Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
Budaya
cerbung
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
Terlarang
thriller

Labels

PAKLIK SUMPENO

 

Ini adalah pengalaman Paklikku yang ayah tuturkan kepadaku. Sebut saja namanya Sumpeno.

Nama Paklik Sumpeno cukup disegani di kalangan preman pasar juga preman terminal dan karena terkenal akan kesaktiannya itu dia dijadikan kepala preman sekaligus pimpinan dari para penjahat di pasaran.

Selain mempunyai keahlian ilmu bela diri dan tenaga dalam yang cukup tinggi, dia juga dikenal kebal senjata dengan beberapa barang jimat yang dimiliki.

https://bit.ly/Gairah-Terlarang-Full

Kata ayahku yang merupakan kakak kandungnya, cincin akik yang dipakai oleh Paklik Sumpeno merupakan barang andalan yang membuatnya tidak tertandingi.

Barang tersebut diperoleh saat merantau di Kalimantan.

Sebelum merantau Paklik Sumpeno masih menjadi orang biasa. Sifatnya kalem dan tidak sombong, tetapi setelah dia pulang, semua berubah. Dia menjadi angkuh dan beringas.

Sesuai dengan sifatnya yang penuh emosional itu, dia selalu mencari masalah yang berakhir dengan duel.

Bahkan kebanyakan lawannya bukan orang biasa, tapi preman yang sudah tersohor dan ditakuti warga.

Beberapa kali dia dikeroyok. Bahkan pernah rumahnya dibakar dan dia dibacok para preman dengan menggunakan celurit, namun sama sekali tidak ada darah yang keluar.

Bahkan dia mampu melawan balik sehingga para preman tersebut bertekuk lutut.

Dari kejadian itulah dia menjadi terkenal lalu diangkat menjadi ketua preman, sosok yang sangat disegani dan ditakuti.

tidak segan-segan Paklik Sumpeno mengajar membabi-buta dan menyiksa bagi mereka yang tidak sanggup membayar iuran keamanan. Bahkan sempat ada yang meregang nyawa, tapi para pedagang di sana hanya mampu pasrah tanpa melakukan perlawanan.

****

Ayahku yang sebagai kakak kandungnya sangat sering menasihati Paklik Sumpeno.

Dia sangat tidak suka dengan sifat adiknya yang selalu membuat onar dan menjadi gunjingan orang-orang.

Akan tetapi, semua nasihat itu dibantahnya dengan gertakan kata-kata kasar.

Bahkan pernah ayahku ditantang berduel, tapi demi menjaga hubungan persaudaraan ayahku selalu mengalah. Biarkanlah waktu yang akan menggugah hatimu untuk kembali pada kebenaran!” Itu yang selalu ayah ucapkan di setiap akhir perdebatan dengan Paklik Sumpeno.

****

Tepat tengah malam.

Ayahku terjaga dari tidur. Dia yang merasa sulit untuk tidur kembali keluar rumah menuju teras.

Tidak lama kemudian lewatlah Paklik Sumpeno dengan membawa bungkusan plastik.

Tercium aroma bunga dari bungkusan tersebut.

Dengan tergesa Paklik Sumpeno langsung masuk rumahnya yang berada tepat di sebelah rumahku.

“Aneh. Kenapa Sumpeno tiba-tiba pulang?” batin ayah.

Memang Paklik Sumpeno sudah hampir sebulan tidak pulang ke rumah. Kabarnya dia menginap di rumah seorang janda yang mempunyai salah satu warung di pasar.

Dengan rasa penasaran ayah menuju rumah Paklik Sumpeno. Dia menuju salah satu kamar yang sudah menyala lampunya.

Lewat celah sempit jendela ayahku mulai mengintip kegiatan Paklik Sumpeno.

Tampak dia melepaskan cincinnya lalu mengeluarkan sesajen dari dalam plastik.

Beberapa macam bunga dan sebutir mutiara diletakkan di dekat kakinya.

Tidak lama kemudian dia bersemadi hingga muncullah sosok ular berkepala manusia yang memakai mahkota.

Kemudian Paklik Sumpeno memberikan akiknya yang langsung ditelan. Di sekitar tiga menit akik itu kembali dimuntahkan. Terlihat warna aki itu berkilauan seperti habis di cuci.

Secara tiba-tiba ular itu melihat ke arah jendela tepat di mana ayahku berada.

