Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

MALAM SATU SURO PART 3

 PART 3

Suara burung gagak yang masih terdengar samar membuat kami merinding dan  tidak tahu mesti berbuat apa.

Yudistira memberikan senter padaku, aku arahkan pada perapian busi yang coba dicek.

Setelah dirasa aman kembali Yudistira menstater motor itu.

Masih juga tidak menyala.

Tiba-tiba semilir angin menggoyangkan dahan pohon beringin. Air yang menetes dari daunnya diikuti wangi menyeruak.

Suara burung gagak berganti tembang Jawa yang menggetarkan hati.

Lamat-lamat terlihat bayangan putih berdiri di antara dua pohon beringin.

Tembang itu makin menjauh dan menghilang.

Aku sorotkan senter kepada sosok tersebut dan itu tampak semakin jelas. Perempuan dengan wajah menakutkan, sementara perutnya penuh darah dan belatung.

Ya, Tuhan. Inilah pertama kali aku melihat sundel bolong. Sosok hantu seram yang selalu menjadi legenda.

Yudistira yang panik terus menggenjot motornya dan alhamdulillah motor itu menyala, tapi saat aku naik mendadak motor itu mati kembali.

Sementara itu, sosok seram itu masih terdiam di tempat yang sama.

Ketika tawanya menggema menakutkan, motor pun kembali menyala.

Dengan segera Yudistira menarik gas melewati sosok itu.

Perasaan tidak karuan berkecamuk dalam hati masing-masing.

Kami saling diam dan ketakutan yang teramat sangat. Beruntunglah kami tidak diganggu sehingga Yudistira mampu melewati jalan licin dengan aman.

Perlahan suara tertawa menakutkan itu semakin menghilang. Kami menjadi lega, tapi masih ada dua lagi pertigaan di depan.

Aku tidak habis pikir, mengapa Pakde Karwo harus menjamasi keris-keris itu di tempat seperti ini.

Bukankah di desa masih banyak orang-orang mumpuni yang bisa melakukannya?

Pertanyaan di benakku berhenti saat terlihat rawa-rawa di sebelah kanan kami dan seketika itu aku merasa apa yang kubawa menjadi sangat berat.

“Apakah ini jalannya?” tanya Yudistira.  Tampaknya Yudistira mulai bimbang saat melihat rawa-rawa tersebut.

Sepertinya memang tidak masuk akal jika ada rawa di tengah hutan.

Belum lagi aku menjawab tiba-tiba muncul bola api melayang-layang sekitar rawa. Suaranya bergemuruh, sementara beban yang kubawa semakin berat saja.

Yudistira juga terlihat panik saat sepeda motor berjalan semakin lambat.

Bola api yang melayang itu tampak seperti ada sayap di kedua sisinya.


“Kenapa dengan motor ini,” ucap Yudistira dengan cemas.

Bola api itu kian mendekat lalu berputar-putar di sekitar kami hingga sampailah kami di pertigaan terakhir.

Bola api itu terus mengikuti kami dengan suaranya yang keras bergemuruh.

Dengan penuh ketakutan, aku hanya bisa berdoa sambil memegang erat Yudistira.

Akhirnya bola api itu melayang tinggi dan menghilang.

Ketika kami berhenti di sebuah gubuk, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak.

Kami menenangkan diri sambil menghisap rokok.

Masih ada sisa ketakutan dihatiku. Mungkin juga Yudistira merasakan itu.

Sesekali kami melihat ke segala penjuru. Ada pikiran kalau-kalau muncul hantu lain yang lebih mengerikan.

Waktu yang diinginkan Pakde Karwo hampir tiba, tengah Malam Satu Suro.

Kami membuang puntung rokok lalu menyusuri jalan setapak.

Aku dan Yudistira saling diam, fokus pada senter yang mengarah ke jalanan hening.

Tidak tampak seorang pun yang datang ke sini. Seharusnya di malam sakral seperti malam ini banyak tamu yang datang.

Selain menjamas pusaka juga mandi untuk diri sendiri agar ilmu kebatinan yang dimiliki tidak tumpul.

Suara angin dan gemercik air membawa kami. Tiba-tiba hadir dua lelaki dengan lampu kecil dan mengajak kami ke sebuah gua.

****

Singkatnya kami tiba di depan gua  itu. Setelah mengucap salam kami segera masuk.

Tampak seorang lelaki tua sudah duduk di sana. Kelihatannya dia menunggu kedatangan kami. Terlihat pakainya hitam legam termasuk sarung yang dikenakan.

Dia meminta semua pusaka milik Pakde Karwo. Aku pun menyerahkannya.

“Kalian tunggu saja di luar!” ucap lelaki tua itu.

Kami hanya menuruti apa katanya. Bergegas keluar meninggalkan ritual yang akan dimulai.

