Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

BATU AKIK BAPAK YANG MEMILIKI TUAH

 BATU AKIK BAPAK

Kala itu entah di tahun berapa aku lupa, yang aku ingat sedang marak-maraknya cincin dari batu akik.

Hampir semua orang membeli batu akik dan memakainya, bahkan di instansi-instansi pemerintah ada yang mewajibkan untuk memakai cincin dari batu akik.


Keindahan dan kemolekan batu akik benar-benar telah menghipnotis masyarakat tanah air waktu itu tanpa mengenal status sosial baik tua, muda, laki-laki, perempuan, pejabat, maupun rakyat biasa. Semuanya terkena demam cincin dari batu akik.

Jari-jari masyarakat ini sudah hampir semuanya terselip cincin. Siapa yang jarinya tidak memakai cincin? Maka itu jari monyet. Begitulah kata mereka.

Tidak heran jika di banyak daerah diadakan lomba atau kontes cincin batu akik dari berbagai jenis aksesoris dari perut bumi ini.

Gelombang pengunjungnya pun cukup meriah seperti layaknya pasar, dan panitianya bukan saja dari para aktivis perkumpulan batu akik, tapi juga dikomandani oleh kontes setempat.

Dari situ aku pun tertarik untuk membeli akik demi mengikuti tren, tapi saat itu mahal sekali harganya.

Niat itu pun aku urungkan karena kondisi ekonomi keluargaku yang sedang tidak baik karena hidup jauh dari orang tua. Aku tinggal di kos, hidup terasa sangat sulit karena hanya mengandalkan uang kiriman dari orang tua dan uang yang tidak seberapa dari hasil memberikan les privat.

****

Suatu hari saat liburan semester aku memutuskan untuk pulang kampung dan secara kebetulan bersamaan dengan kabar jika bapak masuk rumah sakit dan perlu mendapatkan perawatan secara intensif.

Setelah menempuh jarak selama hampir empat setengah jam dengan menggunakan sepeda motor akhirnya sampailah aku di kampung halaman.

Rumah tampak dalam keadaan sepi karena ibu dan kakak perempuanku sedang di rumah sakit untuk menemani bapak, tapi tidak berselang lama ketika aku duduk di teras rumah, kakak perempuanku pulang dengan naik ojek pangkalan.

Bergegas aku menanyakan tentang kondisi bapak.

Dengan raut sedih bercampur lelah, kakak memberitahukan tentang vonis penyakit gagal ginjal yang kini diderita sungguh sebuah pukulan berat bagiku.

Setelah tahu rumah sakit dan ruang perawatan aku pun bergegas memacu lagi motorku rasanya sudah tidak sabar untuk melihat kondisi bapak.

****

Di mata warga desa, selama ini bapak dikenal peduli pada lingkungan dan juga dianggap memiliki kemampuan lebih dalam ilmu kebatinan.

Sedari mudanya dulu beliau banyak melakukan tirakat yang tidak mudah.

Sewaktu aku masih bersekolah di SMP dulu, seingatku pernah ada beberapa orang yang ingin menjadi muridnya. Bapak pun mengajarkan keilmuan dengan diawali pembangkitan tenaga dalam di mana aku ikut mengikuti latihan kala itu dan setelah itu kami diajarkan beberapa gerakan jurus-jurus, barulah ke jenjang yang bagiku lebih sulit lagi. Hanya beberapa orang saja yang mampu.

Saat itu kami disuruh untuk bertarung melawan kertas. Kami harus emosi pada kertas tersebut dan jika berhasil maka akan terpental. Aku sendiri gagal dalam tes ini.

Masih banyak lagi pelajaran setelah itu yang harus dilalui, namun hanya ada seorang saja yang berhasil mendalami ilmu yang bapak ajarkan.

Yang kudengar satu-satunya orang yang berhasil itu akhirnya meninggal dunia.

Atas kemampuan yang dimiliki, kerap kali bapak diundang jika ada warga yang kesurupan ataupun terkena pengaruh gaib.

Akhirnya dari mulut ke mulut semakin hari ada saja tamu yang datang ke rumah. Akan tetapi, bapak menyuruh para tamunya agar setelah itu tidak usah datang lagi dan jangan memberitahukan pada orang lain, tujuan bapak adalah agar tidak terpengaruh dan terjerumus pada kemusyrikan atas kemampuan yang dimilikinya.

Untuk membantu, lambat laun hanya tamu warga terdekat saja yang ditangani oleh bapak jika membutuhkan.

****

“Sudah lebih baik, Pak?” tanyaku saat tiba di rumah sakit.

Ibu yang sedang tiduran langsung beranjak bangun dan kuucap salam sambil bersalaman, bapak sendiri tersenyum menyembunyikan sakit yang diderita.

Kami mengobrol cukup lama kemudian aku suruh ibu agar pulang istirahat di rumah saja.

“Besok pagi bisa datang kembali bersama kakakmu untuk gantian menjaga bapak.”

Setelah ibu berpamitan aku melanjutkan obrolan dengan bapak yang mengganti posisi tidur untuk menghindari kejenuhan.

Aku bercerita tentang ketertarikanku dengan batu akik. Bapak pun merespons ceritaku dengan antusias.