Dengan penuh ketakutan ayahku meninggalkan tempat tersebut, tapi begitu sampai di depan rumah Paklik Sumpeno sudah menunggunya. Dia menatap ayah dengan tajam dan penuh kemarahan.

Lalu tangannya melesat cepat menghantam ayahku.

Deg!

Darah segar keluar dari mulai ayah.

“Kamu jangan pernah mencampuri urusanku!” bentak Paklik Sumpeno yang sudah tidak peduli lagi akan rasa persaudaraan.

Pukulan kembali dilayangkan bertubi-tubi.

Aku dan ibu yang terbangun langsung menuju ke sana.

Kami segera mendekati ayah yang terluka parah dan tidak bisa berbicara sepatah kata pun akibat luka dalam yang diderita.

Ibuku terisak sambil minta ampun pada adik iparnya itu.

“Kalau bukan kakakku sudah kuhabisi kamu!” ucap Paklik Sumpeno sambil melangkah masuk rumah.

Dia biarkan aku dan ibuku menangis sambil memegang tubuh ayah.

****

Dua bulan kemudian.

Ayahku sembuh total. Dia sudah mampu bekerja sebagai petani seperti biasa. Kejadian yang dialami membuatnya bertekad untuk menghentikan sifat buruk Paklik Sumpeno.

Dia mencari cara agar adiknya itu kembali ke jalan yang sesuai dengan tuntunan agama. Dia pun meminta pendapat dari seorang kiai sepuh desa.

“Allah akan membantu niat baik seseorang,” ucap Pak kiai yang kemudian kiai tersebut memberitahu keberadaan kakak seniornya semasa di pondok pesantren.

Syekh Khalid seorang kiai yang mendapat julukan syekh tersebut selain pintar ilmu agama juga mendalami ilmu kebatinan

“Nanti aku buatkan surat, berikanlah pada beliau karena beliau merupakan orang yang tertutup.”

“Jadi, tidak setiap orang yang meminta bantuan akan ditemuinya,” tutur Pak Kiai.

****

Akhirnya ayahku berangkat menuju ke sana.

Dengan tekad kuatnya yang ingin menyadarkan Paklikku dari pengaruh jin ular, ayah pun mulai berguru.

Syeh Khalid yang ilmunya terkenal mumpuni dan sangat disegani di sekitar sana menyambut kedatangan ayah yang membawa pesan dari Pak Kiai.

“Sehebat apa pun ilmu kanuragan manusia, dia akan sadar dengan ilmu Alah. Karena ilmu yang dimilikinya hanya bagikan segelintir debu yang tidak terlihat di hadapan Allah,”  ucap Syeh Khalid yang setelah mendengar cerita ayah tentang Paklik Sumpeno.

****

Setelah berguru hampir enam bulan.

Ayahku mampu menguasai ilmu kanuragan yang diajarkan dan setelah dirasa sudah mampu menandingi kehebatan Paklik Sumpeno, ayah berniat meninggalkan pesantren tersebut.

“Ingatlah, Anakku. Jangan sampai kamu menyalahgunakan ilmu yang kamu pelajari karena ilmu putih bisa menjadi ilmu hitam selama dimanfaatkan di jalan sesat,” pesan Syeh Khalid dan yang kemudian memberi bekal berupa sebuah rajah yang diikat di kayu putih.

“Semoga Allah melindungimu,” ucap Syeh Khalid.

****

Ibuku mengusap air matanya saat Ayah memelukku.

Ada rasa khawatir yang muncul di raut wajahnya. Dia takut dengan perkelahian kakak beradik yang akan terjadi nanti. Dia membayangkan tentang pertumpahan darah kelak.

“Tenanglah, Istriku. Kezaliman harus dihentikan dan itu adalah perintah agama kita,” ucap ayah setelah melepaskan pelukannya.

Ibu tetap menangis pasrah, takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan pada suaminya.

****

Sampailah pada sore itu di mana Paklik Sumpeno menghajar janda yang pernah dijadikan Simpanannya.

Perempuan itu datang ke rumahnya dan mengabarkan tentang kehamilan, tapi justru Paklik Sumpeno menyiksanya.

Kesempatan itu tidak dibiarkan lewat begitu saja oleh ayahku.

Perlahan ayah mendekat, disuruhnya perempuan itu ke rumahku agar segera diobati lalu menyuruh Paklik Sumpeno menghentikan kebiadabannya itu.

