REBO WEKASAN PART 2
PART 2
Girah terpaku melihat kepergian sang adik yang mengenakan
kemeja putih dan Girah tidak tahu mengapa jantungnya terus berdebar tidak
menentu.
Sesaat kemudian Girah dikejutkan dengan suara benda jatuh yang terdengar keras dari arah kamar ibunya.
Kelontang!
Segera Girah pun berlari masuk ke arah kamar ibunya untuk
memastikan bahwa ibunya baik-baik saja.
Betapa terkejutnya Girah saat melihat ibunya terjatuh di
lantai. Tampak bibir ibunya masih bergetar seolah ingin mengucapkan sesuatu
pada Girah.
Dengan spontan Girah menasihati ibunya agar jangan banyak
bergerak.
Segera Girah mengangkat tubuh ibunya yang terlihat semakin
kurus saja, tetapi tiba-tiba ibunya berbisik ke telinga Girah dengan bisikan
yang terdengar kurang jelas.
“Ke ... ke na ... dikmu.”
Karena Girah tidak mengerti maksud perkataan sang ibu
akhirnya dia memutuskan untuk tidak menghiraukan dan kembali membandingkan di
tempat tidur, tetapi keanehan kembali muncul. Bukannya tenang, justru ibunya
terlihat masih saja terus berusaha berbicara pada Girah.
Hal itu terlihat jelas dari mimik wajah ditambah dengan
mulutnya yang terus saja digerakkan seolah-olah ingin berbicara tentang hal
yang penting, tetapi Girah hanya berdiam diri terpaku menghadap ibunya.
****
Waktu menunjukkan pukul
21.30.
Girah sudah diserang kantuk. Dia yang menunggu adiknya pulang
pun memutuskan mematikan lampu rumah satu persatu, juga mengunci pintu, serta
jendela. Setelah itu Girah menyelimuti ibunya yang masih terjaga.
Girah kemudian merebahkan diri di ranjang kecil, tepat
sebelah tempat tidur sang ibu. Ranjang itu dibuat tidur bergantian dengan
adiknya untuk menjaga ibunya, tetapi terkadang pula mereka tidur di kamar
masing-masing jika merasa kecapian.
Tidak lama kemudian Girah pun terlelap.
Entah berapa menit kemudian dia kembali terjaga saat
mendengar suara tangis ibunya dan betapa Girah dibuat terkaget saat melihat Sarmini
sudah terduduk menghadap sang ibu sambil memegang jemari tangan.
Samar-samar dia melihat dari samping wajah Sarmini yang
tampak pucat.
Girah merasa ada yang aneh di tengah rasa kantuk yang teramat
sangat, tapi dia tidak memedulikan hal itu. Dengan cuek dia bertanya, “Mengapa
kamu baru pulang jam segini, ha?”
Namun, tidak ada jawaban dari Sarmini.
Girah yang tidak menghiraukan adiknya pun kembali memejamkan
mata untuk tidur.
Akan tetapi, Girah kembali terbangun saat mendengar suara ibunya
sesenggukan dan alangkah terkejutnya ia karena Sarmini sudah tidak berada di
sana padahal hanya hitungan detik saja.
Rasa kantuk pun lenyap seketika berganti rasa aneh saat Girah
tersadar kalau semua pintu terkunci. Jadi, tidak mungkin jika Sarmini bisa
masuk rumah.
Sebelum memastikan itu, terlebih dulu Girah memenangkan
ibunya yang terlihat tegang dengan air mata yang masih mengalir, bibirnya juga
bergetar seakan ingin memberitahukan sesuatu.
Setelah itu segera Girah menyisir kamar serta ruangan untuk
memastikan yang dilihatnya tadi adalah Sarmini, tapi tidak ada siapa pun di
dalam rumah selain ia dan ibunya justru yang ditemui adalah hawa yang tidak
seperti biasa, terasa lebih dingin, dan tercium aroma bunga sedap malam.
