Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

MISTERI PENGHUNI LANTAI 3 PART 2

 PART 2


Aku sudah bersiap akan lari ketika aku melihat seorang wanita keluar dari ruangan itu, tapi pada detik itu juga aku merasa sangat lega, dalam jarak pandang yang tidak terlalu jauh kulihat Bu Intan memang sedang berdiri. Beliau terlihat melangkah keluar, melempar senyum dan bertanya. “Jadi lembur, Pak Rizki?”


Melihat senyum dan sapaan itu aku hanya mengangguk. Entah mulutku seperti terkunci untuk sekedar menjawab iya.

Bu Intan kemudian duduk di salah satu kursi dan membelakangiku. Beliau sepertinya tengah sibuk dengan sesuatu.

Aku juga tidak lagi melihat lampu di ruangan itu berkedip-kedip.

Aku yang merasa ada teman sekantor kembali fokus dengan pekerjaanku.

Beberapa berkas berisi angka-angka kembali kuketik. Dengan cermat  aku kerjakan dengan sangat hati-hati sesekali.

Aku melirik ke arah Bu Intan, beliau masih duduk membelakangiku. Rambutnya tergerai panjang hingga lebih dari sepinggang.

Tidak terasa beberapa berkas pun terselesaikan. Benar-benar pekerjaan yang menguras energi.

Memang bukan mencangkul atau suatu pekerjaan yang membutuhkan tenaga besar untuk mengerjakannya, namun karena pikiranku selalu fokus pada angka-angka itu pada akhirnya badanku pun merasa letih juga hingga saat waktu menunjukkan pukul 23.25.

Aku pun merapikan berkas-berkas yang berserakan di atas meja.

Aku harus istirahat. Bagaimanapun aku harus menjaga kondisi jangan sampai aku kembali tumbang.

“Oh, iya. Bukankah rambut Bu Intan tidak sepanjang itu?”

Kupaksakan untuk mengingat-ingat bagaimana rupa Bu Intan dan aku benar-benar yakin kalau rambut Bu Intan sepanjang bahu bukan sepanjang pinggang.

“Tidak! Rambut Bu Intan tidak sepanjang itu!”

Telurit!

Telurit!

Ponselku berdering.

Kulihat ada pesan suara masuk.

Buru-buru kubuka pesan suara.

“Halo, Pak Rizky. Maaf malam-malam mengganggu. Saya mau minta tolong, kalau Pak Rizki masih di kantor tolong ya, dilihat sebentar apakah laptop saya masih ada di atas meja atau tidak? Soalnya saya lupa. Ini di rumah saya cari-cari juga tidak ada moga-moga sih ketinggalan di kantor. Makasih ya, Pak Rizki.”

Jantungku seakan berhenti.

Aku yang masih menundukkan wajah mencoba tegar memandang ke arah depan.

Aku menahan nafas saking takutnya.

Kalau Bu Intan yang mengirim pesan, berarti wanita yang duduk itu siapa?

Keringat dingin pun seketika membanjir.

Dengan sisa-sisa keberanian yang kumiliki, mataku pun menatap ke depan.

Aku sudah siap dengan apa pun.

Kini aku benar-benar terpana, di hadapanku ternyata tidak ada seorang pun.

Wanita berambut panjang yang semula kukira Bu Intan itu sudah tidak ada lagi di sana. Lalu siapa wanita itu?

Jantungku seakan semakin berdebar kencang ketika tiba-tiba aku mendengar suara tawa seorang wanita.

“Hi hi hi.”

Memang hanya lirih, namun sangat jelas mengganggu.

Aku melompat terkejut ketika tiba-tiba saja kertas yang berada di atas meja rekan kerjaku seperti tertiup ingin, berhamburan tidak karuan.

Tanpa pikir panjang aku pun berlari keluar ruangan.

Aku bersyukur tidak terpeleset ketika turun tangga tadi. Aku harus menyesuaikan pandangan mata agar tidak menabrak meja atau benda-benda yang berada di sekitarku.

Aku benar-benar ketakutan.

Aku harus segera sampai di pos satpam.

“Mas, mau ke mana, Mas? Mas?”

Mendengar ada suara wanita menanyaiku, aku pun berteriak sambil berlari sekencang-kencangnya.

Sampai di pos satpam aku diterima dengan wajah-wajah penuh pertanyaan.

Salah seorang satpam kemudian memberikan air mineral.

Mereka memandangiku dengan rasa iba.

“Mas Rizki, aman di sini.” Salah seorang dari satpam menenangkanku sembari mengelus pundakku.

Aku berusaha mengatur nafas.

Ari itu langsung kuteguk.

Glek!

Glek!

Glek!

Aku kembali mengatur nafas sebentar kemudian aku sudah merasa lebih tenang. Meski begitu, badanku masih merasa gemetar.

Beberapa saat lamanya aku masih berada di pos satpam.

