PART 4 SANG BIDUAN
PART 4
Tidak berapa lama kemudian satu lelaki tua mendekati mereka. Dengan masih berdiri diam menatap tajam ke arah Aryani seperti ada sesuatu yang menancap di kiranya.
“Ini Aryani, Kek. Adiknya Suryati.”
“Malam ini kamu tidur dengan adikku, sekalian biar kamu kenal sama dia.” Cipto berucap mendahului kakeknya yang tidak bertanya.
“Terima kasih, Kang,” balas Aryani yang juga menatap tajam sang kakek.
Mereka bangkit meninggalkan sang kakek sendirian melangkah menuju kamar Wahyuni.
Di sana Cipto mengetuk pintu membangunkan adiknya. Setelah pintu kamar terbuka Cipto beranjak meninggalkan mereka berdua.
Sebelum masuk kamar tatapan Aryani masih sangat tajam. Tatapan itu bernada marah bercampur dendam.
****
Suara gledek yang saling terdengar di antara mendung mengubur malam dengan tetesan air hujan. Semakin lama semakin deras.
Cipto kembali terduduk di ruang tamu. Coba menghilangkan perasaan yang selalu memikirkan Aryani, tapi semakin dia mencoba melupakan semakin kuat perasaan itu mendatanginya.
Kakeknya yang juga duduk di sana memandang penuh kecemasan. Ada sesuatu yang akan diungkapkan.
Cipto.” Dia mulai berucap membangunkan kesadaran cucunya. Kemudian mulai menerangkan agar Cipto segera berwudu untuk melupakan Aryani.
“Kenapa dengan Aryani, Kek?” tanya Cipto merasa tidak terima.
Sang kakek yang seolah tahu apa yang dirasakan Cipto menggelar nafas panjang dan dia mulai bercerita agar cucunya tidak masuk terlalu dalam akan jebakan Aryani. “Aryani telah memasang susuk yang sangat langka. Susuk emas yang dipadukan dengan pelet tingkat tinggi, yakni ilmu pelet Semar Kuning sebuah ilmu sangat langka yang hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu.”
“Dulu ada satu orang yang pernah menggunakan untuk memikatku dan sangat aneh kecantikannya. Sama persis dengan Aryani,” tutur sang kakek.
Belum usai cerita tersebut tiba-tiba pintu rumah diketuk.
“Kang! Kang, Cipto!”
“Kang!” Suara Suryati terdengar gemetar.
Cipto segera membuka pintu. Suryati yang basah kuyup dan dengan muka yang tegang langsung memeluknya. Belum terjawab kebingungan Cipto dari dalam kamar adiknya terdengar suara jeritan!
Suara itu melengking sangat nyaring di sela deras hujan, segera mereka menuju kamar Wahyuni termasuk kakek dan ibunya Cipto yang terbangun.
Pintu kamar sudah terbuka lebih dulu sebelum mereka menempuhnya. Suara petir dan sabetan kilat menambah suasana makin mencekam.
****
Sesampainya di kamar.
Malam itu menjadi lebih menegangkan saat terlihat sosok perempuan memegang pisau yang berlumuran darah. Wanita dengan berpakaian era tahun 60-an itu menatap tajam ke arah Cipto. Ada sebuah isyarat dari tatapan mata itu, seakan dendam kesumat mengiringi kedatangannya dan di sampingnya Wahyuni sudah tidak bernyawa. Lehernya putus bersimbah darah, sedangkan Aryani terduduk ketakutan di sudut kamar.
Melihat hal itu seketika ibunya Cipto menjerit sekuat tenaga.
Sementara Suryati diselimuti khawatir saat melihat adiknya terus melambaikan tangan sambil Memanggil nama Cipto.
“Aku nggak mau! Tolong aku!” teriak Ariani diikuti tangisan memilukan.
Malam itu, sebelum datang ke rumah Cipto, Suryati bermimpi sangat buruk tentang kematian Cipto.
Mimpi yang sangat nyata itu memberi firasat buruk dan membawanya untuk kembali ke rumah ini. Dia pun berlari sekuat tenaga, tidak peduli dengan petir maupun hujan yang menghantamnya, berniat memberitahu Cipto tentang apa yang dilihat dalam mimpi, tapi begitu sampai kejadian itu sudah mulai datang.
Di sudut kamar, Aryani hanya melihat kakaknya dengan derai air mata. Sebelumnya dia merasa ada yang keluar dari jari tengah tangan kirinya, hingga muncul perempuan yang pernah datang lewat mimpinya. Perempuan itu muncul dengan kemarahan sambil membawa sebilah pisau karatan di tangan kanannya. Pisau itu berlumur darah setelah menebas leher Wahyuni.
Beberapa saat kemudian ibunya Cipto mendadak lari masuk dalam kamar.