****

Aku dan Yudistira memilih duduk di bawah sebuah pohon besar sambil menunggu untuk dipanggil dan kemudian pulang. Itu yang ada di pikiran kami saat itu.

Seperti biasa rokok menjadi penghibur kami.

Aku dan Yudistira masih saling diam, takut jika mengganggu ritual memandikan pusaka di dalam gua yang tak jauh dari posisi kami.

Kemudian aku dan Yudistira berdiri. Kuarahkan senter ke arah pohon besar di sekitar. Masih sangat alami tempat itu.

Kemudian kuarahkan pada jurang di depan. Terlihat gua penuh semak di pinggirnya juga akar-akar yang menjuntai ke seberang.

Tiba-tiba suara gemuruh terdengar dan meluncurlah bola api dari dasar jurang.

Bola api itu dengan cepat melintas di depan kami yang membuat aku dan Yudistira terpental ke belakang.

Bola api itu berputar di sekitar pepohonan lalu menghilang dengan sendirinya.

“Kenapa kalian, ha!”  Lelaki tua itu muncul mengagetkan kami.

Karena tak tahan, akhirnya aku mulai bercerita tentang kengerian yang kami temui semalam ini.

Anehnya lelaki itu hanya terdiam tanpa memberi tanggapan seolah ada sesuatu yang disembunyikan.

Sekejap kemudian terdengar suara letusan berulang dari dalam gua.

Lelaki itu langsung masuk tanpa memedulikan kami.

Aku dan Yudistira hanya saling pandang dan tetap memilih menunggu di luar gua hingga lelaki itu menyelesaikan ritualnya.

Letusan itu terhenti saat lelaki itu tiba di dalam.

Aku dan Yudistira masuk kembali saat dipanggil oleh satu lelaki yang tadi kami temui.

Sesampainya di dalam bau wewangian masih menyeruak, sementara semua pusaka sudah pada posisinya dengan berjajar rapi di hadapan lelaki tua itu.

Karena dianggap selesai akhirnya lelaki yang kami tak tahu namanya itu menyuruh kami langsung pulang saja tanpa memberikan keris-keris itu kepada kami sesuai pesan Pakde Karwo.

Kami beranggapan kalau keris-keris itu akan diantar sendiri oleh lelaki itu.

“Ingat! Saat masih di dalam hutan ini jangan sekali-sekali melihat ke arah belakang!” pesannya.

Kami yang masih penasaran dengan peristiwa malam ini terpaksa pulang. Mungkin lain hari kami bisa datang kemari lagi mencari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi.

****

Yudistira terpeleset begitu akan tiba di atas. Tangan kirinya dia pegangi, dia meringis kesakitan sambil memijit-mijitnya lalu kembali melanjutkan perjalanan dengan terus memegangi tangannya itu.

“Bagaimana tanganmu, Yud?” tanyaku begitu sampai di gubuk.

“Sepertinya terkilir,” jawabnya.

Akhirnya aku yang mengendarai motor dan dia duduk di belakang.

Setengah perjalanan pulang, aku mulai dengan detak jantung memburu, takut kalau kejadian saat berangkat akan terulang.

Sampailah kami di rawa itu dan ketakutanku menjadi kenyataan. Bola api bersayap itu muncul kembali, berputar-putar, lalu mendekat ke arah kami.

Entah makhluk apa itu, kalau benar berniat mengganggu tentu kami sudah terbakar tidak bernafas lagi.

“Yud, jangan sampai kamu lihat ke belakang,” ucapku mengingatkan.

Setelah melewati rawa, bola api itu kembali melayang tinggi, dan menghilang.

Tibalah kami di ringin kembar.

Segera aku pencet klakson motor, tapi beberapa kali aku mencoba, klakson itu mati. Tidak ada bunyi yang keluar.

Aku terus melajukan motor dengan penuh kecemasan.

Kemudian kembali terdengar suara gemuruh dari arah belakang.

Aku tetap fokus pada jalanan. Kupegang kuat pesan dari lelaki tadi agar tak menoleh ke belakang.

Akhirnya semua terlewati dengan selamat. Kami keluar hutan dengan perasaan lega meski celana penuh dengan lumpur.

****

Sekitar pukul 2 dini hari.

Terlihat beberapa warga masih ada yang bergerombol di sepanjang jalan.

Mereka menyalakan api untuk membuat ketela bakar. Aromanya sangat menggugah selera dan mencoba melupakan kejadian yang begitu mencekam.

Sempat aku menaruh jaket di mana kembang kemboja itu taruh, tapi bunga hilang dan sepertinya tidak mungkin kalau terjatuh.

“Semoga tidak ada keburukan yang kutemui nantinya,” batinku.

BERSAMBUNG KE PART 4

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search