Dengan sedikit terbata-bata aku menceritakan apa yang berurusan kualami.

Dua orang satpam itu segera naik, mereka membantuku untuk melihat laptop Bu Intan yang mungkin memang tertinggal di mejanya.

Aku menunggu dengan sedikit berdebar. Sementara itu, seorang satpam tetap mencoba menenangkanku.

Tidak lama berselang kedua satpam yang di lantai tiga itu terlihat.

Sesampainya di pos dengan kompak mereka mengatakan kalau meja Bu Intan bersih, hanya ada beberapa kertas. Laptop yang ditanyakan pun tidak ada di sana.

Mendengar penjelasan kedua satpam itu buru-buru aku mengambil ponsel di saku. Maksud hati adalah membalas pesan suara yang dikirimkan tadi.

Aku mensekrol nama dilayar ponselku. Anehnya di sana aku tidak menemui adanya pesan suara dari Bu Intan.

Pesan terakhir dari beliau adalah dua hari yang lalu.

Bulu tengkukku semakin tegak berdiri.

Setelah merasa tenang aku pun berpamitan pulang. Sepeda motor jadul itu kubawa pelan-pelan.

****

Di sepanjang perjalanan pulang itu, pikiranku masih saja tertuju pada sosok wanita yang kulihat, namun aku coba menampilkan peristiwa menyeramkan yang baru saja kualami.

Kubuang jauh-jauh perasaan menakutkan tadi itu, tapi bagaimanapun sosok wanita berambut panjang itu memang benar-benar duduk di sana. Aku benar-benar melihatnya. Ia membelakangiku dan semula aku sangat yakin kalau dia adalah Bu Intan.

****

Pekerjaan untuk esok hari masih banyak. Bagaimanapun aku harus mampu menyelesaikannya.

Besok lembur, aku akan minta tolong satpam untuk menemani. Aku yakin pasti ada yang mau menemani. Tidak masalah kalau hanya sebungkus atau dua bungkus rokok setelah lembur nanti.

Aku tersenyum sendiri. Ide cemerlang kadang muncul saat kondisi sedang kepepet.

****

Benar saja, pagi itu rekan-rekan sekantor langsung tanya ini-itu.

Aku hanya menjawab singkat dan seperlunya saja. Bukan karena aku tidak mau meladeni pertanyaan-pertanyaan mereka yang seperti wartawan cari berita, tapi karena memang pekerjaan masih sangat banyak dan mereka pun memaklumi.

 “Pokoknya selepas magrib dibayar satu juta perjam pun aku gak mau. Suasana di sini kalau malam pokoknya serem,” kata salah seorang rekanku di pagi itu.

Entah maksudnya mau menakut-nakuti aku atau memang pernah mengalami kejadian menyeramkan. Aku tidak memedulikan lagi celoteh mereka. Yang kupedulikan hanya deretan angka-angka yang harus selesai begitu pun dengan merek-merek yang lain.

Bu Intan yang juga berpapasan denganku ternyata hanya diam saja.

Beliau tidak menanyakan laptopnya semalam, dan melihat rambut Bu Intan yang terurai sebatas pundak itu semakin meyakinkanku kalau yang tadi malam itu memang dedemit.

****

Seharian fokus bekerja.

Tanpa terasa hari sudah kembali sore. Mata terasa lengket karena mengantuk, dan tubuh merasa lebih lelah. Apalagi perutku benar-benar minta diisi.

Pukul 16.10 sore itu, satu persatu rekan kerjaku sudah mulai berpamitan, sementara pada akhirnya memang hanya aku yang masih bertahan.

Aku pun putuskan untuk turun dulu sembari mencari tahu satpam yang akan piket malam hari itu.

Aku benar-benar merasa lega. Aku membayangkan lembur kali ini akan berjalan tenang.

Di pos satpam itu akhirnya aku tahu kalau nanti malam ada satpam yang telah kukenal baik namanya Mas Anto dan aku putuskan orang itulah yang nanti kuajak untuk menemani lembur.

“Terus terang, Mas. Saya enggak berani kalau berlama-lama dilantai 3.”

Aku menjadi penasaran karena penolakannya itu.

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala kemudian masih mencoba untuk merayunya, namun rupanya Mas Anto benar-benar tidak mau menemaniku.

Penolakan Mas Anto semakin menguatkan prasangkaku bahwa kantor ini memang angker kalau malam hari.

Mas Gatot yang barusan datang pun dengan serta merta menolak permintaanku. Bedanya dengan Mas Anto, kali ini masih terus terang kalau ia pernah mengalami trauma ketika berada di lantai 3.

Kata Mas Gatot, di kamar mandi paling pojok, dia pernah melihat sosok pocong sedang bersandar meski penampakannya itu hanya sekilas, namun trauma itu belum juga hilang hingga sekarang.

BERSAMBUNG KE PART 3

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search