Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

MISTERI PENGHUNI LANTAI 3 PART 1

 PART 1


Aku baru saja akan memulai pekerjaan ketika Bu Manajer memanggilku ke ruangannya, seketika itu pula jantungku berdetak lebih cepat.

“Jangan-jangan aku mendapat surat peringatan, tapi aku ‘kan sakit? Bukan sengaja tidak masuk kerja.”

“Oh, iya. Memang hampir dua minggu aku tidak masuk, tapi aku juga sudah minta izin. Siapa pula yang sakit. Iya, kan?” gerutuku dalam hati.

Aku mengetuk pintu.


Tok! Tok! Tok!

Ibu Manajer mempersilakan aku duduk.


Kulihat Bu Manajer masih sibuk dengan komputernya. Jika satu atau dua menit berlalu, aku masih dibiarkan menganggur depannya, tapi tidak apalah, aku mencuri-curi kesempatan untuk memandangi wajah manajerku itu. Ia berkacamata, tapi harus aku akui meski terkesan galak, ia benar-benar cantik.

“Jadi begini, Pak Rizky. Saya lihat masih ada beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan sama sekali. Jadi saya panggil Pak Rizki, agar laporan bulan ini bisa terselesaikan tepat waktu. Apalagi Pak Rizki ini, ‘kan baru saja lepas training? Jadi, tolong tunjukan kalau Pak Rizki ini bisa.” Ucapan cukup panjang itu akhirnya keluar dari bibir mungilnya.

“Saya harap Laporan sudah selesai dalam tiga hari ke depan ya, Pak. Ini berkaitan dengan penilaian kerja karyawan juga soalnya.”

Setelah dilanjutkan dengan beberapa penjelasan lain, aku pun segera berpamitan dan undur diri dan memang tidak ada waktu lagi untuk bersantai, aku harus segera menyelesaikan semua laporan yang belum kerjakan.

Aku melangkah kembali ke meja kerjaku, meski begitu aku masih bisa merasakan lega, ternyata bukan surat peringatan seperti prasangkaku barusan.

Aku tidak begitu menanggapi pertanyaan demi pertanyaan rekan kerjaku. Aku hanya menjawab “Deadline 3 hari.”

Kebanyakan dari mereka memberi saran untuk pulang saja. Pekerjaanku disuruh dikerjakan di rumah.

Aku hanya mengiyakan saja. Mereka tidak tahu kalau laptop baru saja kujual.

Namanya juga sedang butuh, apa yang bisa dijual ya, kujual.

Dalam hati aku sedikit menyesal telah menjual laptop itu karena saat ini barang-barang itu sangat kubutuhkan.

Dari pada banyak mengeluh dan justru memakan waktu, aku pun segera berkonsentrasi mengerjakan pekerjaan yang sudah menumpuk.

****

Hari itu aku hanya berhenti bekerja ketika harus ke kamar mandi atau keperluan makan dan salat, selebihnya aku benar-benar tidak memedulikan hal lain. Sesekali saja aku harus mulai untuk meluruskan punggung yang terasa tertekuk.

Aku sedikit terkejut dengan bunyi mesin sidik jari itu rupanya sudah pukul 16.10.

Beberapa teman sudah mendahuluiku pulang, termasuk Bu Intan yang tetap mengingatkanku agar tetap jaga kondisi. Meski harus lembur aku harap agar laporanku itu bisa selesai tepat waktu.

****

Aku tersenyum sebelum keluar ruangan untuk pulang.

Aku menoleh kanan-kiri.

Ruangan di lantai 3 itu sudah sepi, hanya terlihat kertas yang tertumpuk di meja teman-teman.

Aku sudah melangkah menuruni tangga ketika kudengar telepon berdering. Kuhentikan langkah sejenak, telepon itu terus saja berdering.

Sedikit menggerutu, aku pun kembali ke ruang kantor, “Siapa tahu memang penting,” kataku dalam hati.

“Halo, Halo Rizky di sini. Maaf, dengan siapa?” tanyaku kepada orang di telepon.

Kutunggu jawaban dari seberang sana, tetapi sekian detik berlalu tidak ada satu pun kata kudengar.

Telepon kututup kembali, tetapi lagi-lagi telepon itu berdering.

Aku kembali mengangkatnya.

“Halo, Mas.” Sebuah suara lembut seorang perempuan menjawab.

“Oh, iya. Dengan ibu atau mbak siapa ini?” tanyaku kalau-kalau memang ada yang bisa kubantu, namun hanya satu kata yang kudengar, selebihnya justru suara denging memekakkan telinga.

Buru-buru aku pun menutup telepon.

Aku tidak lagi memedulikan, biarlah, toh ini sudah jam di luar kerja.

Aku pun kembali turuni tangga dan memutuskan pulang untuk  mandi dan beristirahat sejenak.

****

Selepas salat magrib aku buru-buru starter sepeda motor.

