KARYONO DAN PEREMPUAN PENJUAL KERIPIK
Lebaran Idul Fitri telah lewat 3 hari. Gerimis yang turun
dari malam tadi masih terus membasahi pagi.

Seperti pada musim kebanyakan, Karyono menghabiskan waktunya
dari awal lebaran dengan silaturahmi tanpa henti. Karyono memang seorang pemuda
yang terkenal suka bersosialisasi dan banyak bicara sehingga dia memiliki
banyak teman.
Di beberapa dusun tetangga ia bertemu dengan banyak orang,
membuat ia ceria.
Sudah 3 hari sejak lebaran ia bawa burung keluar dari
sangkarnya. Pagi itu dia bersiap menemui teman akrab masa sekolah dulu, mereka
telah janjian akan pergi ke Batu bersama dua teman lain.
Mereka akan menginap di vila sambil bakar-bakar ikan di sana.
Setelah usai mandi, Karyono menengok di teras rumah, apakah ada ibunya atau
tidak karena ia harus pergi secara diam-diam karena jika ibunya tahu pasti akan
melarangnya.
Tidak seperti ayahnya yang jarang berkomentar, ibunya pasti
akan beralasan kalau ada saudara lain yang akan datang dan ingin bertemu
dengannya.
Setelah memastikan jika sang ibu tidak memperhatikan kepergiannya,
ia pun segera cabut dengan motor yang baru dibeli awal Ramadhan dulu. Karyono
tidak peduli meskipun ia baru tidur pukul satu dini hari.
****

Bersama Jahir dan dua kawannya, mereka berkumpul di alun-alun
kota Malang, tepatnya di bawah pohon beringin depan Masjid Jami.
Sesaat kemudian Rakuti datang dengan motor Tiger yang cocok
dengan badannya yang besar. Setelah cukup berbasa-basi mereka putuskan untuk
memulai perjalanan ke arah Kota Baru. Jahir agak terheran melihat mata Karyono
agak sembab dan kantung mata yang hitam.
Setelah memastikan keamanan anggota, Jahir memimpin maju di
depan ditutup motor Makmur dan Karyono. Mereka berempat menuju kawasan wisata
dan menghabiskan waktu hingga sore untuk kemudian berencana menginap di Villa Songgoriti.
****

Jalan berkelok-kelok, cuaca berkabut, dan pemandangan sawah
baik di kanan kiri menemani sepanjang perjalanan. Sungguh panorama alam yang asyik
untuk dipandang.
Tibalah mereka di pemandian air panas berdampingan dengan
taman Hutan Raya Suryo, sebuah kawasan penghubung antara kota Batu dan
Mojokerto di mana para pengendara selalu ekstra hati-hati saat memasuki kawasan
itu, apalagi sering terdengar kasus kecelakaan tiap bulannya.
Mereka pun menikmati siang itu dengan berendam air panas, sesekali
saling cekikikan bercanda tentang masa lalu yang membahagiakan.
Matahari semakin redup, kabut mulai menebal, para pengunjung
mulai berniat pulang dari pemandian itu, begitu pula dengan mereka yang mulai
bersiap-siap melanjutkan perjalanan pada saat keluar gerbang pemandian.
Karyono terkejut ketika dihadang oleh penjual yang
menggendong tas berisi keripik apel. Sosoknya adalah seorang perempuan kurus
setengah baya, berambut hitam dan sebagian beruban. Dia memakai kain kebaya
lusuh dengan bawahan kain batik.
Namun, Karyono merasa enggan melihat wajah perempuan itu
karena satu matanya telah memutih yang mungkin karena katarak. Selain itu kulit
wajahnya kasar, bibirnya pecah-pecah, serta kulit di sebelah pipi kirinya ada
bercak coklat.
Karyono agak merinding juga ketika terdengar suara penjual
itu yang serak-serak basah. Perempuan itu menawarkan dagangan keripiknya dengan
penuh harap agar dibeli dengan harga yang miring.

