Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

ABU NAWAS APA WARNA ANGIN

 ABU NAWAS



Dikisahkan Baginda Raja menunjuk kawannya untuk menjabat sebagai gubernur di kota Abu Nawas, tapi sayangnya orang yang ditunjuk ini menyalahgunakan jabatannya dengan sewenang-wenang. Dia memerintahkan para prajurit untuk menangkap para sastrawan yang dianggap pintar.

Trakteer Pakde segelas kopi, ya. Biar terus semangat menulis cerita Traktir biar semangat nulis cerita kesayanganmu, Gairah Terlarang Series 8

Setelah beberapa sastrawan berhasil ditangkap, mereka dihadapkan kepada gubernur yang baru. Satu persatu di antara mereka ditanya oleh sang gubernur.

“Menurutmu saya gubernur yang adil atau zalim!”

Trakteer Pakde segelas kopi, ya. Biar terus semangat menulis ceritaTraktir biar semangat nulis cerita kesayanganmu, Gairah Terlarang Series 8

 Sastrawan pertama menjawab, “Anda, adalah gubernur yang zalim.”

Sang gubernur terperanjat dengan jawaban tersebut. “Apa alasanmu?” tanya sang gubernur.

Trakteer Pakde segelas kopi, ya. Biar terus semangat menulis cerita  Traktir biar semangat nulis cerita kesayanganmu, Gairah Terlarang Series 8

“Karena Anda, telah menangkap kami tanpa sebab!” jawab sastrawan pertama.

“Prajurit, masukkan dia ke dalam penjara! Besok dia harus dihukum mati !”titah sang gubernur.

****

Sastrawan berikutnya dipanggil dan diberi pertanyaan.

“Menurutmu saya gubernur yang adil atau zalim?” tanya sang gubernur.

“Tuanku, adalah gubernur yang adil,” jawab sastrawan kedua.

Trakteer Pakde segelas kopi, ya. Biar terus semangat menulis ceritaTraktir biar semangat nulis cerita kesayanganmu, Gairah Terlarang Series 8

“Apa alasanmu?” tanya sang gubernur kembali.

“Karena Tuanku, sangat memperhatikan rakyatnya,” jawab sastrawan tersebut.

“Kamu pembohong! Prajurit, masukkan dia ke dalam penjara! Besok dia harus dihukum mati!” titah sang gubernur.

Begitulah seterusnya, apabila dijawab adil ataupun zalim, sang gubernur tetap memberikan hukuman mati.

Kemudian beberapa sastrawan yang belum tertangkap mendatangi rumah Abu Nawas.

“Tolonglah kami, Abu Nawas. Beberapa kawan kita dijatuhi hukuman mati,” kata mereka penuh khawatir.

Abu Nawas terkejut mendengarnya. “Kenapa gubernur melakukan hal itu? Bagaimana ceritanya?” tanya Abu Nawas heran.

“Kami sendiri tidak tahu, Abu Nawas. Tanpa sebab gubernur yang baru menangkapi para sastrawan di kota kita, lalu mereka ditanya satu persatu, apakah dia gubernur yang adil atau zalim. Bila jawabannya zalim akan dihukum mati, bila jawabannya adil juga tetap akan dihukum mati,” kata mereka menjelaskan.

“Pasti gubernur sakit! Dia sudah tidak waras,” ucap Abu Nawas.

“Itulah kenapa kita ke sini, Abu Nawas. Kita mendatangimu agar kau menyelamatkan kawan-kawan kita, sebab rencananya besok kawan-kawan kita akan dihukum mati!” tutur mereka.

“Baiklah. Aku akan ke istana gubernur sekarang juga. Kalian pulanglah,” ucap Abu Nawas.

****

Maka berangkatlah Abu Nawas ke istana

Sesampainya di sana, Abu Nawas langsung menghadap sang Gubernur.

Melihat kehadiran Abu Nawas, sang Gubernur langsung emosi.

“Kenapa kau datang ke istanaku!” tanya sang gubernur.

“Saya mendengar kabar Anda, menyuruh beberapa prajurit untuk menangkapi para sastrawan pintar di kota ini, tapi kenapa aku tidak ditangkap. Saya sangat tersinggung,” jawab Abu Nawas.

Trakteer Pakde segelas kopi, ya. Biar terus semangat menulis ceritaTraktir biar semangat nulis cerita kesayanganmu, Gairah Terlarang Series 8

“Oh? Jadi kamu menganggap dirimu bagian dari mereka?” tanya sang gubernur.