Aku tidak ingin melewatkan waktu sedikit pun untuk segera menyelesaikan pekerjaanku.

Tiga hari adalah waktu yang teramat singkat untukku mengingat sebenarnya aku belum menguasai betul program komputer yang digunakan dalam pekerjaanku.

“Tak apalah. Sambil belajar,” pikirku.

Singkatnya aku telah kembali ke kantor.

Di depan gedung berlantai tiga itu kuparkirkan sepeda motor.

Beberapa satpam menanyakan apakah ada sesuatu yang tertinggal.

Aku menjawab, “Aku akan lembur.”

Selanjutnya mereka memang tidak mengatakan sesuatu apa pun selain dengan saling pandang antara satu dengan yang lain  seperti ada sesuatu yang mereka sembunyikan.

Aku tidak lagi memedulikan mereka. Setelah berpamitan aku pun bergegas menapaki tangga-tangga menuju lantai atas.

Aku menyusuri tangga kelak-kelok, meskipun secara garis besar hanya ada tiga lantai, tapi gedung itu memiliki ruang yang sangat banyak di tiap lantainya.

Begitu sampai di ruanganku, komputer di atas meja itu segera kunyalakan. Berkas-berkas yang menumpuk sudah menanti untuk segera kukerjakan.

Aku pun mulai berkonsentrasi.

Angka demi angka kumasukkan ke dalam program dengan sangat hati-hati, salah memasukkan satu angka saja bisa kasus pekerjaanku.

Detik demi detik kulalui.

Aku merasa waktu yang kulalui terasa sangat lambat. Kertas-kertas berisi angka-angka itu seperti tiada habisnya. Selembar selesai, lembar berikutnya menanti, meskipun dalam hati sebenarnya aku juga merasa takut karena sendirian di ruangan itu.

Ruangan dengan panjang sekitar 20 meter dan lebar 8 meter itu menjadi temanku di petang itu. Aku tidak memedulikan kursi-kursi yang berderet di sepanjang ruangan. Aku bahkan tidak memedulikan ketika lampu di ruang kerja Bu Intan berkedip-kedip.

“Fokus dan fokus. Cepat selesaikan kerjaan,” batinku.

Beberapa berkas telah selesai kukerjakan, aku sebenarnya hendak mengambil kertas berikutnya untuk kukerjakan, namun konsentrasiku seketika pecah ketika aku mendengar suara seorang tengah bercakap-cakap, suara seorang wanita.

Seketika itu pula bulu tengkuk berdiri merinding.

Aku menoleh ke sekitar ruangan, namun nyatanya aku memang  sendiri.

Suara orang bercakap itu seakan timbul tenggelam. Terkadang sangat jelas terdengar, terkadang seperti berada di tempat jauh. Kecil suara itu bahkan sesekali disertai seperti orang sedang tertawa.

Lampu yang berada di ruang Bu Intan masih berkedip-kedip.

Teretet!

Teretet!

Lampu itu terang kemudian kembali gelap. Beberapa saat kemudian terang, kembali begitu seterusnya.

Melihat pemandangan itu aku pun mulai dilanda kecemasan.

Aku lirik jam dinding yang menempel di tembok atas. Tidak terasa pukul 22.00.

Pada saat aku memalingkan muka dari jam dinding ke arah ruangan Bu Intan yang memang berada di seberangku itu, aku dibuat terkejut bukan kepalang.

Ketika lampu itu menyala terang, kulihat  seseorang duduk di meja Bu Intan.

Aku belum bisa memastikan siapa yang tengah duduk di sana.

Lampu kembali padam.

Pet!

Jarak waktu antara nyala dan padam mungkin hanya sekitar dua detik.

Teretet!

Pet!

Setelah padam lampu kembali menyala.

Teretet!

Orang yang duduk itu masih ada.

Dalam waktu hanya dua detik itu aku memperhatikan dengan lebih saksama. Aku yakin orang duduk itu adalah seorang wanita, terlihat dari rambut yang tamat tergerai.

Aku semakin merinding dibuatnya.

“Siapa wanita itu? Sedangkan aku sedari tadi hanya sendiri di dalam kantor.”

Terbawa rasa penasaran, aku beranikan diri memandang ruangan manajerku itu.

Saat lampu menyala, aku masih yakin wanita itu masih duduk di sana.

Lampu kembali padam.

Pet!

Wanita itu sudah menghilang.

Aku yang merasa curiga lantas berdiri untuk memastikannya, tetapi betapa terkejutnya aku saat di sisiku wanita itu sudah bergelantungan.

Seumur-umur aku belum pernah melihat sosok bernama makhluk halus dalam wujud apa pun, tapi kini, aku harus menerima kenyataan bahwa apa yang baru saja kulihat adalah hantu dan mungkin saja apa yang kulihat itu adalah kuntilanak.

Jantungku semakin keras berdegup, nyaliku tinggal beberapa persen saja.

BERSAMBUNG KE PART 2


Baca cerita lainnya di 👉  Sini

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search