ABU NAWAS DAN JENDERAL LUMPUH
ABU NAWAS
Idham Alimudin, dia dulunya merupakan Jenderal perang yang
sangat terkenal dan disegani. Ahli siasat perang, jago negosiasi, dan juga kaya
raya, akan tetapi karier berperangnya berakhir setelah mengalami kelumpuhan. Di
mana saat dirinya memimpin perang melawan Byzantium.
Setelah berselang lama, anak istrinya juga ikut terbunuh. Akhirnya
ia pun memilih untuk pensiun menjadi tentara.
Kini Sang Jenderal hidup seorang diri dengan kekayaan yang
berlimpah.
Meskipun sudah tua dan menderita kelumpuhan, naluri menantang
orang masih melekat pada diri Sang Jenderal, namun kali ini bukan menantang adu
kekuatan fisik melainkan kekuatan pikiran.
Rupanya ia bukan hanya ingin dikenal sebagai Jenderal perang,
tapi ia juga ingin dikenal sebagai tokoh yang paling cerdik dan pandai di kota
Baghdad. Untuk itulah ia tak segan-segan memberikan banyak hadiah bagi siapa
saja yang bisa menjawab teka-tekinya.
Sampai hari ini sudah 100 orang lebih yang dia tantang, namun
tak satu pun dari mereka yang berhasil menjawabnya.
Total pertanyaan yang diajukan Jenderal ada tiga, tapi
uniknya dari permainan sang Jendral apabila berhasil menjawab pertanyaan
pertama dan kedua, tapi gagal menjawab pertanyaan yang ketiga. Maka semua
hadiahnya dianggap menjadi gugur.
Pernah suatu kali ada orang yang menerima tantangan Sang
Jenderal, tapi pada pertanyaan yang ketiga ia gagal menjawabnya.
“Aku kesal dengan Jenderal lumpuh itu. Pertanyaan pertama dan
kedua berhasil aku jawab. Sayangnya aku tak bisa menjawab di pertanyaan yang
ketiga,” ucapnya kesal kepada kawannya.
“Memangnya apa pertanyaan yang ketiga?” tanya kawannya.
“Dia bertanya siapa malaikat yang menyiksa manusia di neraka.
Langsung saja aku jawab Malaikat Malik, tapi dia bilang jawabanku katanya salah,”
balas lelaki itu.
“Jawabanmu, ‘kan benar. Kenapa disalahkan?” tanya kawannya
heran.
“Waduh aku kira kamu pintar. Bukan itu jawabannya. Malaikat
Malik, ‘kan malaikat penjaga neraka yang menyiksa manusia itu namanya Malaikat
Zabaniah,” ujarnya menjelaskan.
****
Hari berikutnya datanglah seorang pemuda ke rumah Sang
Jenderal. Pemuda itu terkenal paling cerdik dan pandai di kampungnya. Ia
menerima tantangan Sang Jenderal untuk menjawab teka-tekinya, namun seperti
penantang-penantang lain, ia harus mengalami kegagalan.
Karena kecewa pemuda itu berkata, “Wahai, Jendral. Apakah Anda,
berani menantang Abu Nawas?”
Sang Jenderal merasa tertarik dengan tawaran tersebut.
“Wah! Ide bagus itu. Sampaikan kepada Abu Nawas. Saya ingin
menantang dia!” ucap Sang Jenderal.
Maka pergilah pemuda itu ke rumah Abu Nawas. Ia menyampaikan
tantangan debat dari Sang Jenderal.
****
Sementara Sang Jenderal menyiapkan pertanyaan yang lain dari
biasanya. Bisa dibilang kali ini teka-tekinya sangat sulit dipecahkan mengingat
reputasi Abu Nawas adalah orang yang terkenal paling cerdik di kota Baghdad. Oleh
karenanya Sang Jenderal sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam membuat
pertanyaan dan ini adalah kesempatan besar bagi Sang Jenderal untuk bisa
mengalahkan Abu Nawas.
****
Esok harinya datanglah Abu Nawas ke rumah Sang Jenderal.
Setibanya di sana, Abu Nawas langsung disambut dan dijamu
berbagai macam hidangan lezat.
“Wahai, Abu Nawas. Sebelum kita memulai permainannya mari
kita makan dulu, biar badanmu kuat, Abu Nawas,” ajak Sang Jenderal.
Singkat cerita setelah mereka berdua selesai makan Sang
Jenderal berkata begini, “Abu Nawas, saya ada tiga pertanyaan yang harus kamu
jawab dengan benar. Kalau kamu bisa menjawab semuanya saya akan memberimu
hadiah 1000 Dinar, tapi kalau kamu tidak bisa menjawabnya, sebagai hukumannya
kamu harus berpidato di depan umum dan memberitahu kepada orang-orang kalau aku
adalah pujangga paling pintar di kota Baghdad.”
Mendengar tawaran tersebut Abu Nawas langsung terperanjat.
Tanpa basa-basi ia pun langsung menerima tantangan tersebut.
“Baiklah, Abu Nawas, tapi permainan kali ini ada peraturannya,”
ucap Sang Jenderal.
“Apa itu peraturannya?”
“Banyak, Abu Nawas. Kamu harus menutup matamu dengan kain dan
kamu harus menggendongku menuju suatu tempat,” ujar Sang Jenderal.
“Baiklah. Saya setuju,” balas Abu Nawas.
Maka Abu Nawas langsung menggendong sang Jendral dengan
keadaan mata tertutup.
****
Setelah berjalan agak lama sampailah mereka di tempat
peternakan unta milik Sang Jenderal.
“Berhenti, Abu Nawas. Kita sudah sampai,” kata Sang Jenderal.