Dengan masih menatap tajam ke arah Cipto perempuan itu lalu menghabisi ibunya Cipto.
Darah tercecer di mana-mana. Teriakan dan jeritan ketakutan susul-menyusul terdengar bersahutan.
“Hentikan itu! Tinggalkan kami teriak!” lantang sang kakek yang kemudian dia membaca mantra sambil mengeluarkan sebilah keris kecil dari kantong bajunya.
Sementara perempuan itu tertawa menggema disusul Cipto yang terlihat masuk dalam kamar, juga Suryati yang melihat calon suaminya itu terseret, berada di samping perempuan tersebut.
Perlahan wajah biduan itu berubah menjijikkan. Rambutnya memutih, dan dia menjadi seorang nenek-nenek.
Saat hendak menghabisi Cipto, sang kakek cepat masuk ke dalam kamar. Dia menancapkan keris itu tepat di antara dua alis wanita yang berubah menjadi nenek-nenek tadi.
Aryani menjerit histeris saat melihat itu. Suryati mendekati Aryani yang masih dalam pelukan Cipto.
Sementara itu sang kakek masih terlihat terus menancapkan keris. “Kamu harus mati! Aku sudah berjanji untuk melenyapkan seluruh keturunanmu!”
“Aku tidak mau terus bersabar menunggu! Aku kan datang untuk membunuh semua anak dan cucumu!” balas nenek dengan tubuh bergetar.
“Cukup Sutri! Tidurlah di alammu dengan tenang! Jangan ikuti iblis!” bantah sang kakek.
Seketika sang kakek mencabut keris perempuan tua itu pun jatuh tersungkur.
Sang kakek kemudian membaca mantra, dan seketika kembali menancap seluruh bagian keris ke kepala perempuan tua berwujud nenek menyeramkan.”
Perempuan tua itu berteriak lalu lenyap.
Bersama kepergiannya, Aryani kembali kesakitan. Dilepaskan pelukan Cipto. Dia merasa sekujur tubuhnya kepanasan dan perlahan wajahnya terlihat hancur seperti terbakar, diikuti munculnya sisik tipis berwarna hitam.
“Dia adalah Sutri.” Sang kakek bertutur.
“Dulu, di kelompok gambusnya dia menjadi pujaan setiap lelaki setelah memasang susuk ampuh dari gua larangan di tengah hutan.”
“Dia bersekutu dengan iblis. Dia membunuh semua lelaki yang pernah berhubungan badan dengannya.”
“Sutri yang bersekutu dengan iblis ternyata mencintaiku.”
“Dia sangat mencintaiku. Dikarenakan aku tertipu, aku tak mau bertanggungjawab atas bayi yang dikandungnya.”
“Dendam itu datang malam ini bersama cucunya Aryani yang telah menyatu dengan iblis.”
“Jika benar Sutri mengandung bayiku, maka antara kau dan keluarga Suryati masih sedarah, Cipto.” Sang kakek menutup cerita masa lalu.
Cipto menahan luka batinnya bersama gemercik air hujan. Orang-orang yang dicintainya ternyata masih keturunan darah dari masa lalu kakeknya bersama Sutri sang biduan gambus yang dipimpin oleh kakeknya pula kala itu.
Bau amis menyeruak, membuatnya berteriak sekuat tenaga, hingga dia terduduk lemas di antara mayat ibu dan adiknya.
****
28 tahun kemudian.
Sore ini Waluyo kembali ke makam orang yang disayanginya, Tampak dia ditemani oleh Sumarsih, yang tak lain anak kandung Aryani.
Ternyata waktu itu Aryani sedang hamil. Setelah kejadian itu, Aryani terganggu jiwanya, hingga setelah melahirkan dia menghabisi nyawanya dengan gantung diri.
Sementara kakeknya, di masa penghujung usia hidup dengan penuh penderitaan hidup tanpa tangan dan kaki. Mulutnya aku tidak bisa bicara, hanya makan dan minum saja yang bisa diperbuat. Mungkin di pikirannya berharap agar segera mati.
“Bu, aku minta izin untuk menikah dengan orang yang kucintai. Tersenyumlah selalu untuk kebahagiaanku,” kata Waluyo sambil mengelus nisan ibunya, Suryati.
Sejenak Waluyo mendongak ke arah Sumarsih.
“Ini makan mbokdemu dan ini makan Bu Aryani, ibumu.”
“Mereka dulu sama-sama menjadi biduan yang hebat.” Waluyo beranjak.
“Aku pengen menjadi seperti ibu. Aku ingin menjadi biduan.” balas Sumarsih.
TAMAT
Traktir Kopi

Wah menggantung. Waluyo anak suryati lalu sumarsih anak aryani. Bapaknya mereka itu cipto kah? Sedarah dong dengan suryati. Lalu waluyo sepertinya akan menikahi sumarsi juga.
ReplyDelete