“Tentu saja. Masyarakat di kota ini tahu siapa aku. Aku adalah sastrawan terpandai di kota ini,” balas Abu Nawas.

“Baiklah. Algojo, tangkap Abu Nawas dan penggal lehernya!” perintah sang Gubernur.

“Tunggu dulu! Sebelum leherku dipenggal, perintahkan algojomu agar jangan sampai merusak rambutku. Sebab aku baru saja keluar dari tukang cukur,” timpal Abu Nawas.

Mendengar itu sang Gubernur langsung tertawa. “Ha ha ha.”

“Itulah jiwa Kesatria yang aku kagumi darimu. Aku mengampunimu, Abu Nawas,” kata sang gubernur.

“Bolehkah aku meminta satu permintaan?” tanya Abu Nawas.

“Apa permintaanmu? Katakan saja,” jawab sang gubernur.

“Saya juga minta pengampunan untuk kawan-kawanku,” pinta Abu Nawas.

Sejenak sang gubernur terdiam, lalu ia berkata kepada Abu Nawas, “Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi ada syaratnya. Kamu harus bisa menjawab tiga pertanyaanku,” ujar sang gubernur.

“Baik, Tuan. Saya siap menjawabnya,” sahut Abu Nawas.

“Menurutmu aku gubernur yang adil atau zalim?” tanya sang gubernur.

“Tuan, bukan gubernur yang adil, bukan pula gubernur yang zalim. Orang-orang yang zalim itu adalah kita, sedangkan Tuan, adalah pedang keadilan yang membalas kezaliman,” jawab Abu Nawas.

“Luar biasa jawabanmu. Sungguh menakjubkan, Abu Nawas.”

“Sekarang pertanyaan kedua. Mana yang lebih bermanfaat, matahari atau bulan?” tanya sang gubernur.

“Matahari terbit di siang hari bersamaan dengan terangnya dunia, maka menurutku matahari kurang bermanfaat. Sementara bulan terbit di waktu malam yang menerangi dunia, dan menjadikannya seperti siang. Maka menurutku manfaat bulan lebih besar.”

Sang gubernur pun tertawa dengan jawaban Abu Nawas, meskipun nyeleneh tapi masuk akal.

“Baiklah, Abu Nawas. Sekarang pertanyaan yang terakhir.”

“Menurutmu, warna angin itu apa?” tanya sang gubernur.

“Warna angin itu merah, Tuan,” jawab Abu Nawas enteng.

“Apa alasanmu?” tanya sang gubernur kembali.

“Kalau kita masuk angin, lalu badan kita dikerok, pasti akan muncul warna merah pada tubuh kita. Itu menunjukkan kalau anginnya sedang keluar. Berarti warna angin adalah merah,” jawab Abu Nawas.

Untuk kedua kalinya sang gubernur dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal.

“Kamu memang cerdik, Abu Nawas. Kamu mendapatkan apa yang kau inginkan. Ternyata apa yang dikatakan Baginda Raja tentangmu memang benar, Abu Nawas,” tutur sang gubernur.

Abu Nawas spontan kaget mendengar nama Baginda Raja disebut. “Maksudnya Tuan, bagaimana?” tanya Abu Nawas penasaran.

“Sebelum aku ditugaskan kemari, Baginda Raja memberitahu saya, kalau di kota ini banyak sastrawan pintar dan di antara sastrawan yang paling cerdik adalah kamu. Saya berniat memanggil mereka untuk saya kasih hadiah tapi sebelumnya saya ingin mengerjai mereka dulu. Ternyata kamu malah datang untuk membantu mereka dan ini adalah suatu kesempatan bagi saya untuk menguji kecerdasanmu,” kata sang gubernur menjelaskan.

“Jadi hukuman mati yang Tuan, berikan hanya pura-pura?” tanya Abu Nawas kaget.

Trakteer Pakde segelas kopi, ya. Biar terus semangat menulis ceritaTraktir biar semangat nulis cerita kesayanganmu, Gairah Terlarang Series 8

“Benar, Abu Nawas. Saya hanya ingin mengerjai mereka sebelum aku memberikan hadiah kepada mereka,” jawab sang gubernur.

Abu Nawas pun terdiam sejenak. “Kurang ajar! Ternyata aku masuk ke dalam perangkapnya. Tunggu saja pembalasanku nanti,” ucap Abu Nawas dalam hati. 


Gairah Terlarang series dan semua cerita khusus dewasa segera berbayar segelas kopi di Trakteer.

Silaksn Follow Blog bagi yang belum. Jangan lupa dukung pakde, ya.

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search