzikir.

Meskipun janggal, namun Sutrisman berharap jika Apa yang dilihat menjelang tengah malam itu adalah seorang manusia.

Merasa ada yang memperhatikan sosok perempuan itu bangun dan bergerak meninggalkan makam tersebut. Dia berbalik lalu berjalan mengikuti sorot senter Sutrisman.

Wanita muda yang sepantar dengan Sutrisman, yakni berusia sekitar 30-an tahun itu wajahnya pucat pasti. Sama sekali tidak ada raut kehidupan di wajahnya.

Ketika berjalan melintas di sisi Sutrisman, segera Sutrisman menghentikan zikir lalu menyapanya.

Namun, tidak ada sepatah kata keluar dari mulut. Wanita itu terus berlalu begitu saja menuju semak-semak di tepi kawasan kuburan.

Dengan memberanikan diri Sutrisman mencoba mengikuti perempuan tersebut, namun dia kehilangan jejak.

Yang mengherankan tidaklah ada jalan keluar kawasan kuburan melalui semak-semak tersebut, sungguh hal yang tidak masuk akal.

Meskipun dia juga merasa takut, namun Sutrisman tetap menjalankan tugasnya.

Di malam itu ia terus berzikir dan mengarahkan pikirannya ke hal yang positif.

Senter kembali diarahkan ke segala penjuru.

Setelah dirasa aman, Sutrisman yang gagal menemui sosok perempuan itu melangkah menuju makam yang disinggahinya tadi.

Di nisan yang masih utuh Sutrisman melihat jelas tertera nama seorang perempuan. Tulisan kuno itu menunjukkan jika sudah meninggal dunia hampir 60 tahun yang lalu.

Setelah itu Sutrisman beranjak meninggalkan makam menuju pulang.

****

Masih di malam yang sama.

Pukul 02.00 dini hari. Sutrisman kembali ronda untuk yang kedua.

Itulah yang dilakukan ronda pada pukul setengah 22.00 dan pukul 02.00.

Sesuai saran pamong desa dia juga tidak harus ronda malam bila tidak ada orang yang baru meninggal, tapi malam ini masih ada makam warga yang  5 hari kemarin meninggal dunia. Jadi, dia harus melakukan ronda dua kali.

Kembali Sutrisman menghentikan langkah sambil mengucap istigfar ketika sekali lagi dia melihat perempuan yang sama, tapi kali ini sayup-sayup terdengar suaranya yang sedang menangis di pinggir makam yang sama pula.

Beberapa saat memberhentikannya, perempuan itu tiba-tiba menolehkan wajah ke arah Sutrisman.

Dalam samarnya malam dan cahaya senter kali ini wajahnya terlihat menyeramkan, tidak pucat pasi seperti semalam, tapi hancur dan penuh belatung yang berloncatan. Tampak pula giginya yang tanpa bibir.

Segera Sutrisman mematikan senter lalu berlari menuju sepedanya yang terparkir.

Sayang, dia salah arah sehingga justru masuk ke area pemakaman.

Dalam kebingungan Sutrisman dikejutkan dengan suara menggema yang meminta agar ia tidak mengganggunya.

Refleks Sutrisman mencari sumber suara.

Ketika memandang ke atas, perempuan itu sudah bertengger di atas pohon randu besar di tengah area kuburan.

Pemandangan mengerikan itu membuat Sutrisman terus berlari tanpa tujuan.

****

Sungguh apa yang terjadi bagikan sebuah mimpi.

Sutrisman meninggalkan sepedanya dan berlari mengikuti jalanan kampung.

Entah bagaimana kelanjutannya tiba-tiba Sutrisman sadar sudah berada di halaman rumah.

Saat bertanya pada istrinya, dia diberitahu kalau ditemukan dalam kondisi pingsan di depan pintu rumah.

Kejadian itu membuat hampir seminggu Sutrisman demam tinggi dan setelah dibawa ke Puskesmas sang istri memanggil seorang ustaz untuk memulihkan semangat Sutrisman .

Herannya adalah nisan yang dijumpai Sutrisman dalam keadaan utuh, lengkap dengan nama, tanggal, dan hari kematian di malam kejadian, Sutrisman tidak menjumpainya di siang hari.

Sutrisman bertemu dan diobati oleh ustaz, dia menceritakan semua lalu mengajak ustaz menyambangi makam di mana sosok tersebut berdiam diri, tapi ternyata makam itu tidak ada, hanya terdapat satu nisan yang rapuh.

Bersama sang ustaz  Sutrisman melakukan doa di sana.

Sejak kejadian itu tidak ditemui lagi hal yang menakutkan.

****

Sudah hampir 2 tahun berlalu.

Sutrisman sempat berpikir mengenai sosok perempuan itu, namun perempuan misterius itu tidak pernah muncul lagi di kawasan kuburan dan Sutrisman tetap meneruskan pekerjaan sebagai penjaga kuburan.

SELESAI

Baca cerita terbaru di Trakter! 








 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search