Karyono melangkah begitu saja tanpa mengucap kata.
Terlihat penjual itu tanah sedih. Tas berisi keripik masih penuh dan Karyono tidak peduli dengan tatapan tajam perempuan tersebut.
****
Akhirnya tibalah mereka di bangunan empat tingkat beratap
limas dengan pelatarannya yang cukup luas.
Gerbang masuk terdapat dua patung Rapala, patung raksasa dalam mitologi Hindu
setinggi 1 meter itu sedang menyeringai dan melotot.
Pintu depan sangat estetik berukiran singa barong, sementara
di dalamnya ada dua kamar, satu ruang tamu dan di belakangnya ada kamar mandi
berdampingan dengan dapur toiletnya, sangat modern, ada kucuran yang bisa
disetel panas ataupun dingin.
Mereka pun masuk dan mulai menaruh barang-barang bawaan di
kamar masing-masing. Mahmud dan Rusman pergi ke teras meninggalkan kamar.
Karyono melihat interior kamar tidak ada yang ganjil di
matanya lalu ia naik ke kasur dan rebahan di ranjang yang empuk itu, tapi baru
saja terpejam beberapa detik ia kembali terbangun ketika ingat dengan ikan
bakar, langsung saja ia beranjak ke depan dan membantu teman-temannya di sana.

Ketika ikan sudah selesai dibakar mereka kembali bercanda ria
hingga Karyono pun minta izin untuk ke toilet sebentar, ia mengambil gayung di
kamar mandi dan ketika melihat cermin berbentuk oval ia merasa kalau persis
seperti cermin di kamar ibunya.
Sesaat kemudian terdengar suara ibunya melintas yang
menanyakan sedang berada di mana.
Karyono mencari sumber suara dan tidak siapa pun di dalam
kamar mandi selain ia sendiri.
Selang beberapa lama kemudian kembali terdengar jelas suara
ibunya, kali ini sang ibu meminta agar Karyono pulang karena ayahnya mengalami
sakit dada.
Perasaan Karyono semakin tidak menentu, mendadak ada
kecemasan yang ia rasakan.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti feelingnya yang sedang
tidak baik, ia akan pulang sendiri demi apa yang telah didengarnya.
Bergegas ia selesaikan urusan di kamar mandi lalu kembali
bergabung bersama kawan-kawannya.
****
Karyono merasa tidak enak hati, tetapi ia tetap ada keputusannya
meski malam telah larut. Ia berpamitan pulang dengan alasan ayahnya sedang
dalam kondisi tidak baik. Teman-temannya yang sedang asyik menikmati ikan bakar
merasa heran, tidak biasanya Karyono bersikap aneh seperti itu. Kalau memang ayahnya
sakit mengapa dia setuju mengikuti rencana ke vila?
Sebagai tanda setia kawan justru bersama dua kawannya akan
ikut menemani Karyono pulang, namun Karyono meyakinkan mereka bahwa ia sudah
hafal jalan. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia akan pulang sendiri.

Karyono menyalakan motornya dan melaju meninggalkan vila. Tanpa
ia sadari ekspresi patung berubah menjadi tersenyum.
****
Waktu mendekati pukul
23.00.
Karyono mulai melaju sesuai rute yang ia ingat.
Jalan yang disusuri berupa tanjakan dan turunan persawahan
dan juga deretan rumah.
Lambat laun jalan yang ia lewati mulai gelap. Ia melewati
jalan yang semula jalan berbatako menjadi jalanan tanah liat.
Karyono melanjutkan perjalanan dengan yakin. Ia terus melaju
ke depan dengan setumpuk pikiran mulai muncul di kepalanya, pikiran tentang
ayahnya, tentang jalan yang gelap, dan entah kenapa ia pikirkan penjual keripik
yang ia jumpai ketika di Sangar tadi.
Seketika Karyono menoleh saat berkelibat bayangan hitam lewat
di samping, namun yang tampak hanya gelap saja. Bulu kuduknya mulai merinding.
Karyono terus menarik gas motornya hingga melesat melaju
kencang.
****
Sampailah ia di jembatan selebar 2 meter yang hanya muat
dilewati dua motor dari arah berlawanan. Sungai di bawahnya tidak terlalu besar,
tapi rimbun oleh pepohonan.
Di tengah jembatan itu ada lampu neon remang-remang dan Karyono
terus melaju.
Suara ban dengan lantai jembatan yang terbuat dari papan kayu
tebal sangat jelas di telinganya.
Lampu neon di tengah itu mulai bergoyang-goyang di kipas
angin sepoi. Udara mulai dingin, Karyono mulai merasakan tidak enak. Ia ingin
segera keluar dari jalan kecil yang payah dan seram tersebut ke arah jalan
besar dan pulang ke rumah.
Saat di tengah jembatan tiba-tiba wangi melati menyerang,
disusul dengan angin kencang.
Ketika tiba di ujung jembatan ia kembali melihat bayangan berkelebat
cepat, berada di sebelah kiri.
Jantungnya berdegup kencang kini.
****
Ia sedikit lega saat dari arah berlawanan terdengar suara
lonceng sepeda disusul kemudian muncullah sepeda kumbang yang dinaiki pemuda kampung
dengan sarung di lingkar bahunya, namun pemandangan mengerikan justru ia temui saat
ia menghentikan laju motor hendak bertanya. Jelas sekali kalau wajah pemuda itu
adalah tengkorak.
Perasaannya semakin tidak karuan, jantungnya juga semakin
cepat berdetak. Beberapa kali ia hampir terjatuh ketika sampai di jalan yang
mulai rusak dan bergelombang.
Meski berhati-hati karena jalanan licin, selintas ia melihat
cahaya dari kejauhan. Karyono pun merasa yakin kalau sudah dekat dengan
pemukiman, tapi anehnya hanya ada satu titik cahaya yang tampak.

