Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

MISTERI SULIKAH

MISTERI RUMAH GERIBIK (EPISODE 1)



“Apalagi yang harus kita lakukan, Mas. Sudah terlalu banyak usaha yang telah kita coba, tapi mengapa Tuhan belum juga mengabulkan, ya,” ucap Sri dengan murung.

“Aku tidak sanggup berpikir lagi,” Yadi menjawab dengan lirih.

Terlihat sepasang suami-istri itu mulai putus asa.

Hari ini adalah tepat 10 tahun mereka menjalani hidup sebagai sepasang suami istri. Sri memegangi kalender sambil mengelus tanggal yang ditandai bundaran spidol merah. Sri mengenang saat suaminya mengucap ijab kabul tersebut kala itu, di mana masa-masa bahagia baginya.

Awal pernikahan mereka, Yadi yang bekerja di pabrik rokok mampu memberikan materi berlebih, bahkan karier Yadi yang semakin bagus mengantar mereka membeli rumah yang megah yang sebelumnya yaitu hidup pas-pasan dikontrakkan.

Perabotan di dalam rumah pun semua berkelas, tapi semua kemewahan itu kurang melengkapi kebahagiaan mereka, dikarenakan sampai saat ini mereka belum dikaruniai buah hati.

Mereka sudah sering ke beberapa dokter spesialis, namun semua mengatakan hal yang sama bahwa tidak perlu ada yang dikhawatirkan karena kondisi mereka baik dan sama-sama subur.

Sri dan suaminya juga mendatangi banyak dukun maupun ahli pijat janin, tapi tetap saja belum ada tanda-tanda kehamilan yang dinanti.

Sampai sekarang pun Sri masih minum ramuan perangsang kehamilan, berharap mendapat momongan seperti pasangan lain.

Sri merasa kesepian apalagi saat suaminya bekerja dia hanya menyibukkan diri di rumah untuk menghilangkan kejenuhan.

“Seperti usulku yang lalu, kita adopsi anak saja. Karena menurut kepercayaan orang zaman dulu, itu akan memancing kamu agar segera hamil.” Yadi melanjutkan ucapannya.

Sri terdiam sejenak sambil berpikir.

“Baiklah, Mas. Mungkin hanya itu jalan keluar dari masalah kita, apalagi kita ini makin berumur, Mas. Kalau ditunda-tunda terus keburu tua kita nanti, Mas.”

Pembicaraan mereka terhenti. Sudah ada jalan keluar dari permasalahan panjang yang mereka hadapi, yang pada akhirnya diputuskanlah untuk menemui orang tua mereka di kampung, berharap ada keluarga yang memberikan bayi mereka untuk dijadikan anak asuh.

****

Gerimis menemani sepanjang perjalanan mereka menuju kampung halaman. Butuh waktu 3-4 jam untuk tiba di sana.

Rumah orang tua mereka berdekatan, hanya berjarak beberapa meter saja.

Saat menikah dulu, teman-teman mereka menyebut Gopekgo atau tonggo ngepek tonggo.

****

Singkat waktu.

Tidak terasa mereka sudah tiba di halaman rumah. Gerimis sudah hilang meski mendung masih pekat menyelimuti.

Begitu mendengar suara mobil berhenti, orang tua Sri keluar rumah menyambut kedatangan anaknya. “Kok nggak ngabarin dulu toh, Nduk,” sambut sang ibu setelah barang bawaan dan sekardus oleh-oleh diturunkan Yadi, dan Sri langsung masuk rumah.

Orang tua Yadi yang melihat kedatangan anaknya ikut bergabung di sana, maklumlah rumah mereka sangat dekat sehingga kehadiran mereka terlihat dari sana.

Beberapa saat kemudian orang tua Yadi kembali muncul membawa minuman kopi panas dan makanan kecil.

“Monggo di ujuk ryien,” ucap sang ibu sopan.

 Setelah minum sedikit kopi, Yadi mulai angkat bicara. Tanpa banyak basa-basi lagi dia menceritakan tentang keluh kesahnya selama ini.

Tujuan mereka datang tanpa memberi kabar adalah mencari anak untuk diadopsi.

“Kalau mungkin dari salah satu keluarga ada yang mau menyerahkan anaknya, besok ayah akan mencari informasi tentang hal itu ucap,” ayahnya Yadi.

Orang tua Sri saling melempar pendapat.

Pembicaraan keluarga mereka mengenai mencari seseorang yang mungkin saja anaknya bisa dijadikan anak angkat tentu melalui pertimbangan bibit dan bobot, bukan asal-asalan.

Mereka mulai berpikir keras untuk mendapatkannya, mencari yang berasal dari keluarga baik-baik tidak anak dari hubungan gelap.

Beberapa saat kemudian pembicaraan serius itu berakhir. Mereka tidak mau terlarut dalam ketegangan. Rasa rindu orang tua dan anak membawa topik obrolan yang lebih ringan. Sesekali terdengar tawa mereka dalam gerimis yang kembali datang.

****

Hujan sangat deras setelah selesai salat Isya. Yadi dan istrinya bersiap untuk pulang. Mereka harus kecewa karena tidak menemukan seorang anak seperti yang diharapkan.

Hujan yang disertai petir itu tidaklah menghalangi niat mereka untuk pulang. “Mbok ya pulangnya nanti saja kalau hujannya sudah reda. Bahaya lho.” ibunya Sri berucap dengan nada khawatir sewaktu mereka pamit.

Setelah bersalaman dengan seluruh sanak keluarga yang berkumpul, mereka pun pamit dan segera melaju.

Suara petir yang saling mengejar membawa suasana lain dihati Yadi maupun Sri. Mereka saling diam, musik dalam mobil pun tidak mereka menyalahkan.

Selama perjalanan pulang hujan mulai reda. Tampak jalanan dipenuhi genangan air. Sesekali mereka dikagetkan dengan lubang di jalan yang menggoyang mobil mereka. Yadi pun mulai mengurangi kecepatan dan mobil berjalan pelan.

Pandangan mereka tertuju pada rumah sangat tua yang terbuat dari anyaman bambu. Tak hanya dengan lampu templok di tiang kayu depan yang memberi penerangan, pada rumah itu tampak dari dalam seorang perempuan yang hanya memakai jarit sampai bawah ketiak, menggendong bayi.

Perempuan itu menimang sebentar lalu diletakkannya bayi di bangku bambu teras rumah. Perempuan itu sejenak memandang mobil mereka, lalu dia kembali masuk rumah dengan meninggalkan sang bayi dan menutup pintu.

Sungguh aneh, bayi itu dibiarkan sendirian di rumah dalam cuaca dingin.

Bersamaan dengan itu mobil tadi tiba-tiba mogok tepat di depan rumah tersebut. Yadi coba starter berulang-ulang, tapi tetap tidak menyalah.

“Kenapa, Mas?” tanya Sri diliputi ketegangan.

Akhirnya mereka keluar dari mobil berdua, menembus gerimis rintiknya, menuju rumah geribik itu.

BERSAMBUNG KE EPISODE 2


PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search