Entah dari mana datangnya aroma bunga tersebut yang semakin
kuat menyeruak.
Girah yang dibuat merinding pun memutuskan kembali masuk ke
kamar ibunya, tapi niat itu diurungkan ketika terdengar suara pintu diketok
sambil mengucap salam.
Tok! Tok! Tok!
“Assalamualaikum!”
Itu bukanlah suara adiknya
melainkan suara Pak Sartono selaku Ketua RT setempat.
Tok! Tok! Tok!
“Assalamualaikum!” Suara Pak Sartono
“Alaikumsalam!” balas Girah.
Girah bergegas menuju pintu.
Saat membuka pintu.
Krekkk.
Terlihat Pak Sartono sedang bersama Pak Hando yang tampak
tegang.
“Ada apa ya, Pak?” tanya Girah.
Pak Sartono pun menerangkan bahwa Sarmini mengalami
kecelakaan bersama temannya.
“Sarmini kini berada di rumah sakit karena lukanya parah
sekali dan saya minta Mbak Girah untuk segera melihatnya di rumah sakit.”
Mendengar itu tubuh Rana seketika lemas.
Jantungnya berdetak tidak beraturan disusul kemudian
tangisnya terdengar karena sudah tidak bisa lagi ia tahan.
****
Setelah mampu mengendalikan diri Girah minta tolong pada Ibu
Sekar agar menjaga ibunya dan dia pun bergegas ke rumah sakit dengan pakaian ala
kadarnya.
****
Sesampainya di rumah
sakit.
Tentu saja kesedihan sudah tidak lagi bisa dibendung. Girah
berteriak histeris saat melihat Sarmini dalam keadaan tidak bernyawa. Luka di
bagian kepala cukup parah sehingga hampir tidak melihat dengan jelas bagaimana bentuk
wajah asli adiknya. Mata, hidung, pipi, dan bibir, benar-benar sudah hancur.
Menurut para saksi, motor yang dinaiki Sarmini telah terseret
setelah dilindas oleh truk bermuatan pasir.
Teman Sarmini juga ikut terlindas dan meninggal di tempat,
sementara Sarmini menghembuskan nafas terakhirnya begitu sampai di rumah sakit.
Girah terus berteriak memanggil-manggil nama Sarmini Adik
satu-satunya itu.
“Sarmini! Hu hu hu.”
“Sarmini!”
Setelah beberapa waktu akhirnya Girah berhasil ditenangkan
oleh Pak Sartono dan Pak Hando.
Pegawai rumah sakit juga memberi saran kepada Girah, Pak
Sartono, dan Pak Hando untuk segera memakamkan jenazah Sarmini karena sudah
dibersihkan oleh pihak terkait.
Girah yang masih berderai air mata mencoba tabah dan ikhlas
karena bagaimanapun juga ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Sang Pencipta.
****
Setelah 7 hari kematian
Sarmini.
Girah mulai mendengar omongan warga tentang Almarhumah Sarmini
yang meninggal karena keluar rumah di hari Rebo Wekasan.
Omongan tersebut terdengar ramai di kalangan warga desa yang
akhirnya sampai ke telinganya juga.
Rebo Wekasan adalah sebuah hari yang dipercaya sebagai hari
sial, hari yang dipenuhi dengan musibah, mara bahaya, dan semacamnya. Hal itu
juga dikuatkan dengan pendapat para ulama dan tokoh agama Islam yang mengatakan
bahwa setiap tahun Pada hari Rebo terakhir di bulan Safar Allah Subhanahu Wa
Ta' ala menurunkan 320.000 macam bencana di bumi. Bisa dikatakan bahwa hari
tersebut adalah hari yang paling berat di antara hari-hari lainnya.
Girah menganggap semua itu memang sudah menjadi takdir Tuhan.
Dia pun mencoba untuk tidak peduli dengan semua omongan warga dan mencoba
menerima semua keadaan yang ada.
SELESAI
No comments:
Post a Comment