ABU NAWAS MEMBALAS BAGINDA RAJA
ABU NAWAS
Kala itu Negeri Baghdad sedang dilanda musim dingin. Apalagi
bila malam tiba, angin berembus begitu kencang sehingga hawa dingin terasa
menusuk tulang. Akibatnya suasana pada malam hari jalanan menjadi sepi tanpa
ada aktivitas sama sekali.
Sementara Baginda Raja yang sedang duduk di singgasananya
berkata kepada Panglima. “Prajurit, Dalam situasi seperti ini kamu harus tetap
waspada. Jangan sampai lengah, sebab kondisi jalanan Kota Baghdad sedang sepi. Bisa
dimanfaatkan oleh pencuri untuk melancarkan aksi jahatnya, terutama pada malam
hari!”
Sang Panglima menjawab, “Siap, Paduka Yang Mulia. Saat malam
tiba di setiap sudut-sudut jalan, saya sudah tugaskan beberapa prajurit untuk
berjaga, jadi masyarakat tak perlu khawatir rumahnya akan aman dari aksi perampokan.”
Mendengar itu Baginda Raja pun merasa lega.
“Bagus. Keamanan rakyatku harus diutamakan,” tutur Baginda
Raja.
“Siap, Paduka Yang Mulia, tapi saya ingin mengajukan
permintaan. Ini menyangkut prajurit-prajurit yang berjaga pada malam hari.”
“Mereka semua kedinginan saat bertugas. Saya ingin mereka
diberikan baju mantel yang tebal supaya mereka bisa fokus dalam tugasnya,”
minta sang panglima.
“Baiklah. Kamu minta saja sama bendahara kerajaan supaya
membelikan baju mantel buat mereka,” balas Baginda Raja.
Berbicara soal dinginnya saat malam hari terbesit ide konyol
pada diri Baginda Raja untuk menantang Abu Nawas.
“Wahai, Pengawal. Suruh Abu Nawas menghadapku sekarang!”
titah Baginda Raja.
Beberapa pengawal istana segera berangkat menuju rumah Abu
Nawas.
****
Singkat cerita.
Datanglah Abu Nawas menghadap Baginda Raja.
“Ampun, Paduka Yang Mulia. Ada gerangan apa Paduka, memanggil
hamba?” tanya Abu Nawas.
“Aku ada tantangan untukmu. Kalau kamu berhasil melakukannya,
kamu akan mendapatkan hadiah uang yang banyak,” kata Baginda Raja.
Tentu saja Abu Nawas langsung tertarik dengan tawaran Baginda
Raja. “Kalau boleh tahu tantangan apakah itu?” tanya Abu Nawas penasaran.
“Tantangannya sederhana. Kamu harus sanggup bermalam di
puncak gunung, tapi ada syaratnya, Abu Nawas. Kamu tidak boleh mengenakan baju
sehelai pun,” sahut Baginda Raja.
Sejenak Abu Nawas terdiam.
“Jangankan di puncak gunung. Di luar rumah saja cuacanya
sangat dingin,” pikir Abu Nawas, tapi karena ia sedang sangat membutuhkan uang
tawaran tersebut diterimanya.
“Baiklah, Paduka. Saya bersedia. silakan Paduka tentukan
kapan waktunya,” ucap Abu Nawas.
“Nanti malam, Abu Nawas,” balas Baginda Raja.
****
Saat menjelang malam, tiba Abu Nawas dikawal oleh beberapa
prajurit. Berjalan menuju puncak gunung.
Para prajurit ini bertugas melucuti semua pakaian Abu Nawas
dan mengawasinya agar jangan sampai Abu Nawas menyalahkan api untuk
menghangatkan tubuhnya. Sementara para prajurit yang mendampingi Abu Nawas
memakai baju mantel tebal supaya tidak kedinginan.
Saat menjalankan tantangannya Abu Nawas menghabiskan malamnya
dengan begadang tanpa tidur sedikit pun, sebab rasa dingin yang ia rasakan
sangat luar biasa sampai darah dalam nadinya terasa membeku.
Wajahnya pun kini mulai pucat menahan dinginnya malam.
Abu Nawas sempat akan menyerah, tapi segera ia tepis
keinginan tersebut demi hadiah uang yang akan ia dapatkan.
Akhirnya waktu pun sudah menunjukkan pagi, itu berarti
tantangan Abu Nawas sudah selesai dijalani.
Betapa gembiranya hati Abu Nawas karena berhasil menjalankan
tantangan tersebut.
Kemudian Abu Nawas dan para prajurit balik ke istana untuk
menghadap Baginda Raja.
Baginda Raja menjadi heran Abu Nawas bisa bertahan dan
berhasil menjalankan tantangannya.
“Hebat kau, Abu Nawas. Apa yang kau rasakan tadi malam?”
tanya Baginda Raja.
Abu Nawas pun menceritakan hal mengerikan yang menimpa
dirinya. “Saya hampir mati kedinginan, Paduka,” jelas Abu Nawas.
“Apakah di malam itu kau tidak melihat cahaya api dari jauh
maupun dekat?” tanya Baginda Raja kembali.
