PERANG SAMPIT
PERANG SAMPIT
Sebuah tragedi memilukan yang pernah terjadi di Indonesia,
tepatnya di pulau Kalimantan pada tahun 2001. Tragedi ini dikenal dengan
sebutan Perang Sampit.

****
Perang Sampit atau konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan
antar etnis di Indonesia yang berawal pada Februari 2001 dan berlangsung
sepanjang tahun itu.
Konflik ini dimulai di kota Sampit di Kalimantan Tengah dan
akhirnya meluas hingga ke seluruh provinsi termasuk Ibukota Palangkaraya.
Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dengan warga
imigran Madura dari pulau Madura.
Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001. Yang
melatarbelakangi, karena adanya tidak ada kecocokan antara kedua etnis yang
menyebabkan banyak terjadinya perselisihan.

Suku Dayak sebagai penduduk yang meneruskan adat dari
Kalimantan kerap tersisihkan oleh sepak terjang orang Madura sebagai pendatang
yang sering kali dikatakan tidak menyesuaikan diri dengan bumi tempatnya
berpijak.
Suku Dayak berulang kali harus berpindah tempat karena
desakan para penebang kayu yang masuk semakin dalam ke hutan, belum lagi adanya
larangan untuk menambang di tanah asli mereka, juga berbagai sektor
perekonomian dan kehidupan yang dikuasai oleh orang Madura, juga lemahnya
penegakan hukum terhadap orang Madura yang melakukan kejahatan terhadap orang
Dayak sehingga terkesan penegakan hukum berat sebelah.
Perselisihan ini semakin memanas karena terbunuhnya seorang
warga etnis Dayak yang dibunuh oleh beberapa warga Madura.
Sebenarnya kasus ini pun sudah ditangani oleh pihak
kepolisian. Namun, karena dinilai terlalu lamban, pihak keluarga korban merasa
tidak puas dan melancarkan serangan ke rumah seorang warga yang diduga sebagai
pelaku hingga menyebabkan empat penghuni rumah tewas pada 18 Februari 2001.
Serangan itu pun menuai aksi balas dendam dari sekelompok
warga Madura. Mereka kembali mendatangi rumah seorang warga Dayak yang diduga
menyembunyikan salah satu pelaku penyerangan.
Namun, saat itu pelaku sudah berhasil diamankan oleh polisi,
tetapi warga Madura yang tak puas langsung membakar rumah juga menyerang rumah
kerabatnya.
Peristiwa inilah yang kemudian menyulut konflik yang lebih
luas antara etnis Dayak dan Madura di Kota Sampit.
Selama dua hari sejak penyerangan rumah, orang Madura
berhasil mendominasi bahkan berani melakukan sweeping terhadap
pemukiman-pemukiman warga Dayak kemudian berita ini menyebar dengan cepat di telinga orang Dayak di seluruh Kalimantan hingga membuat situasi berbalik.

