HADIAH DARI ALAM LAIN PART 2
PART 2
Buru-buru aku meminta waktu pada istri dan kubiarkan sebentar
ia sedikit gusar karena sepertinya ia memang sedang berkonsentrasi tinggi
mengingat lukisan itu sudah memasuki tahap akhir.
“Kamu ingat tidak sewaktu kita lari pagi beberapa hari lalu,
terus aku menyapa seseorang wanita yang mukanya itu ya, wanita yang sedang kamu
lukis ini.”
Istriku pun mengernyitkan dahi.
Ia mencoba mengingat-ingat dengan masih bersikap tenang.
“Pada kenyataannya kita tidak melihat siapa-siapa, kan?” Begitulah
jawab istriku disusul berbalik badan kembali pada pekerjaannya.
Aku hanya bisa mengangkat kedua bahu.
****
Karena lelah, kami pun tidur lebih awal malam itu.
Istriku sudah menyelesaikan lukisan pesanannya, tinggal di
bingkai lalu serah terima dengan si pemesan.
Mataku sudah hampir terkatup rapat ketika secara samar aku
mendengar suara seseorang bernyanyi.
Aku tidak bisa menangkap lagu apa yang sedang ia nyanyikan,
tapi masalahnya bukan itu. Istriku sudah terlelap di sampingku padahal kami
hanya tinggal berdua di rumah ini. Lantas siapa yang sedang bernyanyi itu?
Setelah kudengarkan dengan saksama, suara itu berasal dari
kamar kerja istriku.
Aku menoleh ke arah istriku yang sudah sangat lelap. “Percuma,”
batinku.
Dengan mata berat, namun penuh rasa penasaran, aku pun
berangsur bangkit dari ranjang, lalu mendekat ke arah sumber suara.
Benar, itu adalah suara perempuan yang sedang bernyanyi pelan
memang, tapi suaranya sangat jernih masuk ke telinga.
dengan perasaan waswas dan takut aku menuju kamar kerja
istriku.
Pintu pun terbuka.
Krekkkk.
Suasana di dalam kamar hanyalah remang-remang saja, tapi
dalam keremangan itu tiba-tiba aku melihat sekelebat orang melayang dengan
sangat cepat.
Sedetik, dua detik, aku masih terpaku di tempatku berdiri.
Sosok wanita itu terlihat menghilang masuk ke dalam lukisan
yang dibuat oleh istriku.
Tiba-tiba saja bulu tengkukku meremang hebat, apalagi
terdengar suara perempuan tertawa-tawa.
“Hi hi hi.”
Barulah aku tersadar
dan berlari ke kamar tidur.
Aku menyingkirkan ketakutan dalam hati.
Aku menggerutu siapa orang yang memesan lukisan itu lalu
makhluk apakah yang tadi melintas di dalam kamar?
Jangan-jangan lukisan itu lukisan kematian.
Aku benar-benar tidak bisa membayangkan kalau apa yang aku khawatirkan
itu benar adanya.
****
Sekian menit kemudian.
Suara perempuan bernyanyi itu kembali terdengar. Tidak merdu,
tapi juga tidak jelek.
Mungkin karena aku tidak paham dengan bahasa apa yang
didendangkan.
Suara perempuan itu lalu menghilang, tapi tidak beberapa lama
suara itu terdengar kembali dan kali ini berangsur keras dan aku terkesiap
karena suara itu berada di dalam kamar.
Aroma wangi tiba-tiba menyeruak menusuk hidung.
Aroma yang seharusnya membuatku senang, tapi aroma wangi itu
malah membuatku ketakutan, padahal aku sudah berlindung di balik selimut. Beruntungnya
suara nyanyian itu segera lenyap dari pendengaranku.
****
Malam selanjutnya.
Kami kedatangan tamu seorang perempuan. Selepas Isya tamu itu
mengatakan kalau diutus oleh bendoronya. Jadi, kami diundang untuk makan malam
sekaligus serah terima lukisan yang dipesan.
Kami pun mengiyakan seperti sapi yang pasrah ketika dituntun
untuk dibawa ke tempat penyembelihan.
Setelah lukisan kami bawa, perempuan itu langsung mengajak
kami bergegas keluar rumah dan ketika membuka pintu rumah, aku tidak ingat sama
sekali bagaimana aku dan istriku tiba-tiba telah berada di sebuah ruangan besar.
Di ruangan itu telah tersaji berbagai menu makanan dan
minuman.
Tuan rumah yang ternyata memang orang yang kusapa tempo hari
itu mempersilakan kami untuk menyantap hidangan yang telah tersedia.
Wanita itu sungguh sangat cantik sekali. Istriku mulai memandang
ke arahku.
Entahlah. Makanan yang berada di ruangan itu sebenarnya
sangat menggugah selera, namun ada sesuatu hal yang membuat kami sepertinya
enggan untuk memakan. Ada daging bakar yang asapnya mengepul tipis, baunya juga
harum, tapi melihat daging itu aku malah terbayang kalau itu adalah daging
manusia.
Tuan rumah yang semula cantik jelita itu tiba-tiba seperti
mengisyaratkan sebuah kemarahan. Aku sendiri tidak begitu memahami mengapa
terjadi perubahan muka yang demikian cepat, apa karena aku tidak memakan
hidangan yang sudah disediakan?
Aku dan istriku terpaksa melihat juga makanan itu setelahnya
raut wajah sang tuan rumah itu pun kembali cantik seperti sebelumnya.
Acara makan malam itu pun usai.
Istriku kemudian menyerahkan lukisan itu. Sang tuan rumah
terlihat tersenyum puas.
Sebuah kantong kain menjadi ganti dari lukisan itu.
Sang tuan rumah berkata kalau isi kantong itu dibuka nanti
tiba di rumah.
Setelah itu aku dan istriku tiba-tiba saja terserang kantung
yang sangat berat. Kami pun tidak bisa berpikir panjang lagi hingga di sebuah
sudut ruangan kami pun terlelap di sana.
Gelap dan tidak terdengar suara apa pun. Kami benar-benar
terlelap atau kami telah mati?
Kami berdua terbangun ketika sinar matahari yang hangat
menyinari mata kami, apalagi kami mendengar suara beberapa orang di sekitar
kami.
Aku melihat istriku yang juga menatap dengan pandangan heran.
Yang pasti kami tengah berada di bawah sebuah pohon beringin tua.
Aku melihat ada bangkai kucing, cacing-cacing besar, dan
darah. Aku juga menemukan sebuah kantong kain.
Ketika kami membuka kantong itu dan isinya membuat kami
takjub. Batu-batu permata yang indah dan sebuah batangan kuning berkilauan.
Meskipun barang perhiasan itu asli adanya, namun aku dan istriku masih
menyimpan dan tidak mempergunakannya.
****
Setahun kemudian.
Walaupun lebih setahun telah berlalu, tapi kami masih ragu dan
takut atas kejadian di luar nalar yang telah kami alami.
Yang jelas kami masih berpikir panjang jika harus menjual
barang mewah dari alam lain itu.
SELESAI
No comments:
Post a Comment