Ketika sampai pada sumber cahaya, ia pun merasa tenang karena
itu adalah sebuah warung. Segera Karyono mematikan motor lalu masuk untuk
beristirahat sejenak, ia akan menenangkan pikiran sambil bertanya jalan ke arah
desanya.
“Permisi. Tolong buatkan teh manis ya, Bu.”
Si pemilik warung langsung beranjak.
Tak lama kemudian pemilik warung justru menawarkan wedang jahe.
Dari suara yang terdengar Karyono merasa tidak asing dengan
suara itu, dan benar saja, suara serak-serak basah tersebut dimiliki oleh
penjual keripik yang dijumpainya di Sangar.
Pada saat ketakutan semakin menjadi-jadi ibu itu muncul
dengan mata putih menyala dan kembali menawarkan dagangannya, tapi bungkusan
yang seharusnya berisi keripik terlihat berisi rambut dengan noda darah.
Karyono yang ketakutan langsung menggeber motornya melaju
cepat, sementara sosok penjual itu terdengar tertawa layaknya kuntilanak.
Karyono mulai panik, keringat bercucuran. Beberapa kali ia
hampir terjatuh dari motor karena menghindari batu.
Suara sosok ibu itu menjadi tambah kencang dan mengerikan di
gendang telinganya dan tidak terduga Karyono mengalami kecelakaan oleh sebuah
mobil bak terbuka yang mengangkut hasil bumi untuk dibawa ke pasar.
Seketika ia terjatuh terperosok ke selokan pinggir.
Brak!
Kepalanya terantuk kepala pembatas yang terbuat dari cor.
Dak!
Hingga meneteskan darah ke wajah.
Karyono pun menutup mata tidak sadarkan diri.
****
Di ranjang rumah sakit.
Karena terlihat kedua orang tuanya menunggu di sini dan
mereka berdua baik-baik saja, ayah yang dicemaskan juga dalam kondisi sehat, ia
memberitahukan kalau Karyono pingsan selama sehari. Sang ayah juga diberitahu
oleh Jahir tentang alasan Karyono untuk pulang di malam itu
Sang ayah memberi pesan agar Karyono tidak mengulangi lagi
perbuatannya yakni pergi tanpa pamit apalagi di hari lebaran.
Selama Idul Fitri hingga seminggu setelahnya atau lebih
tepatnya sampai lebaran ketupat alangkah lebih baik jika dipergunakan untuk
bersilaturahmi mengunjungi sanak kerabat juga Kiai dan guru-guru yang pernah
mengajarkan ilmu kebaikan.

Karyono kembali meminta maaf atas kelakuannya yang telah
meresahkan dan yang paling menyelimuti adalah tentang sosok perempuan penjual
keripik. Hal itu masih menjadi misteri hingga saat ini.
SELESAI
Baca juga cerita ini.
No comments:
Post a Comment