Pada tanggal 20 Februari ketika sejumlah besar orang Dayak
dari luar kota berdatangan ke Kota Sampit hingga akhirnya konflik secara
terbuka pun tak dapat dielakkan.
Berbagai senjata tradisional seperti mandau, tombak, sumpit,
bahkan senjata api rakitan mereka jadikan senjata untuk melakukan perlawanan
terhadap warga etnis Madura.
Sementara itu, warga etnis Madura sendiri menggunakan celurit
dan sejumlah bom rakitan sebagai senjata tandingan.
Selama akhir Februari 2001 sekitar 500 orang Madura tewas dan
lebih dari 100.000 orang Madura yang selamat terpaksa harus mengungsi keluar
dari Sampit untuk menghindari persekusi.
Bentrokan di Sampit pun meluas hingga ke lingkup provinsi. Kerusuhan
menyebar sampai 100 Km di utara Sampit hingga sampai ke ibukota provinsi di Palangkaraya.
Di dalam beberapa Minggu pejuang-pejuang Dayak melanjutkan
kampanye pembersihan etnis Madura.
Diperkirakan 90% populasi orang Madura di provinsi itu telah
melarikan diri.
Perkiraan mengenai jumlah korban yang tewas pun berkisar dari
500 orang sampai hampir 1.300 orang yang mana sebagian besar di antaranya
adalah etnis Madura. Sebagian besar korban meninggal dari etnis Madura
dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Selama konflik itu, suku Dayak sendiri memiliki sejarah
praktik ritual perburuan kepala (Ngayau), meski praktik ini sebenarnya sudah
dihentikan melalui perjanjian pada tahun 1884.
Namun, di puncak kemurkaan mereka mempraktikkan ritual ini di
dalam Perang Sampit.
****
Pemandangan hari itu, di jalan-jalan sangat mengerikan. Jenazah
bergelimpangan di mana-mana, kepala-kepala manusia ditancapkan di ujung tombak
dan diarak.
Jalanan basah oleh darah dan bergelimpangan mayat. Kepala-kepala
itu diangkat dan dibawa keliling daerah dan beberapa lagi dibiarkan
menggelinding di jalanan.
Konflik ini konon juga melibatkan suku-suku Dayak pedalaman
untuk berpartisipasi pula dalam peperangan yang syarat akan tujuan tersebut. Namun, suku Dayak tetaplah suku Dayak yang
mengetahui nilai leluhurnya.
Serangan hanya dilakukan kepada suku Madura yang berada di
jalan yang melawan. Tidak ada serangan lain. Mereka bahkan tidak menyerang suku
Madura yang berlindung di gereja atau Masjid.
Suku Madura jelas kalah jumlah dan kalah tanding saat itu. Yang
mereka hadapi adalah orang-orang yang bahkan tidak dapat dilukai dengan senjata
tajam dan mampu mendeteksi keberadaan mereka.
Pihak kepolisian tidak bisa berbuat banyak karena konflik
pecah dan tersebar secara merata di seluruh Kalimantan Tengah dan beberapa
anggota polisi pun juga merupakan keturunan suku Madura sehingga membuat mereka
juga harus ikut diungsikan.

****
Ngeri memang membayangkan situasi Sampit kala itu, terutama
akan rumor yang mengatakan jika magisnya orang-orang Dayak benar-benar terjadi sangat
nyata kala itu.
Dari Mandau yang terbang sendiri dan mengincar kepala juga
kemampuan mencium bau seseorang hingga sampai adanya rumor tentang munculnya
sosok mistis (Panglima Burung) yang menjadi mitos dan juga legenda, dipercaya
sebagai tokoh pelindung dan pemersatu suku Dayak Kalimantan dan juga mengawasi
seluruh kehidupan masyarakat Dayak.
Sosok ini akan turun sewaktu-waktu dalam bentuk seutuhnya atau
bahkan merasuki seseorang untuk menolong apabila suku Dayak sedang dalam posisi
terancam, teraniaya, atau hendak melakukan peperangan.
****
Dalam satu versi mengatakan ada sekitar 1.192 rumah yang
dibakar, 16 mobil dan 43 puluh tiga motor.
Kerusuhan Sampit di seluruh Kalimantan Tengah benar-benar
berakhir sekitar bulan Maret pertengahan dan untuk memperingati akhir konflik
itu dibuatlah perjanjian damai antar suku Dayak dengan suku Madura.
Perjanjian itu tertulis dalam sebuah buku yang berisi
beberapa persyaratan dan juga lainnya.
Selain itu untuk memperingati
perjanjian damai itu dibangun juga sebuah Tugu perdamaian di Sampit.
Sampit kini menjadi kota yang damai sejahtera dan penduduknya
juga rukun. Oleh karena itu kita tidak perlu takut untuk mengunjungi Pulau Kalimantan
karena warga etnis Dayak di sana sangat baik dan ramah kepada pendatang baru.

Yang terpenting adalah kita tidak melanggar pantangan dan
tetap taat pada norma-norma yang berlaku terlepas dari ini apa pun yang terjadi
saat itu.
Kita semua sangat berharap agar kejadian serupa tidak
terulang untuk kedua kalinya.
-End-
⚠️Baca lagi GAIRAH TERLARANG 5-Asmara Pak Mandor 👉: Klik di sini
GAIRAH TERLARANG 6 baca: Klik di sini
No comments:
Post a Comment