Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

PART 2 TUMBAL SATU KELUARGA

 PART 2

“Aku sendiri tidak tahan melihat kondisi beliau sampai kemudian ayah meninggal sebelum kami membawanya ke rumah sakit,” imbuhnya.

Aku ingin berpikir kalau itu adalah takdir. Mungkin sudah waktunya bagi ayah untuk meninggalkan dunia.


Sejenak kami semua terdiam mengenang ayah yang kemudian aku kembali berbaur dengan tetangga yang masih berada di luar menyiapkan segala sesuatu untuk acara tahlilan nanti malam.

Setelah 7 harinya aku kembali pulang ke rumah.

****

Aku kembali pulang ke kampung saat acara hajatan memperingati 40 hari meninggalnya ayah.

Aku kembali ke kampung dan saat itu, di depan mataku sendiri, Waluyo mengalami sesak nafas.

Dia terlihat kesakitan dengan memegangi perutnya.

Selama beberapa menit kemudian Waluyo pun menghembuskan nafas terakhir.

Isak tangis menyusul kemudian terdengar dari istrinya.

Sesaat kemudian rumah almarhum ayah sudah ramai oleh penduduk.

Hal yang terdengar memang terjadi di luar dugaan, tapi kami semua harus menghadapi cobaan itu dengan ikhlas.

Adikku Waluyo juga berpulang tepat di 40 mendiang ayahku .

****

Empat minggu berselang.

Aku kembali mendapat telepon kalau adik keduaku yaitu Sugiman mengalami sakit.

Sebelum jatuh sakit Sugiman sedang membereskan rumah. Saat selesai Sugiman merasakan sakit di dadanya ditambah rasa sakit yang menjalar di bagian perut. Sugiman mengaku kalau lambungnya seperti diaduk-aduk.

Sugiman langsung dibawa ke dokter spesialis, dan menurut dokter penyakit yang diderita akibat bahan cat, dia tidak tahan dengan salah satu bahan dasar dari zat yang dipakai.

“Seharusnya bapak itu memakai masker saat bekerja,” ucap dokter yang kemudian adikku Sugiman dirujuk ke rumah sakit.

Akan tetapi, malang tidak dapat ditolak, beberapa hari kemudian tepat saat aku memperingati 40 hari meninggalnya Waluyo, kabar duka datang dari adik keduaku Sugiman, dia dinyatakan meninggal dunia.

Pihak dokter tidak dapat berbuat banyak saat adik keduaku itu kesakitan luar biasa  dan berakhir dengan kematian.

“Ada apa ini? Ada apa dengan keluargaku?” Pertanyaan itu menggelayut dalam pikiran.

Ada sesuatu yang tidak dapat aku cerna dengan akal sehat karena kematian beruntun kedua adikku itu.

Rasa-rasanya kesedihan datang bertubi mendera batinku. Ibarat belum kering satu kuburan, harus menggali kuburan lain.

Tentu hal itu menguras air mata, tetapi sampai sejauh ini aku tidak pernah menginginkan kenyataan bahwa yang menimpa kedua adikku adalah ilmu hitam. Aku anggap semua sudah menjadi takdir yang harus kulewati.

Memang itulah batas usia mereka dan kenyataan pahit hidup berlanjut sebelum kemudian  adikku yang paling bungsu yaitu Bambang juga dikabarkan jatuh sakit.

Karena tidak ingin kehilangan keluarga yang tinggal seorang saja, aku langsung pulang untuk memberikan pengobatan terbaik.

Aku langsung membawanya menuju rumah sakit ternama di kota meski harus mengeluarkan biaya yang tidak tanggung-tanggung jumlahnya, namun aku tidak peduli yang terpenting adalah keselamatan adikku.

Aku ingin Bambang sembuh dan kembali sehat seperti sedia kala.

Bambang menceritakan sakit yang dideritanya mendadak dialami, di mana sebelum pingsan dia merasa dada sakit dan nafasnya sesak seperti ditindih beban yang sangat berat. Celakanya rasa sakit itu menjalar ke perut.

Bambang berguling kesakitan saat lambungnya seperti diaduk oleh makhluk yang bersarang di sana hingga dia pun pingsan, dan kebetulan rumahnya dekat dengan poliklinik 24jam.  Dengan campur tangan dokter akhirnya rasa sakit itu mampu diredam.

“Apa kita bahwa saja ke orang pintar, Mas?” Istriku berucap yang membuatku terheran-heran.

Aku menanyakan, “Kenapa ada pikiran semacam itu, yang jelas-jelas melenceng dari agama jika kita mempercayai dukun.”

Perempuan yang telah memberiku cinta dan kesetiaan itu memandang jauh ke depan.

Beberapa saat kemudian dia menarik nafas dalam-dalam dan dengan penuh hati-hati dia kembali berucap kali ini tentang kejadian kematian beruntun yang menimpa keluargaku, dimulai dari adik pertamaku Waluyo, juga kedua adikku Sugiman yang semuanya diawali dengan kejadian yang sama persis.

Lebih aneh lagi kematian itu dalam jangka waktu yang sama yaitu setelah memperingati 40 puluh hari.

“Ini jelas ganjil, Mas. Kita tidak boleh kehilangan Bambang dan secepatnya kamu harus bertindak karena dua minggu lagi adalah 40 hari dari Sugiman,” ucap istriku meyakinkan.

Dari ucapan tersebut aku mulai berpikir ulang dengan semua yang telah terjadi, seperti ada yang sengaja membuat peristiwa itu berlangsung.

“Ayo, Mas!”

“Ke mana?” tanyaku.

“Kita akan mencari orang pintar itu?” imbuhku  minta pertimbangan dan disepakatilah untuk menemui Ustaz Satiran, salah seorang ustaz yang tersohor akan ilmu kebatinan yang dimiliki.

****

Rasanya sudah tidak sabar untuk mengetahui hasil penerawangan  Ustaz Satiran. Aku ingin kepastian tentang peristiwa beruntun yang menimpa keluargaku, tapi istriku melarang untuk pergi malam ini disebabkan dia mulai kontraksi sejak senja tadi dan khawatir bayi itu akan segera lahir.

BERSAMBUNG KE PART 3

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search