Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

DENDAM ARWAH SANG JANDA BAGIAN 1

 EPISODE 1

Obrolan di warung pecel.

Warung pecel di ujung gang itu tampak lebih ramai dari biasanya, padahal pecelnya sendiri sudah habis.

Terlihat dari beberapa pelanggan yang balik lagi setelah pemilik warung mengatakan habis.

“Tinggal tersisa kerupuk melempem. Gratis kalau mau.”


Tentu saja kata-kata Mbak Cenil itu membuat pelanggan yang kecewa terpaksa tersenyum.

“Mbak Cenil, kabar yang aku terima katanya Indri kemarin kesurupan lagi?” tanya Mbak Menur, seorang perempuan dengan tubuh tambun menanyakan sebuah berita.

Yang ditanya masih sibuk menata piring dan gelas yang baru saja dicuci.

Karena pertanyaannya tidak segera dijawab, Mbak Menur mengulang lagi pertanyaan yang sama.

“Benar itu, Mbak?”

“Bukan kesurupan, Mbak, tapi mengigau. La wong Mbak Indrinya cerita sendiri sama aku kok,” jawab Mbak Cenil.

Warung pecel itu rupanya masih terlihat ramai karena mereka sedang membicarakan seorang perempuan di kampung mereka yang bernama Indri.

Kabar yang didapat dari para istri yang berkumpul itu mengatakan kalau Indri beberapa hari ini sering kesurupan.

Indri perempuan berumur sekitar 35 tahun berstatus janda anak satu, ditinggal mati suaminya, dan kini tinggal bersama bapak ibunya.

Indri bukan saja menjadi bahan pembicaraan kaum istri bahkan kaum muslimin pun sering kali membicarakannya, tentu saja karena kecantikannya yang di atas rata-rata perempuan di kampung itu, apalagi Indri juga seorang pedagang daging sapi di pasar yang cukup sukses.

Para istri itu tiba-tiba terdiam ketika seorang perempuan bertubuh semampai masuk ke dalam warung, perempuan itu tidak lain adalah Indri yang membuat para istri itu merasa cemburu.

“Pecelnya sudah habis,” kata sang penjual kepada Indri.

Dengan kecewa Indri juga akan balik badan, namun perempuan tambun yang terlanjur penasaran mencegahnya dengan tanpa daging aling-aling. Dia menanyakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah terjawab.

Mendengar pertanyaan itu Indri pun kemudian mengambil sebuah kursi.

“Yang bilang kalau aku kesurupan itu siapa toh, Mbak? Aku itu cuma mimpi,” jawab Indri.

“Kalau ada berita yang belum jelas tolong jangan disebarkan dulu,” imbuhnya lagi.

Janda berparas manis itu jelas mangkel karena di setiap tempat dia menjadi bahan pembicaraan.

Para istri yang sedang ngerumpi itu pun diam. Sebagian besar dari mereka memang kurang menyukai Indri. Bukan karena Indri ganjen dan sebagainya, justru sikapnya di kampung sangat sopan, bahkan semenjak kecil orang-orang tua di kampung itu mengenal Indri sebagai gadis yang sangat santun. Hanya saja karena kesopanannya inilah tidak sedikit membuat para lelaki yang jatuh hati termasuk para suami mereka.

“Eh, itu kalau cuma mimpi kenapa harus teriak-teriak begitu toh, Mbak?”

“Mimpi kok sampai jerit-jerit,” ucap satu perempuan.

“Mimpi kok ganjen!” Yang lain ikut menimpali.

Indri yang tidak mau ribut kemudian mengalah. Ia pun menceritakan apa yang sebenarnya dialami.

Para istri itu mendengar dengan raut wajah tak percaya dan mencibir.

 “Sudah beberapa hari ini aku seperti didatangi makhluk tinggi besar berjebah hitam. Kadang aku sampai bingung antara nyata atau mimpi,” jawab Indri dengan tatapan kosong.

Tidak ada yang berkomentar dengan jawaban itu. Entah bila di dalam hati, terkadang mereka lebih suka berkomentar ketika orang yang mereka bicarakan sudah pergi.

“Entah, Mbak. Rasanya aku ingin sekali mengadakan pengajian atau tahlilan di rumah,” kata Indri lagi.

Lagi-lagi tetap tidak ada yang berkomentar.

“Aku kangen sama Mas Noto,”  sambungnya pula. Kali ini jawaban itu terasa Mbak Menusuk. Mas Noto yang disebut Indri adalah almarhum suaminya Indri.

Merasa tidak ada yang merespons seketika dan Indri pun berpamitan untuk meninggalkan warung pecel itu.

Indri menjadi janda semenjak suaminya meninggal 3 tahun yang lalu dan tidak sedikit kaum para istri yang berubah sikap terhadapnya.