“Kita mulai dengan pertanyaan pertama.”
“Katakan padaku. Kita sedang berada di mana?” tanya Sang
Jenderal
“Apa-apaan ini? Mana mungkin saya tahu dengan keadaan mata
tertutup,” pikir Abu Nawas.
Tak lama kemudian Abu Nawas menjawab, “Kita sedang berada di
peternakan unta, Tuan Jenderal.”
Sang Jenderal sangat terkejut. Bagaimana mungkin Abu Nawas
bisa tahu padahal peternakan unta miliknya tidak sembarangan orang diizinkan
masuk.
“Baiklah, Abu Nawas. Jawabanmu benar.”
“Mari kita lanjutkan perjalanan untuk pertanyaan yang kedua.”
Mereka lalu melanjutkan perjalanan.
Sang Jenderal tetap digendong oleh Abu Nawas.
****
Satu jam kemudian.
Sang Jenderal berkata, “Berhenti, Abu Nawas. Sekarang
waktunya pertanyaan yang kedua,”
“Katakan padaku kita sedang berada di mana?” tanya Sang
Jenderal.
Sejenak Abu Nawas berpikir. “Kita berada di kebun yang indah,
Jendral. Di mana di sini terdapat sungai kecil dan di samping sungai tersebut
terdapat beberapa pohon tin dan pohon zaitun,” jawab Abu Nawas.
Sang Jenderal kembali dibuatnya kaget. Pasalnya Abu Nawas
bisa menjawab dengan tepat dan detail padahal kondisi matanya tertutup oleh
kain.
“Jangan-jangan Abu Nawas punya ilmu sihir,” pikir Sang
Jenderal.
“Dua pertanyaan sudah kamu jawab dengan benar, Abu Nawas.
Mari kita lanjutkan perjalanan untuk pertanyaan yang terakhir,” ucap Sang
Jenderal.
Kemudian Abu Nawas kembali menggendong sang Jendral berjalan
melewati padang pasir.
****
Setelah 4 jam kemudian.
Sampailah mereka di tempat pelacuran yang terletak di tengah
padang pasir.
“Berhenti, Abu Nawas. Sekarang katakan padaku kita sedang
berada di mana?” tanya Sang Jenderal.
Abu Nawas tidak langsung menjawab.
Ia berkonsentrasi penuh agar jawabannya tidak salah.
Kemudian ia berbisik kepada Sang Jenderal, “Tuan Jenderal,
ngapain kita ke tempat pelacuran? Lihatlah ada wanita telanjang di depan kita,”
ucap Abu Nawas.
Mendengar jawaban Abu Nawas, Sang Jenderal terkejut dan heran.
Bagaimana mungkin Abu Nawas bisa mengetahui dengan kondisi mata tertutup kain.
****
Karena berhasil menjawab tiga pertanyaan dengan benar, maka
sesuai kesepakatan, Abu Nawas berhak menerima hadiah dengan disaksikan Baginda
Raja dan masyarakat.
Sang Jenderal menyerahkan hadiahnya di depan istana kerajaan.
Setelah menyerahkan hadiahnya Sang Jenderal berpidato di depan
orang-orang dia menceritakan kegiatannya ketika dalam perjalanan bersama Abu
Nawas.
“Wahai, Abu Nawas. Terus terang saya heran dan tidak habis
pikir kenapa kamu bisa menjawab ketiga pertanyaanku dengan tepat padahal
kondisi matamu tertutup kain?” tanya Sang Jenderal kepada Abu Nawas dengan
suara lantang.
Abu Nawas menjawab, “Itu mudah saja, Tuan Jenderal. Ketika Tuan,
mengajukan pertanyaan pertama, kaki saya menginjak kotoran hewan dan di situ
saya juga mendengar suara unta. Dari situlah saya bisa menebak kalau saya
sedang berada di peternakan unta,” jawab Abu Nawas.
Baginda Raja dan orang-orang kagum dengan kecerdikan Abu
Nawas.
“Oh begitu ya, Abu Nawas. Lalu bagaimana kamu bisa menjawab
pertanyaanku yang kedua?” tanya Sang Jenderal melanjutkan.
“Begini, Tuan Jenderal. Meskipun mata saya tertutup tapi telinga
saya mendengar suara air sungai mengalir dan suara kicauan burung hasun
sedangkan burung hasun hanya mau memakan biji-bijian buah zaitun dan buah tin.
Pohon tin dan pohon zaitun sendiri hanya bisa tumbuh di pinggiran sungai,”
jawab Abu Nawas menjelaskan.
Mendengar jawaban Abu Nawas, Baginda Raja dan orang-orang
bertambah kagum dengan kecerdikannya.
“Saya akui kamu memang cerdik, Abu Nawas,” puji Sang Jenderal.
“Tapi bagaimana bisa kamu menjawab pertanyaan terakhir dengan
tepat?” tanya Sang Jenderal penasaran.
“Justru pertanyaan terakhir itu pertanyaan yang paling mudah,
Jenderal,” balas Abu Nawas cengengesan.
“Ketika Tuan, menyuruh saya berhenti, tiba-tiba saja saya
merasakan ular di celana tuan bergerak-gerak di punggung saya. Ndut-endutan, Tuan
Jenderal,” jawab Abu Nawas menahan tawa.
“Dari situlah saya bisa mengetahui kalau di depan saya pasti
ada wanita telanjang,” kata Abu Nawas melanjutkan.
Spontan Baginda Raja dan orang-orang yang hadir tertawa
terpingkal-pingkal mendengarnya.
Sedangkan sang Jendral hanya bisa tersenyum kecut menahan
malu.
No comments:
Post a Comment