Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

REBO WEKASAN PART 1

 PART 1

Di dalam agama Islam ketika hari Rebo Wekasan tiba, dianjurkan untuk semakin mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa agar dijauhkan dari segala macam mara bahaya.


Beberapa aktivitas yang dilakukan selama hari itu antara lain adalah tahlilan atau Dzikri bersama, berbagi makanan baik dalam bentuk gunungan maupun selamatan, sampai salat tolak bala secara berjamaah.

Selain para pemuka agama dunia, di Indonesia sendiri memiliki versi lainnya. 

Versi pertama: Rebo Wekasan disebut sudah ada sejak tahun 1784.

Saat itu hidup tokoh bernama Kiai Haji Muhamad  Bafaqih Usman atau yang dikenal sebagai Kiai Wonokromo pertama.

Masyarakat meyakini bahwa sang kiai mampu mengobati penyakit dengan metode membacakan ayat Alquran pada segelas air dan diminumkan pada pasien.

Kemampuan Kiai Bafaqih semakin menyebar sehingga terdengar oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Untuk membuktikan kemampuan tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono I mengutus empat prajurit untuk membawa sang kiai menghadap ke Keraton.

Ternyata ilmu sang kiai terbukti dan mendapat sanjungan.

Sepeninggal sang kiai, masyarakat pun meyakini bahwa mandi di pertempuran kali Opak dan kali Gajah Wong dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan mendatangkan berkah.

Versi kedua: Rebo Wekasan tidak lepas dari tokoh Sultan Agung penguasa Mataram.

Upacara adat ini mulai diselenggarakan sekitar tahun 1600.

Kala itu Mataram terjangkit pagebluk atau wabah penyakit yang kemudian diadakanlah ritual untuk menolak balak.

Ritual tersebut dilaksanakan oleh Kyai Walet dengan membuat tolak balak berwujud rajah dalam aksara Arab sebanyak 124 baris.

Rajah tersebut dibungkus dengan kain mori putih dan dimasukkan ke dalam air kemudian diminumkan pada orang yang sakit.

Lantaran khawatir air tidak cukup, akhirnya Sultan Agung memerintahkan agar air sisa rajah tersebut dituangkan ke dalam kali Opak dan Gajah Wong.

Versi terakhir: Rebo Wekasan pertama kali diadakan pada masa Wali Songo.

Kala itu banyak ulama yang menyebutkan bahwa pada bulan Safar Allah Subhanahu Wa Ta' ala menurunkan lebih dari 500 macam penyakit.

Sebagai antisipasi datangnya penyakit dan agar terhindar dari musibah, para ulama pun melakukan tirakatan dengan banyak beribadah dan berdoa.

Kegiatan itu bertujuan agar Allah menjauhkan mereka dari segala penyakit dan malapetaka yang dipercaya turun pada Rebo terakhir di bulan Safar.

Hingga kini tradisi tersebut masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia dengan sebutan Rebo Wekasan.

Selain di Jawa, tradisi Rebo Wekasan juga diadakan oleh sebagian masyarakat di berbagai wilayah Indonesia misalnya di Aceh dengan sebutan Makmegang.

Ritualnya berupa berdoa di tepi pantai dipimpin oleh seorang Tengku dan diikuti oleh tokoh agama tokoh masyarakat dan berbagai elemen warga Aceh.

Di Jawa tradisi Rebo Wekasan biasanya dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai dengan caranya masing-masing.

Ada juga di Kalimantan Selatan tradisi Rebo Wekasan disebut Arba Mustamir yang diadakan dengan berbagai cara seperti salat sunah dan disertai salat tolak bala.

Selain itu ada juga selamatan kampung dengan tidak bepergian jauh, tidak melanggar pantangan.

 

****

Cerita Girah.

Jika diajak kembali mengenang cerita waktu itu tentu saja Girah masih mengingat semuanya dengan jelas bahkan bisa dikatakan hingga sampai saat ini.

Detik demi detik waktu itu masih bisa diceritakan kembali.

Dia tidak akan pernah bisa melupakan kejadian tersebut.

****

Girah yang baru saja bangun dari tempat tidurnya segera bergegas keluar kamar saat tahu waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi. Tidak biasanya dia terbangun kesiangan.

Cuaca dingin membawanya untuk rebahan sejenak dan terlelap.

Padahal setelah salat subuh tadi seperti biasa Girah langsung bergegas untuk melakukan pekerjaan dapur sebelum melakukan perawatan pada ibunya.

