DENDAM ARWAH SANG JANDA BAGIAN 3
EPISODE 3
Sesampai di kamar.
Bermaksud akan menyalahkan lampu yang tadi ia padamkan, tapi
lampu itu tetap tidak menyala.
Betapa pun sakelar ia tekan-tekan berulang kali lampu itu tetap tidak mau menyala.
Mbak Menur segera menyambar ponselnya. Ia mengirim pesan ke
Yatun.
Beberapa saat ditunggu Yatun tidak segera membalas pesan itu.
Mbak Menur yang sudah tidak sabar pun kemudian menelepon
Yatun.
Panggilan itu masuk.
Mbak Menur lega, namun setelah beberapa kali menanyakan
keberadaannya, jawaban di telepon itu sungguh mengagetkan.
“Aku bukannya sedang bercanda.”
Masih mencoba tenang, namun ketika secara tiba-tiba terdengar
tawa kikik dari telepon.
“Hi hi hi.”
Mbak Menur pun
meletakkan ponselnya. Kupingnya masih berdenging-denging.
Tiba-tiba Mbak Menur mendengar sebuah suara di belakang dan
ketika menoleh ke belakang terlihatlah Indri berdiri.
Meski kamarnya dalam keadaan gelap, Mbak Menur masih bisa
melihat bahwa Indri berdiri dalam keadaan berlumuran darah.
Indri melangkah maju semakin dekat hingga semakin jelas bahwa
kondisinya mengerikan. Lehernya tampak mengangga dan darah membasahi tubuhnya.
Mbak Menur tidak kuasa melihat itu kemudian pingsan tidak
sadarkan diri.
Bruk!
****
Kejadian serupa juga
dialami Mbak Ning.
Mbak Ning adalah tetangga yang memang sangat membenci Indri.
Bukan saja karena ia merasa kalah cantik, tapi Mbak Ning dan Indri memang
sama-sama berjualan daging sapi di pasar. Mbak Ning merasa dagangan Indri lebih
cepat laku dibanding dagangannya apalagi dengan omzet yang lebih besar pula,
padahal yang sebenarnya adalah Indri memang
jauh lebih lama dalam berjualan.
Mbak Ning baru saja akan masuk rumah sore itu ketika ada
seorang yang menyapanya di halaman rumahnya.
Mbak Ning dengan jelas melihat Indri sedang berdiri. Wajah
Indri sangat pucat. Matanya sayup dan kosong.
Mbak Ning yang sudah sadar bahwa Indri sudah meninggal
beberapa hari yang lalu spontan menjerit keras.
“Akhhh!”
Meski ia telah menjerit keras, suaminya yang berada di dalam
rumah tidak mendengarnya.
Sosok Indri yang pucat itu kemudian mendekat ke arah Mbak
Ning yang semakin ketakutan.
Indri melangkah mundur tepat ketika Mbak Ning yang gemetaran
itu sampai di pintu rumah.
Azan magrib pun berkumandang.
“Allahu akbar, Allahu akbar!”
Sosok Indri tiba-tiba lenyap.
Mbak Ning pun masuk rumah sambil berteriak ketakutan.
Suaminya yang sedang bersantai seketika itu juga mendatangi
istrinya. Ia melihat istrinya gagu tidak bisa berkata-kata.
Belum si suami mengetahui apa yang terjadi Mbak Ning sudah
tidak sadarkan diri.
Bruk!
****
Selepas magrib.
Mbak Ning pun siuman, meski begitu ia masih terlihat linglung.
Ia belum bisa mengingat sepenuhnya apa yang terjadi.
Barulah ketika beberapa menit setelahnya Mbak Ning
menyebut-nyebut nama Indri.
Ia mengatakan pada suaminya bahwa ia melihat Indri.
“Indri datang ke rumah ini, Pak.” Mbak Ning berkata dengan
gemetaran.
Suaminya yang semula terlihat santai tiba-tiba merasa cemas
ketika mendengar nama Indri.
Suami Mbak Ning berusaha menenangkan meski ada kekhawatiran
di hatinya.
****
Malamnya.
Meskipun sedikit trauma, Mbak Ning berusaha melupakan
kejadian tadi sore.
Beruntunglah ia melihat Indri dengan keadaan yang utuh. Andai
sosok itu datang dengan kondisi seperti yang ditemukan, bisa saja Mbak Ning
seketika pingsan di halaman rumah.
Di sampingnya sang suami rupanya sudah tertidur, tapi ia
sendiri sampai jam 23.00 masih belum merasakan kantuk sedikit pun.