“Kamu jangan ikut campur urusanku!” bentak Paklik Sumpeno yang tidak lama kemudian para tetangga mulai berdatangan karena mendengar keributan yang terjadi.

Ayah mencoba menasihati Paklik Sumpeno. Disuruh adik kandungnya itu menghentikan semua kelakuan buruknya dan segera bertobat, tapi lelaki itu membalas dengan serangan pada ayahku.

Pertempuran pun tidak bisa dielakkan lagi.

****

Para warga mundur tanpa ada yang berani melerai.

Ayahku yang mulai jengkel dengan kemusyrikan adiknya itu melakukan perlawanan dengan sengit.

Angin bertiup kencang. Langit tiba-tiba mendung disertai dengan kilatan petir yang menyambar.

Terlihat dua orang lelaki berdiri gagah dengan berkuda kuda sebelum melakukan pertarungan. Ayahku membacakan doa yang sudah dipersiapkan dari awal.

Ayah juga mengeluarkan pemberian gurunya Syeh Khalid ditangan kanannya, sementara Paklik Sumpeno masih terlihat marah dan sudah tidak sabar untuk menyelesaikan pertarungan. Baginya mengalahkan ayahku adalah hal yang sangat mudah.

****

Kembali duel itu dilanjutkan.

Serangan demi serangan dilakukan.

Aku dan ibu sesekali menjerit setiap kali ayah terkena pukulan maupun tendangan.

Isak tangis ibu terdengar mengharukan hingga akhirnya ayah mampu melumpuhkan Paklik Sumpeno. Adik kandungnya itu terjerembap berlumuran darah.

Dengan nafasnya yang memburu Paklik Sumpeno mencium akiknya sambil komat-kamit.

Ayah yang hendak mendekat dikagetkan dengan kemunculan sosok ular sebesar pohon kelapa.

Ular itu berwarna hijau dengan berkepala manusia dan memakai mahkota.

Semua warga yang menyaksikan berteriak histeris termasuk aku dan ibu.

Ayahku yang sedikit takut seolah mendapat kekuatan kembali saat terdengar suara Syeh Khalid dan gurunya itu menuntun ayahku membaca sebuah doa dengan lantang.

Ayah membacanya tidak lama.

Kemudian datang angin kencang.

Sekejap kemudian sesosok bayangan harimau berwarna putih masuk ke dalam tubuh ayahku bersamaan dengan itu akik pamanku menyala dengan sinarnya berwarna hijau.

Ular besar itu melesat menyerang ayah.

Dengan gesit ayah mengelak saat ular itu akan melilit tubuhnya. Dengan cepat ayah melompat bak harimau menyerang mahkota sang ular hingga terpental menghantam pepohonan.

Mahkota itu hancur disusul suara menggema dari sang ular. Ular itu pun lenyap seketika.

Mendadak Paklik Sumpeno bangkit dan ingin menghantam ayahku.

Ayahku hanya diam sambil membaca doa dan tiba-tiba ada sebuah cahaya putih yang keluar dari tubuhnya yang membuat Paklik Sumpeno terpental beberapa meter.

Ayahku mendekat. Ditarik cincin dari jari Paklik Sumpeno dan dimasukkan ke dalam kain hitam bersama rajah pemberian Syeh Khalid dan kain itu diletakkan dan terbakar hingga lenyap bersamaan dengan Paklik Sumpeno menjerit kesakitan dan memuntahkan darah pekat berwarna hitam.

Paklik Sumpeno pun menyesal.

****

Dua bulan berselang.

Setelah kejadian tersebut Paklik Sumpeno mengalami kelumpuhan. Kulitnya bersisik seperti ular. Semakin hari kulit itu mengelupas dan timbul luka berbau busuk.

Ayahku dengan setia menunggui adiknya yang sekarat.

Hari ini aku sengaja ikut ayah atas perintah ibu. Aku duduk di samping Paklik Sumpeno sambil membaca doa.

Sementara itu, banyak orang yang bersyukur atas kondisi yang menimpa Paklik Sumpeno itu. Mereka adalah orang yang pernah disakiti dan masih menyimpan dendam pada Paklik Sumpeno.

“Mas, maafkan aku,” ucap Paklik Sumpeno lirih.

Kulihat air matanya menetes membawa penyesalan.

“Tolong tuntun aku,” ucapnya.

Kemudian ayah mendekatkan mulutnya ke telinga Paklik Sumpeno. Perlahan dia ucapkan syahadat menuntun adiknya menuju alam lain.

SELESAI

 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search