PART 2 SANG BIDUAN
PART 2
"Kurangkah segalanya yang kuberikan selama ini, atau karena kamu sudah menjadi orang pandai hingga tidak memandangku lagi,” imbuh Suryati.
“Mbak sendiri yang membuatku seperti ini. Apa kamu takut jika nanti aku menjadi biduan dan akan menyaingimu Mbak!” balas Aryani.“Adikku, tolong dengar mbakyumu ini. Bukankah selama ini kita hidup itu dengan saling berbagi. Cukuplah mbakyumu ini yang menjalani pahit.”
“Kehidupan seorang biduan ....”
“Sudah cukup, Mbak! Aku bosan mendengar ocehanmu yang terus-menerus!” Aryani mengakhiri perdebatan malam itu. Dia beranjak menuju kamarnya lalu menutup pintu kamar dengan keras.
Suryati hanya memandang dengan tatapan kosong. Dihempaskan rasa lelah pada kursi kayu di ruang tamu.
Sama sekali dia tidak menyangka akan ada perseteruan panjang dengan adiknya. Dia merasa bingung, pada siapa mesti berkeluh kesah.
Sejurus kemudian dipandanginya foto hitam-putih di dinding. Ada senyum bahagia terpancar di sana. Senyumnya sekarang telah pudar kini. Dia menarik nafas panjang beberapa kali, mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi. Dia berencana meluangkan waktu untuk jalan-jalan dengan adiknya. Ia ingin menceritakan sisi lain dari seorang biduan agar Aryani kembali ke jenjang pendidikan kembali.
Suryati mengolah nafas panjang dan dia pun tertidur.
****
Keesokan harinya, Suryati dikejutkan dengan kepergian adiknya. Aryani meninggalkan rumah tanpa pamit, tanpa pesan. Dia juga membawa semua barang-barangnya tanpa tersisa.
Penuh kebingungan, Suryati segera keluar rumah. Karena masih berpakaian malam dan dengan wajah yang kusut bangun tidur, dia berniat menanyakan Aryani pada teman-temannya.
Setelah mendapat ojek, dia pun mulai berkeliling dari rumah ke rumah hingga ditemukan adiknya di rumah Asri, salah satu teman Aryani.
Di sana dia membujuk adiknya agar kembali ke rumah, tapi sayang Aryani ngotot tidak mau pulang.
“Terserah kamu, Adikku, tapi ingatlah, sayang mbak kepadamu tidak akan pernah mati.”
“Pulanglah jika kamu merindukan apa pun tentang mbakyumu.”
“Sekarang kamu sudah memilih jalan hidupmu yang selamanya aku tidak akan merestui menjadi seorang biduan,” tutur Suryati dengan nada kecewa.
Dia pun kembali pulang tanpa Aryani. Air matanya terus mengalir sepanjang perjalananmu.
****
Aryani telah menjadi seorang biduan. Dia menjadi ratu panggung di setiap penampilannya. Perlahan-lahan Suryati tergeser oleh adiknya sendiri. Dia mulai dijauhkan dalam mengisi acara-acara manggung.
Suryati mulai tersisihkan dan seiring berjalannya waktu dia tidak lagi tampil sebagai biduan.
****
Di teras rumah, dia merenung mengingat kebahagiaan masa lalu bersama adiknya. Mengingat di mana saat menjalani hidup yang sangat sulit juga teringat dengan kenangan saat menjadi seorang biduan, seorang yang dipuja banyak orang, namun penuh warna hitam di dalamnya.
Harus siap dicolek oleh pemabuk-pemabuk nakal, siap menjadi gunjingan para wanita lain, dengan goyangan yang seronok membuat para lagi hidung belang mendekat menebar rayuan, bahkan di mata mereka biduan dianggap pelacur. Mereka akan membeli biduan mana pun yang diinginkan.
