TUMBAL 99 ARI-ARI BAGIAN 2
BAGIAN 2
Suara kentungan makin jelas terdengar di mana-mana.
Tampak terlihat ada cahaya melesat dari dekat rumahnya Lestari ke arah pemakaman.
Orang-orang terlihat mengejarnya.
“Api! Ada api terbang ke arah sana!” seru salah satu warga
yang terus memukul kentungan.
Tuk!
Tuk!
Tuk!
Mendengar hal itu rombongan warga yang baru datang dan juga
peronda dari pos yang lain segera menuju ke arah yang ditunjukkan.
“Itu, Woe! Terbang ke arah sana!”
Jalan setapak licin itu mendadak ramai, ada yang setengah
berlari, ada yang berjalan pelan-pelan, dan ada yang bernasib sial karena
terpeleset dan jatuh ke tanah kotor.
Bruk!
“Asu!” rutuk warga yang jatuh dan terlihat berlepotan.
****
Rombongan warga yang mengejar cahaya terbang itu semakin
dekat ke area pemakaman dan kini terlihat semakin ramai, apalagi di pohon besar
dekat kuburan Mbah Saerah terlihat orang berkerumun yang semakin membesar
seiring datangnya rombongan warga yang baru datang.
Harto bersama kawan-kawannya juga segera bergabung dalam
kerumunan itu, tapi tidak jelas. Harto hanya tahu ada orang yang sedang
dikerumuni dan pada akhirnya misteri kerumunan serta orang yang kerumunan itu
terjawab sudah.
Pak Tejo orang yang dikerumuni warga memberitahukan kalau kilatan
cahaya obor yang dikejar mengarah ke makam Mbah Saerah. “Sumpah! Awakku mau roh
dewe nek mabur ngarah merene!”
Namun, tidak ada tanda keberadaannya, cahaya itu lenyap begitu saja.
Tidak berapa lama Mbah Noto datang dan dari keterangan Pak
Tejo pula Mbah Noto akhirnya pulang. Ia telah membentengi rumah Lestari anaknya
dari mara bahaya seolah tahu kalau cucunya itu menjadi incaran makhluk tak
kasat mata.
Mbah Noto melakukan ritual benteng diri termasuk pagar gaib,
dan kenyataannya cahaya sebesar sinar obor itu tidak mampu menembus sehingga
kandungan Lestari pun terselamatkan.
****
Singkat cerita setelah selesai membentengi rumah Lestari,
Mbah Noto memutuskan untuk kembali dan mendekati kuburan Mbah Saerah.
Semua mata pun tertuju padanya sambil berdiam diri. Tidak ada
satu pun yang berani mengeluarkan suara.
Mbah Noto berjongkok sambil memegang nisan. “Semua harus
diakhiri. Ben wargo tenang kambek uripe,” ucapnya yang disusul menyuruh warga
untuk membubarkan diri.
“Wes kono do bubar!”
Karena orang-orang masih berdiam di tempat masing-masing Mbah
Noto mengulang pesan ke warga atau jika mereka ingin tetap di sana maka harus
berada di luar pemakaman.
Setelah itu barulah mereka berbondong-bondong meninggalkan
lokasi. Namun karena penasaran mereka mencari tempat di luar makam untuk
menyaksikan apa yang akan dilakukan sesepuh kampung itu.
Para warga yang bergerombol di beberapa titik luar pagar
makam tetap tertib dengan berdiam diri.
Harto menyaksikan dengan jelas prosesi di makam tersebut.
Tampak Mbah Noto memejamkan mata sedangkan mulutnya berkomat-kamit
membaca mantra.
Suasana menjadi mencekam ketika muncul bentuk api sebesar
nyala obor yang entah muncul dari mana, disusul kemudian asap tipis terbawa
angin menyelimuti kuburan.
Wuzz.
Ketegangan pun dirasakan warga ketika terdengar letusan yang
membuat api tersebut berhamburan sebelum benar-benar padam.
Dar!
Kemudian terdengar suara tawa cekikikan seorang wanita yang
sangat menyeramkan.
“Hi hi hi.”
Namun, suara itu hanya bertahan beberapa saat saja karena
berganti dengan suara geraman yang juga terdengar mengerikan.
“Akhhhhh.”
Disusul kemudian entakkan angin yang sangat kuat menyerang.