Girah merasa heran ketika melihat Sarmini yang sudah terbangun mendahului dirinya. Adiknya itu ternyata telah melakukan semua pekerjaan di dapur termasuk juga memasak.

Sarmini juga berkata bahwa dia sudah menyuapi ibu mereka serta mengganti pakaiannya.

Mendengar hal tersebut tentu saja Girah sangat bahagia meskipun merasa ada yang aneh atas perubahan adiknya yang pemalas, tetapi baginya itu adalah awal hari yang baik bagi adiknya.

Saat Girah melakukan pengecekan ternyata Sarmini benar-benar sudah melakukan semua pekerjaan rumah yang biasanya dia kerjakan selama ini, tak satu pun yang tersisa semua tampak bersih dan rapi.

Memang sejak kematian ayahnya beberapa tahun lalu kini Girah dan Sarmini yang harus merawat ibu mereka yang masih berjuang melawan penyakit diabetes yang membuatnya tidak bisa lagi bangun dari tempat tidur.

****

Girah sendiri menjadi buruh di pabrik rokok yang kebetulan hari itu semua karyawan diliburkan.

Girah sendiri kurang paham saat pihak pabrik tak menjelaskan alasan tentang libur di hari itu.

Sedangkan Sarmini yang telah tamat SMEA ikut membantu dengan bekerja di sebuah kedai minuman dengan jam kerja dari pukul 13.00 hingga 20.00.

Biasanya saat siang hari ketika ibunya sendirian mereka meminta tolong pada Bu Sekar untuk menemani atau sekedar menjenguk.

****

Singkat cerita, setelah semua pekerjaan rumah beres.

Sarmini pun mengajak ibunya mengobrol sambil bercanda.

Namun, tidak begitu lama canda mereka terhenti ketika Girah yang ada di dapur memecahkan piring ketika hendak sarapan.

Prang!

Entah kenapa piring yang tidak retak sedikit pun itu mendadak pecah di tangannya. Beruntung tidak ada luka pada jarinya.

Sarmini langsung membersihkan beling yang berserakan, sementara kakaknya yang masih kumal disuruhnya mandi.

****

Usai mandi serta berganti pakaian Girah menemani ibunya di kamar.

Tidak berselang lama Sarmini datang sambil membawa kemeja putih miliknya. Sarmini bertanya tentang kemeja tersebut apakah bagus jika ia memakainya, kalau memang cocok, dia ingin memakai kemeja tersebut untuk pergi bersama temannya seusai kerja nanti.

Girah mengiyakan kalau kemeja putih itu memang sangat cocok dan kemudian memberi izin sambil tersenyum melihat adiknya yang tampak semringah.

Sebenarnya ada yang mengganjal di hati kecil Girah. Ada firasat tidak jelas yang ia rasakan.

****

Sejenak kemudian.

Girah melihat ibunya yang kesulitan berbicara seperti gusar dan gelisah. Dengan kondisi yang seperti itu membuat ibunya semakin sulit untuk berbicara.

Girah mencoba untuk menenangkan ibunya serta bertanya apa yang dirasakan, tapi bukannya bicara, ibunya malah terus menggerak-gerakkan kepala dan bibirnya tampak bergetar. Kondisi seperti itu jarang dijumpai Girah, kecuali jika ibunya sedang drop, tapi jelas semua dalam keadaan baik-baik saja.

Pada saat Girah hendak memanggil Sarmini terdengar suara sepeda motor berhenti di halaman rumah.

Brumm.

Tin!

Disusul kemudian suara Sarmini yang berpamitan untuk pergi keluar sekaligus bekerja.

“Mbak, aku pamit, ya!”

Sepertinya Sarmini sudah dijemput oleh teman-temannya.

Tidak lupa Girah pun menyuruh Sarmini untuk berpamitan terlebih dahulu pada ibu mereka.

“Pamit dulu sama ibu, Sarmini!” balas Girah dari dalam kamar ibunya.

Akan tetapi, karena terburu-buru Sarmini minta Girah untuk mengizinkannya.

 

Merasa ada yang tidak beres dengan sikap sang adik, Girah lantas bangkit keluar untuk menemuinya.

Ternyata Sarmini sudah duduk dibonceng temannya yang kemudian setengah berteriak Girah memberi pesan untuk tidak pulang terlalu malam maksimal sampai jam 23.00 saja.

“Jangan pulang terlalu malam!”

Namun, lagi-lagi Sarmini tidak menghiraukan perkataannya dan hanya melambaikan tangan.

BERSAMBUNG KE PART 2

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search