Mbak Ning hanya membolak-balikkan badan berusaha terpejam, namun
justru bayang-bayang Indri semakin kuat menjelma dalam ingatan.
Mbak Ning menggerak-gerakan tubuh suaminya, tapi suaminya
terlanjur pulas. Ya, ia menahan mulas yang harus dituntaskan di kamar mandi.
Tidak mau menahan lebih lama, dengan sedikit berlari Mbak
Ning pun menuju kamar mandi.
Saat di dalam kamar mandi itulah lirih terdengar suara
perempuan menangis.
“Hu hu hu.”
Suara tangis itu kadang hilang, kadang sangat jelas, dan
terasa dekat.
Mbak Ning pun buru-buru menyelesaikan hajatnya dan ketika
selesai ia harus segera kembali ke kamar.
****
Mbak Ning sudah berada di ruang tengah.
Ia melihat seorang perempuan terlihat melintas masuk ke kamar.
Jantung berdetak kencang.
Ragu-ragu ia hendak melangkah.
“Siapa yang masuk ke dalam kamar?” tanyanya dalam hati.
Namun, rasa takut sudah tidak terbendung lagi, ia harus
segera masuk kamar karena di sana aman ada suaminya.
Mbak Ning segera meloncat ke tempat tidur.
Ia berlindung di balik punggung suaminya, namun sebuah suara
kembali mengganggunya.
Suara itu terdengar seperti benda-benda bergelotakan.
Gelotak! Gelotak!
Semakin lama suara itu semakin keras terdengar.
Gelotak! Gelotak!
Ketika diamati lebih jelas, rasa-rasanya suara itu berasal
dari dalam lemari.
Gelotak! Gelotak!
Ternyata suami Mbak Ning juga mendengar suara yang sama.
Gelotak! Gelotak!
Mereka berdua pun bangun.
Mereka diam sejenak berharap bisa mendengar dari mana asal
suara itu, tapi suara itu diam, tidak lagi terdengar sesuatu yang aneh.
Ketika mereka kembali tidur secara perlahan suara itu muncul
kembali.
Gelotak! Gelotak!
Semakin lama semakin keras.
Gelotak! Gelotak!
Tidak tahan dengan gangguan itu suami Mbak Ning bangkit dan
beranjak dari tempat tidurnya. Ia pasang telinganya, namun suara itu kembali
menghilang.
Suami Mbak Ning terus melangkah keluar kamar.
Ketinggalan di kamar sedetik pun terasa sangat lama baginya.
Gelisah Mbak Ning menunggu suaminya.
Mbak Ning mencoba pejamkan mata. Suasana memang terasa hening.
Tiba-tiba suara bergelotakan itu kembali muncul.
Gelotak! Gelotak!
Mbak Ning terperanjat.
Suara itu memang berasal dari lemari bajunya.
Gelotak! Gelotak!
Mbak ini sebenarnya akan menunggu suaminya, tapi terbawa rasa
penasaran ia pun nekat membuka lemari pakaiannya.
Ia melangkah menuju lemari dan setelah sampai kemudian
membukanya.
Krekkk.
Namun, Mbak Ning terheran karena di dalam sana semua pakaian
masih tampak rapi, tidak seperti yang ia bayangkan kalau ada tikus di dalamnya.
Namun, ada yang aneh di antara tumpukan pakaian itu. Sesuatu
yang aneh itu berasal dari bau yang
anyir, bau darah.
Mbak Ning merasakan perutnya menjadi sangat mual, hampir saja
ia muntah.
Pada saat ia akan menutup lemari itulah ia melihat darah yang
telah mengotori pakaian bahkan darah itu telah memenuhi dinding lemari.
Tidak kuasa melihat sesuatu yang di luar nalarnya itu, Mbak
Ning pun menjerit keras.
“Akhhhhh!”
Saat itu suaminya telah berada kembali di dalam kamar. Suami
segera menanyakan apa yang terjadi.
Mbak Ning yang dirundung ketakutan itu hanya menunjuk-nunjuk
ke dalam lemari.
“I ... i ... itu, Pak.”
Suami Mbak Ning melihat ke dalam lemari yang ditunjuk oleh
istrinya.
Sang suami merasa aneh karena di dalam sana tidak menemukan
apa pun yang sekiranya membuat takut.
“Tidak ada apa-apa di dalam kok. Kamu itu takut apa, Mak?”
Mbak Ning masih terlihat sok, napasnya tersengal-sengal.
“Ada darah di dalam lemari, Pak!” katanya lalu kembali
pingsan.
Brukk!
BERSAMBUNG KE EPISODE 4
No comments:
Post a Comment