Wuzzz!
Ada beberapa dahan dari pohon besar yang patah akibat angin
tersebut.
Krakk!
Bruk!
Mbah Noto mampu menghindar dan nyaris terjungkal, tetapi satu
ranting tepat menancap di bagian vital miliknya.
Jleb!
“Aduh yong!”
Di saat itulah suara geraman hilang bersamaan dengan suara
letusan yang terdengar sampai tiga kali.
Dar!
Dar!
Dar!
Suasana terlihat mulai tenang.
Angin sudah lenyap termasuk pula asap tipis yang menyelimuti.
Melihat Mbah Noto melambaikan tangan, warga langsung
berhambur masuk ke lokasi untuk membantu.
“Mbah, Njenengan gak popo to?”
“Wes gotongen awakku ngaleh ko kene,” balas Mbah Noto sambil
mendelik menahan sakit saat patahan ranting mencap tepat di bagian
selangkangannya.
“Biyoh, Mbah. La iki ngko piye kedadeane. Manuke Njenengan,
Mbah!”
Justru dijawab oleh Mbah Noto dengan tubuhnya yang ambruk.
Bruk!
“Mbah!”
“Woe, ewangi woe!”
****
Warga kampung dan warga sekitar tetap berjaga setelah
kejadian malam itu. Kini tidak ditemukan ada sesuatu hal ganjil pada janin
orang yang mengandung, semua berjalan normal.
Mereka juga tidak menemukan lagi sesuatu yang aneh pada
malam-malam berikutnya. Kondisi desa pun kembali tenang.
Dua minggu kemudian warga berduka atas meninggalnya Mbah Noto,
patahan ranting di malam itu membuatnya luka dalam yang akhirnya menghembuskan
nafas terakhir.
Kesimpangsiuran tentang misteri janin yang lenyap masih
menjadi misteri, hingga Juragan Ngadiman sebagai sahabat baik mendiang Mbah
Noto pun buka suara tentang kebenaran dari penuturannya.
“Diketahui kalau di masa lampau memang Mbah Saerah telah
melakukan satu ritual yang melibatkan perjanjian dengan iblis.”
“Demi kelancaran pekerjaannya sebagai dukun beranak Mbah Serah
harus menyerahkan sebanyak 99 ari-ari bayi dari anak pertama. Namun, belum
sampai target, Mbah Saerah telah dihabisi oleh putraku.”
“Setelah kematian Mbah Saerah, teror justru mengarah pada
janin kehamilan pertama bukan pada ari-ari bayi dan Mbah Noto turun tangan saat tahu jika putraku meninggal
dunia.”
Dulu Mbah Noto berupaya untuk menumpas sosok tak kasat mata
tersebut. Akan tetapi, beberapa orang pintar yang dimintai bantuan tidak mampu
menyelesaikan masalah, akhirnya dia yang masih memiliki garis keturunan orang
berilmu memutuskan untuk melakukan ritual sendiri.”
“Karena bakat yang dimiliki akhirnya ditemukanlah tempat
untuk menempa kesaktian.”
“Karena ambisi dan dendam yang sangat kuat ketika keilmuan
mendekati sempurna, Mbah Noto memutuskan menghadapi sosok tersebut.”
Akan tetapi, ilmu Mbah Noto tersebut belum disempurnakan
terlebih dahulu”
“Dengan alasan tak mau makin banyaknya jatuh korban maka Mbah
Noto tetap pada pendiriannya.
“Pertarungan terjadi saat sosok tersebut menyerang salah satu
perempuan yang hamil dan Mbah Noto mampu menyelesaikan semua, hanya saja sosok
tersebut tidak musnah begitu saja, dia berjanji akan kembali dan Mbah Saerah
membangkitkannya.”
“Mbah Noto yang merasa khawatir secara diam-diam mempelajari
keilmuan untuk menghadapi sosok yang dibangkitkan oleh Mbah Saerah kelak jika
kembali muncul, dan itulah yang terjadi di hari ini.”
Warga yang menyimak keterangan Juragan Ngadiman
mengangguk-angguk dan berharap kampungnya benar-benar aman dari teror janin,
begitu pula Harto yang sekarang istrinya sudah mengandung putra pertama, buah
hati yang dinanti setelah 2 tahun berkeluarga.
SELESAI
No comments:
Post a Comment