Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

DANCOK

 Perkenalkan, namaku adalah Azis. Asalku dari kota Lumajang yang sekarang lagi mengadu nasib di Malang.

Aku bekerja sebagai kuli bangunan. Maklum aku hanya lulusan Aliyah dan tidak ada keahlian yang aku miliki.

Selama tinggal di Malang, Aku tinggal di rumah kerabat, Bibi Aminah namanya. Dia punya anak laki-laki bernama Dian yang sebaya denganku dan anak perempuan yang masih SD bernama Putri.

****

Sudah lebih dari 9 bulan aku belum pulang ke Lumajang, rasa kangen pada orang tuaku semakin tidak terbendung juga pada pujaan hatiku, Citra namanya.

Hubungan jarak jauh membuatku sangat rindu selalu ingin bertemu hingga aku pun memutuskan untuk pulang ke kampung demi mengobati rasa kangen tersebut dan hal itu pun aku ungkapkan pada Bibi Aminah.

Aku minta izin. Besok kuusahakan pulang sekitar satu minggu.

****

Hari itu sebelum memulai keberangkatan pulang ke Lumajang aku mulai menyervis sepeda motorku ke bengkel langganan.

Motor keluaran 2010 itu memang lumayan tua, tapi aku telah menyervis secara berkala sehingga tidak pernah ada gangguan ketika berkendara.

Sepeda motor itu juga menjadi kenanganku di awal pertemuan dengan Citra. Sangat banyak kenangan pahit dan manis sehingga aku enggan menjualnya.

Tepatnya pukul 10.00 aku sudah mempersiapkan segala keperluan.

Dian keponakanku juga ingin ikut, tapi karena tidak sedang libur maka terpaksa aku pulang sendiri.

Sebenarnya aku ingin lewat jalur daerah Bangil, namun teringat bahwa sudah lama tidak membelikan makanan kesukaan Citra yakni kue bolu oleh-oleh khas Malang, terpaksa aku harus melewati jalur Malang.

Dalam perjalanan aku juga mengenang masa indah saat berpacaran.

Sejenak aku berhenti melepas penat sambil menyedot sebatang rokok dan ngopi.

Setelah melewati kota lama aku mampir membeli bensin di Pertamina.

Demi menemani kesepianku di jalan, aku pun memutar lagu lewat haedset yang menuntutku sedikit-sedikit untuk ikut bernyanyi.

****

Waktu menunjukkan pukul 14.30. Sedangkan aku masih berada di Malang Selatan.

Sedang asyiknya berkendara, aku dikejutkan dengan kemunculan kucing hitam melintas.

Ciit!

Meong!

“Hus!”

Hampir saja aku menabraknya jika tidak banting ke arah kiri.

Aku tidak berpikir jika ada peringatan, sesuatu akan terjadi. Yang aku tahu hanya berdoa pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menenangkan pikiran.

Aku mampir dulu ke Masjid untuk melaksanakan kewajiban salat asar.

Pukul 16.15 barulah aku melanjutkan perjalanan.

****

 Sesekali aku menengok ponsel di mana Bibi Aminah selalu menanyakan keberadaanku.

Aku membalas agar dia tidak usah khawatir. Jika sudah sampai nanti pasti akan aku kabari.

Rupanya Bibi Aminah sangat khawatir denganku, apalagi dia mempunyai firasat yang kuat selama ini. Apa yang terlintas di pikirannya selalu terjadi.

Jika ia mendapatkan satu firasat, entah itu firasat baik maupun buruk, segera kutarik gas agar tidak kemalaman karena jalur yang kulewati sangatlah sepi.

Kondisi jalan berada di tepi jurang, juga jalan yang berkelok-kelok membuatku berhati-hati.

Jalan yang aku lalui memang melewati perbukitan, apalagi dari arah berlawanan. Beberapa truk bermuatan pasir melintas sedikit oleng.

Terlihat pemukiman warga tidak begitu rapat, paling banyak 5 rumah saling berdekatan dan selebihnya paling berjarak 1 km lagi baru ketemu pemukiman yang lain. Itu saja kadang hanya dua rumah.

Tidak disangka tiba-tiba hujan deras pun melanda.

Aku menepi lalu membuka jok motor dan sayangnya ternyata aku lupa tidak memasukkan jas hujan.

Sambil mengumpat aku pun nekat menerobos hujan mengingat waktu itu sudah mendekati magrib dan tanpa terduga mendadak sepedaku mengalami mogok.

“Diancok!”

Aku bertambah kesal mengingat sebelum berangkat aku sudah servis motor itu.

“Diancok!”

Entah berapa kali aku mengumpat sambil menuntun sepeda motorku.

Ketika sampai di sebuah gubuk, aku tepikan sambil menunggu hujan reda.


****

Hari mulai gelap.

Berbekal senter cahaya dari ponsel, aku mulai konsentrasi mengotak-atik sepeda motorku.

Umpatan kekesalan terus saja mengalir dari mulutku.

“Diancok!”

Memang aku sering melontarkan kata-kata kasar setiap kali tidak suka dengan sesuatu, begitu pun ketika sedang bercanda dengan kawan-kawan. Hal itu sudah melekat semenjak aku bergaul dengan orang-orang lebih tua dari SMP dulu.

Pada akhirnya aku pun merasa lega ketika motor aku starter menyala kembali.

Brummm!

Secara kebetulan pula hujan mulai mereda, dan ketika cuaca benar-benar membaik dengan bergegas aku langsung tancap gas melanjutkan perjalanan. Namun, keanehan terjadi. Jalan yang aku lalui sangat sepi tidak sedikit pun terdengar suara binatang juga tidak ada satu pun kendaraan yang melintas.

Semakin jauh suasana jalanan kurasakan asing. Jelas-jelas aku tidak salah lewat jalan karena itu adalah satu-satunya jalan penghubung Malang.

Kondisi jalan juga berubah. Yang semula jalan aspal, sekarang menjadi jalan batuan.

Tidak tampak lereng-lereng perbukitan, justru aku melintas di tengah hutan, padahal jalannya aku lewati seharusnya masih berkelok dan di tepi jurang. Begitu pun juga aku melihat pemukiman warga yang asing rumahnya terbuat dari bambu dan berjajar rapat. Anehnya lagi, hanya cahaya obor di teras, juga ada alat penumbuh padi tradisional.

Beberapa orang perempuan yang terlihat semua berpakaian zaman dahulu yakni memakai kemban, sementara para lelaki bertelanjang dada dan memakai sarung batik. Kepalanya memakai udeng ikat kepala.

Setelah selintas, mereka memperhatikan. Aku pun langsung melanjutkan perjalanan.

Aku baru tersadar kalau ada kejanggalan yang aku temui ketika berjalan jauh dan kembali berada di gubuk tadi tempat di mana aku mengutak-atik motorku yang mogok. Hanya saja kali ini ada seorang lelaki tua berada di gubuk tersebut. 

Bersambung ke part 2

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search