Suryati membentengi diri agar tidak terjebak seperti biduan lain hingga sampai saat ia keluar dari dunia biduan dia mampu bertahan dengan prinsipnya itu.
Yang terpikir olehnya saat ini adalah Aryani yang tadinya mempunyai paras yang cantik dan bentuk tubuh yang menawan pasti semua lelaki akan mendekatinya.
“Kulonuwun!”
Suara itu membuyarkan Lamunan Suryati.
Tampak seorang pemuda seusianya berdiri di halaman rumah. Segera saja Suryati menyuruhnya masuk, namun pria itu lebih memilih duduk di teras.
Di sanalah mereka memulai perbincangan. Lelaki itu mengaku bernama Cipto yang berasal dari desa sebelah.
Suryati hendak membuatkan minum sebelum Cipto mengutarakan tujuannya, tapi pria ganteng itu menolak, dia beralasan kalau habis ngopi dari rumah kawannya.
“Jadi begini. Saya sering melihat Mbak Kumalasari.”
“Namaku Suryati, Kang. Itu cuma nama panggung saja,” sambung Suryati.
“Oh. Suryati itu nama yang bagus. Jadi begini, Mbak. Saya membuat grup Orkes Melayu dan mengharapkan Suryati mau menjadi biduanku.”
“Aku lihat sekarang Njenengan, tidak pernah tampil di acara Mintono.”
Suryati terdiam, sebentar memikirkan apa yang diutarakan oleh Cipto yang kemudian dia menerima tawaran itu.
Obrolan kembali berlanjut hingga tanpa sadar mereka mulai bercerita tentang pribadi masing-masing.
Suryati merasakan kalau Cipto sangat cepat mampu menyejukkan hatinya. Dia tahu inilah cinta yang selama ini belum ditemukan dari lelaki mana pun, tapi dia pendam perasaan itu. Dia harus bersabar menunggu waktu, jika sosok Cipto memang dikenal sebagai jodohnya pastilah ada waktu yang tepat untuk semua itu.
****
Waktu berjalan cepat. Hubungan Suryati dengan adiknya belumlah membaik. Aryani sudah hidup mapan. Dia sudah mampu membeli rumah. Kehidupannya menjadi buah bibir setiap orang karena dia sering membawa laki-laki ke rumahnya termasuk lelaki hidung belang yang sudah dihafal masyarakat.
Aryani yang diharapkan kakaknya menjadi seorang yang terpelajar dengan akhlak baik, kini terjerumus ke dalam suram kehidupan yang tidak disadarinya, dan dia melupakan kakaknya.
Suryati yang kini kembali menjadi biduan sangat terpukul dengan gunjingan orang tentang adiknya itu. Hatinya hancur.
Beberapa kali dia mencoba bicara dengan adiknya, tapi Aryani selalu berbicara kasar.
“Pergilah, Mbak! Kita punya takdir masing-masing!”
Kata-kata itu yang membuat Suryati menangis.
Meski begitu, Suryati tetap mencoba menemui dan berbicara. Dia akan terus berusaha membuat adiknya tersadar kembali pada sifat yang sangat dikenal. Rasa rindu pada Aryani tidak pernah pergi dari dalam hatinya.
Malam ini Suryati masih berada di rumah Cipto. Setelah latihan, semua pemusik dan biduan lain langsung pulang, tapi Suryati dicegah oleh Cipto.
Lelaki itu nanti yang akan mengantarnya dan hal itu membuat Suryati senang.
Perasaan cinta yang semakin tubuh membuatnya ingin selalu dekat dengan Cipto akhir-akhir ini. Dia juga sudah mulai akrab dengan adik dan ibunya Cipto. Tampaknya mereka memberi restu.
Wahyuni, adik Cipto tampak tersenyum mendekati Suryati. Dia duduk di samping Suryati yang sudah hilang rasa capeknya.
BERSAMBUNG KE PART 3
No comments:
Post a Comment