Beliau bercerita kalau juga mempunyai batu akik yang berwarna hitam pekat dan akik tersebut didapat dari kakekku yang katanya sangat spesial.

Aku pun penasaran tentang apa yang spesial dari akik itu, namun bapak tidak menjawabnya. Beliau hanya menunjukkan lokasi di mana akik berada jika aku ingin melihatnya.

Obrolan pun berlanjut tentang bermacam batu akik terutama yang memiliki tuah.

****

Keesokan harinya.

Kakakku datang bergantian di rumah sakit, aku pun pulang untuk mandi dan istirahat.

Disela waktu istirahat aku teringat dengan pembicaraan dengan bapak ketika di rumah sakit.

Aku pun bergegas mencari batu akik yang diceritakan.

Aku terkejut saat membuka lemari yang dimaksud bapak karena ternyata tidak hanya akik yang aku temukan, melainkan ada beberapa pedang dan keris yang semuanya terlihat kuno.

Aku tidak berani memegangnya berlama-lama dan hanya fokus untuk mencari dan mengambil cincin akik yang dimaksud.

Akhirnya aku temukan benda yang aku cari.

Memang betul warnanya hitam pekat. Ada ukiran di bagian gelangnya dan terbuat dari darah.

Ketika tanpa sengaja bersentuhan dengan sebilah keris akik itu menempel dengan kuat seperti magnet.

“Apa yang istimewa dari akik ini?” pikirku setelah mengamati.

Beberapa saat kemudian aku pun memakainya.

****

Dua hari kemudian.

Bapak diperbolehkan untuk pulang, namun harus tetap melakukan cuci darah 2 Minggu sekali.

Saat melihatku memakai cincin akik, bapak cukup terkejut, namun tetap memperbolehkan.

Di saat itulah bapak baru buka suara tentang batu akik. Bapak berkisah jika kakek dulu mendapatkannya saat masih berada di Sulawesi.

Kakek mendapatkan batu akik tersebut dari seorang pemimpin suku pada saat kakek mampu mengobatinya dari bisa ular. Menurut sejarahnya keberadaan suku Kaili yang tersebar di Sulawesi Tengah hingga di batas Sulawesi Barat khususnya di Mamuju Utara tidak bisa dipisahkan dengan legenda kerajaan tua yang disebut Kerajaan Pinem, sebuah kerajaan yang dibangun dari peradaban oleh suku Kaili.

“Apakah kamu juga mau mewarisi ilmu dari bapak?” tanya bapak setelah usia berkisah tentang batu akik.

Dengan tegas aku menjawab kalau tidak mau mewarisi keilmuan apa pun karena aku ingin hidup normal layaknya orang lain dan menggantungkan segala sesuatu hanya pada Tuhan.

“Cukuplah batu akik ini yang aku pakai dan aku warisi.”

“Meski begitu aku tetap memegang prinsip bahwa cincin itu adalah untuk perhiasan.”

“Tidak sekali-sekali menganggap atau berkeyakinan bahwa akik tersebut mempunyai daya kekuatan yang dapat mendatangkan manfaat atau keuntungan serta dapat menolak bala. Hal ini dapat menjerumuskan bagi pemakaiannya dalam kesirikan satu dosa besar yang tidak terampuni oleh Allah subhanahu wa ta'ala.”

Setelah mendengar jawabanku, bapak tersenyum dan tidak menanyakan apa-apa lagi.

****

Seminggu kemudian.

Kondisi bapak semakin memburuk. Aku yang sudah kembali ke kampus pun harus pulang atas kabar dari kakakku.

Pada hari itu ibuku memanggil seorang ustaz dengan maksud agar ilmu kebatinan yang memberatkan bersarang di tubuh bapak untuk dilepaskan.

Prosesi itu cukup lama yang akhirnya aku disuruh membawa air yang sudah didoakan untuk disiramkan ke bagian-bagian rumahku dan harus dilakukan pada tengah malam.

Aku pun melakukan perintah itu.

Tepat tengah malam rasanya sungguh berbeda. Aku melakukannya seorang diri.

Dengan hati-hati sambil berdoa tiba-tiba aku terpental saat di bagian akhir percikan air.

Batu akik yang aku pakai membuat tanganku bergetar ke arah satu titik yakni sudut pojok sisi kiri belakang rumah.

Seperti dituntun aku pun melangkah menuju ke sana.

Tampak asap tipis keluar dari dalam rumah seperti tertiup angin. Semua bergerak keluar dari percikan air di pojok rumah tersebut.

Setelah semua lenyap terdengar isak tangis dari dalam rumah dan ketika kakak memanggil.

Aku bergegas masuk untuk memastikan apa yang terjadi.

Aku berdiri mematung ketika tahu bapak sudah tiada.

Aku menatap wajahnya dengan mata berkaca-kaca.

Semoga keputusanku menolak ilmu yang akan diwariskan adalah keputusan yang tepat. Cukuplah batu akik ini yang akan kupakai dan kusimpan.

Untuk barang bertuah lain seperti keris dan pedang nantinya akan aku larung karena tidak tahu apa fungsinya dan doa yang selalu kupanjatkan adalah semoga bapak tenang di alam sana.

SELESAI


BACA CERITA LAINNYA DI SINI.

 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

1 comment

Start typing and press Enter to search