Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

REBO WEKASAN PART 2

 PART 2

Girah terpaku melihat kepergian sang adik yang mengenakan kemeja putih dan Girah tidak tahu mengapa jantungnya terus berdebar tidak menentu.

 Sesaat kemudian Girah dikejutkan dengan suara benda jatuh yang terdengar keras dari arah kamar ibunya.


Kelontang!

Segera Girah pun berlari masuk ke arah kamar ibunya untuk memastikan bahwa ibunya baik-baik saja.

Betapa terkejutnya Girah saat melihat ibunya terjatuh di lantai. Tampak bibir ibunya masih bergetar seolah ingin mengucapkan sesuatu pada Girah.

Dengan spontan Girah menasihati ibunya agar jangan banyak bergerak.

Segera Girah mengangkat tubuh ibunya yang terlihat semakin kurus saja, tetapi tiba-tiba ibunya berbisik ke telinga Girah dengan bisikan yang terdengar kurang jelas.

“Ke ... ke na ... dikmu.”

Karena Girah tidak mengerti maksud perkataan sang ibu akhirnya dia memutuskan untuk tidak menghiraukan dan kembali membandingkan di tempat tidur, tetapi keanehan kembali muncul. Bukannya tenang, justru ibunya terlihat masih saja terus berusaha berbicara pada Girah.

Hal itu terlihat jelas dari mimik wajah ditambah dengan mulutnya yang terus saja digerakkan seolah-olah ingin berbicara tentang hal yang penting, tetapi Girah hanya berdiam diri terpaku menghadap ibunya.

****

Waktu menunjukkan pukul 21.30.

Girah sudah diserang kantuk. Dia yang menunggu adiknya pulang pun memutuskan mematikan lampu rumah satu persatu, juga mengunci pintu, serta jendela. Setelah itu Girah menyelimuti ibunya yang masih terjaga.

Girah kemudian merebahkan diri di ranjang kecil, tepat sebelah tempat tidur sang ibu. Ranjang itu dibuat tidur bergantian dengan adiknya untuk menjaga ibunya, tetapi terkadang pula mereka tidur di kamar masing-masing jika merasa kecapian.

Tidak lama kemudian Girah pun terlelap.

Entah berapa menit kemudian dia kembali terjaga saat mendengar suara tangis ibunya dan betapa Girah dibuat terkaget saat melihat Sarmini sudah terduduk menghadap sang ibu sambil memegang jemari tangan.

Samar-samar dia melihat dari samping wajah Sarmini yang tampak pucat.

Girah merasa ada yang aneh di tengah rasa kantuk yang teramat sangat, tapi dia tidak memedulikan hal itu. Dengan cuek dia bertanya, “Mengapa kamu baru pulang jam segini, ha?”

Namun, tidak ada jawaban dari Sarmini.

Girah yang tidak menghiraukan adiknya pun kembali memejamkan mata untuk tidur.

Akan tetapi, Girah kembali terbangun saat mendengar suara ibunya sesenggukan dan alangkah terkejutnya ia karena Sarmini sudah tidak berada di sana padahal hanya hitungan detik saja.

Rasa kantuk pun lenyap seketika berganti rasa aneh saat Girah tersadar kalau semua pintu terkunci. Jadi, tidak mungkin jika Sarmini bisa masuk rumah.

Sebelum memastikan itu, terlebih dulu Girah memenangkan ibunya yang terlihat tegang dengan air mata yang masih mengalir, bibirnya juga bergetar seakan ingin memberitahukan sesuatu.

Setelah itu segera Girah menyisir kamar serta ruangan untuk memastikan yang dilihatnya tadi adalah Sarmini, tapi tidak ada siapa pun di dalam rumah selain ia dan ibunya justru yang ditemui adalah hawa yang tidak seperti biasa, terasa lebih dingin, dan tercium aroma bunga sedap malam.

Entah dari mana datangnya aroma bunga tersebut yang semakin kuat menyeruak.

Girah yang dibuat merinding pun memutuskan kembali masuk ke kamar ibunya, tapi niat itu diurungkan ketika terdengar suara pintu diketok sambil mengucap salam.

Tok! Tok! Tok!

“Assalamualaikum!”

Itu bukanlah suara adiknya melainkan suara Pak Sartono selaku Ketua RT setempat.

Tok! Tok! Tok!

“Assalamualaikum!” Suara Pak Sartono

“Alaikumsalam!” balas Girah.

Girah bergegas menuju pintu.

Saat membuka pintu.

Krekkk.

Terlihat Pak Sartono sedang bersama Pak Hando yang tampak tegang.

“Ada apa ya, Pak?” tanya Girah.

Pak Sartono pun menerangkan bahwa Sarmini mengalami kecelakaan bersama temannya.

“Sarmini kini berada di rumah sakit karena lukanya parah sekali dan saya minta Mbak Girah untuk segera melihatnya di rumah sakit.”

Mendengar itu tubuh Rana seketika lemas.

Jantungnya berdetak tidak beraturan disusul kemudian tangisnya terdengar karena sudah tidak bisa lagi ia tahan.

****

Setelah mampu mengendalikan diri Girah minta tolong pada Ibu Sekar agar menjaga ibunya dan dia pun bergegas ke rumah sakit dengan pakaian ala kadarnya.

****

Sesampainya di rumah sakit.

Tentu saja kesedihan sudah tidak lagi bisa dibendung. Girah berteriak histeris saat melihat Sarmini dalam keadaan tidak bernyawa. Luka di bagian kepala cukup parah sehingga hampir tidak melihat dengan jelas bagaimana bentuk wajah asli adiknya. Mata, hidung, pipi, dan bibir, benar-benar sudah hancur.

Menurut para saksi, motor yang dinaiki Sarmini telah terseret setelah dilindas oleh truk bermuatan pasir.

Teman Sarmini juga ikut terlindas dan meninggal di tempat, sementara Sarmini menghembuskan nafas terakhirnya begitu sampai di rumah sakit.

Girah terus berteriak memanggil-manggil nama Sarmini Adik satu-satunya itu.

“Sarmini! Hu hu hu.”

“Sarmini!”

Setelah beberapa waktu akhirnya Girah berhasil ditenangkan oleh Pak Sartono dan Pak Hando.

Pegawai rumah sakit juga memberi saran kepada Girah, Pak Sartono, dan Pak Hando untuk segera memakamkan jenazah Sarmini karena sudah dibersihkan oleh pihak terkait.

Girah yang masih berderai air mata mencoba tabah dan ikhlas karena bagaimanapun juga ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Sang Pencipta.

****

Setelah 7 hari kematian Sarmini.

Girah mulai mendengar omongan warga tentang Almarhumah Sarmini yang meninggal karena keluar rumah di hari Rebo Wekasan.

Omongan tersebut terdengar ramai di kalangan warga desa yang akhirnya sampai ke telinganya juga.

Rebo Wekasan adalah sebuah hari yang dipercaya sebagai hari sial, hari yang dipenuhi dengan musibah, mara bahaya, dan semacamnya. Hal itu juga dikuatkan dengan pendapat para ulama dan tokoh agama Islam yang mengatakan bahwa setiap tahun Pada hari Rebo terakhir di bulan Safar Allah Subhanahu Wa Ta' ala menurunkan 320.000 macam bencana di bumi. Bisa dikatakan bahwa hari tersebut adalah hari yang paling berat di antara hari-hari lainnya.

Girah menganggap semua itu memang sudah menjadi takdir Tuhan. Dia pun mencoba untuk tidak peduli dengan semua omongan warga dan mencoba menerima semua keadaan yang ada.

SELESAI

 

 

 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search