Dalam hati Indri bertanya-tanya, “Apakah salah menjadi janda.” Toh ia menjadi janda karena ditinggal mati bukan janda cerai.

Seharusnya mereka menjaga suaminya agar tidak tergoda wanita lain.

Bahkan setelah berjualan daging, Indri pun langsung pulang, kecuali bila ada pesanan. Tidak lain karena ia menjaga diri dari kunjungan yang tidak benar.

Dalam perjalanan pulang dari warung pecel itu, Indri tiba-tiba teringat beberapa bulan yang lalu ada istri tetangganya yang tiba-tiba datang dan Mbak Menur menuduhnya berselingkuh dengan suaminya.

****

Kini menyisakan beberapa perempuan di warung pecel dan mereka tidak melanjutkan perbincangan lebih lanjut karena dagangan Mbak Cenil sudah habis, ia akan Mbak menutup warungnya.

Namun, di luar warung para perempuan kampung itu masih saja membicarakan Indri.

Mbak Cenil sebenarnya merasa iba dengan Indri. Ia bisa merasakan bagaimana kesepiannya seorang Indri, apalagi dengan sikap para istri di kampungnya.

Mbak Cenil merasa yakin kalau Indri wanita baik-baik, tidak seperti yang dituduhkan oleh para istri-istri  selama ini.

“Semoga saja si Indri itu segera pergi dari sini! Kalau perlu segera mati saja dia itu!” Tiba-tiba seorang dari mereka meluncur sebuah kalimat yang sangat tidak patut diucapkan.

Mbak Cenil terpaksa membentak orang itu.

Orang yang dibentak itu tampak tidak senang, bersamaan dengan itu pula secara tiba-tiba terdengar suara burung dara.

****

Begitu sampai di rumah Indri mengungkapkan maksud hati pada bapaknya.

“Aku ingin sekali mengadakan pengajian, Pak.”

Keinginan itu tampaknya sudah tidak bisa lagi dicegah.

Sang bapak yang bernama Harsono menggelar napas mendengar permintaan anaknya yang terlihat ada rasa kangen begitu mendalam pada Noto almarhum suaminya.

Indri kemudian berdiri berjalan menuju pintu. Ia memandang keluar dan telinganya seperti menangkap kicau burung kedasih.

Tiba-tiba seekor cecak tanpa sengaja jatuh tepat di pundaknya dan burung kedasih itu kembali berkicau ketika ingin masuk kamar, tapi tentu saja tidak ada yang mengindahkan kicauan itu.

Lain hal dengan Pak Harsono yang mulai merasakan ada sesuatu akan terjadi, sesuatu yang mengusik hatinya dan mungkin tidak baik.

Pak Harsono pun menghela napas. Beliau hanya bisa berdoa di dalam hati. “Ya, Allah Gusti. Lindungilah keluarga kami. Hindarkan dari segala beban mengancam keluarga kami.”

Doa itu selesai terucap ketika beliau mendengar suara benda-benda pecah.

Prang!

Ketika beliau ke belakang ternyata suara itu berasal dari piring yang terlepas dari pegangan istrinya ketika dicuci.

Pak Harsono mencoba menenangkan perasaan istrinya walau sejujurnya dalam hatinya sendiri sedang merasakan sesuatu yang sangat meresahkan hati.

Semalam beliau juga bermimpi. Dalam mimpinya itu beliau sedang punya hajat besar yaitu, menikahkan Indri.

Dalam kekalutan itu kicau burung kedasih terdengar semakin nyaring.

****

Keesokan harinya.

Inggar tampak tidak mau melepaskan ibunya. Bocah berumur 3 tahun itu menangis keras dan tidak mau lepas dari gendongan Indri.

Padahal siang itu Indri akan mengantar daging sapi pesanan dari pelanggannya, Indri pun menurutinya.

Digendong anaknya sampai tertidur dengan pulas.

Indri peluk anaknya itu seakan tidak ingin berpisah. Ia menciumnya setelahnya Inggar pun berpindah gendongan pada  mbahnya.

“Indri, langsung pulang, ya. Jangan malam-malam. Lagi rawan begal sekarang ini,” kata Pak Harsono mewanti-wanti.

“Baik, Pak.”

Indri tidak membantah, sepeda motor yang baru dibeli 4 bulan itu pun meluncur pelan.

Ibunya melepas kepergian Indri dengan hati yang cemas. Ada perasaan lain yang tidak bisa ia ungkapkan, ada perasaan agar ia menahan Indri untuk tidak pergi sore hari itu.

Di luar, burung kedasih itu kembali berkicau tanpa henti.

Pak Harsono memandangi wajah istrinya. Bagaimanapun perasaan orang tua akan sangat peka terhadap anaknya.

BAGIAN 2 DENDAM ARWAH SANG JANDA

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search