“Tentu saja saya melihatnya, Paduka. Saya melihat ada cahaya
obor api remang-remang dari salah satu rumah perkampungan yang berada di bawah
kaki gunung,” jawab Abu Nawas.
Mendengar itu Baginda Raja tertawa.
“Berarti kamu gagal, Abu Nawas. Pantesan saja kamu kuat bertahan.
Ternyata kamu menghangatkan tubuhmu dengan cahaya obor api itu,” ujar Baginda
Raja.
“Maksud, Paduka?” tanya Abu Nawas heran.
“Ya. Kamu gagal dan kamu tidak berhak mendapatkan hadiah,”
kata Baginda Raja menjelaskan.
Abu Nawas pun langsung marah mendengarnya, tapi ia tak berani
menunjukkan kepada Baginda Raja. Ia hanya terdiam menahan emosi. “Kurang ajar!
Aku telah ditipu,” gerutu Abu Nawas.
Abu Nawas pun terpaksa pulang tanpa membawa hadiah.
****
Sejak saat itu Abu Nawas terus memikirkan cara untuk
membalaskan perlakuan Baginda Raja.
Hingga pada suatu hari Abu Nawas mendapatkan ide yang
cemerlang.
Ting!
Ia pun segera menyusun rencananya dengan menghadap Baginda
Raja.
****
“Paduka Yang Mulia, bila Paduka berkenan saya mengundang
Paduka, untuk makan siang di rumah saya,” kata Abu Nawas.
“Benarkah itu? Masakan apa yang akan kau hidangkan?” tanya
Baginda Raja.
“Sup bebek buatan saya, Paduka,” balas Abu Nawas.
Seketika Baginda Raja langsung mengiyakan mengingat Abu Nawas
terkenal jago masak apalagi bila masakan sup bebek, lezatnya bukan main, tapi
sayangnya Abu Nawas selalu menolak manakala dirinya diminta Baginda untuk
memasak dan kali ini adalah kesempatan langka baginya untuk bisa menikmati
kembali sup bebek buatan Abu Nawas.
“Baiklah, Abu Nawas. Ayo! Kita ke rumahmu sekarang,” kata
Baginda Raja.
****
Sesampainya mereka di rumah Abu Nawas.
Di halaman rumahnya sudah disediakan meja makan dan kursi.
Baginda Raja pun duduk di situ bersama Abu Nawas sembari menunggu waktu makan
siang.
Abu Nawas menceritakan beberapa kisah jenakanya yang membuat
Baginda Raja tertawa.
“Paduka Yang Mulia, ini sudah waktunya makan siang. Saya mau
ke belakang dulu untuk memasak,” ucap Abu Nawas.
Tidak lama kemudian Abu Nawas kembali menemui Baginda Raja.
“Mana makanannya, Abu Nawas?” tanya Baginda Raja.
“Belum matang, Paduka. Tunggulah beberapa saat,” jawab Abu
Nawas.
Mereka berdua pun kembali mengobrol. Sesekali Abu Nawas masuk
ke belakang untuk menengok masakan yang dibuatnya, namun sampai waktu menjelang
sore masakan tersebut masih belum juga matang.
Baginda Raja pun mulai tak kuasa menahan rasa laparnya.
“Kenapa lama sekali, Abu Nawas. Aku sudah tidak kuat menahan
laparku,” ucap Baginda Raja.
“Sabar, Paduka. Mungkin sebentar lagi juga matang,” balas Abu
Nawas.
“Kamu dari tadi bilang seperti itu, tapi sampai sekarang
belum juga matang,” ujar Baginda Raja mulai emosi karena tak kuasa menahan rasa
lapar.
Akhirnya Baginda Raja masuk ke belakang melihat masakan sup
bebek yang sedang dibuat.
Betapa terkejutnya Baginda Raja ia melihat panci sup bebek
digantung yang jaraknya 1 meter di atas tungku api.
“Apa-apaan ini, Abu Nawas! Kamu mau mempermainkan saya? Iya!”
bentak Baginda Raja.
“Memangnya kenapa Paduka? Bukankah saya sudah memasaknya
dengan benar,” jawab Abu Nawas pura-pura tidak tahu.
“Mana mungkin sup bebeknya bisa matang! Tungku apinya saja
jauh dari panci,” balas Baginda Raja.
“Apakah Paduka lupa? Dulu waktu saya ditantang bermalam di
puncak gunung saya dinyatakan gagal karena menurut Paduka saya menghangatkan diri
dengan cahaya obor api milik warga yang ada di bawah kaki gunung? Kalau menurut
Paduka jarak sejauh itu saja bisa menghangatkan badan apalagi api yang hanya
berjarak 1 meter. Makanya saya memasak sup bebek dengan cara seperti itu. Saya
yakin Paduka pasti percaya suatu saat pasti sup bebeknya akan matang,” kata Abu
Nawas menjelaskan.
Mendengar itu Baginda Raja yang tadinya emosi menjadi tertawa.
“Cara kamu membalasnya memang cerdik, Abu Nawas,” puji
Baginda Raja.
Kemudian untuk menebus kesalahannya Baginda Raja memberikan
hadiah uang kepada Abu Nawas atas keberhasilannya sewaktu bermalam di puncak gunung.
No comments:
Post a Comment