MISTERI SULIKAH EPISODE 2
TOMPEL (EPISODE 2)
Sri kemudian mengelus lembut kepala bayi yang digendong perempuan
dengan jarit tadi, kemudian Sri mencoba menggendongnya.
Sementara Yadi terus mengetuk pintu sambil memanggil-manggil.
“Mbak! Mbak, permisi!”
Akhirnya keluarlah perempuan itu. “Maaf, Mbak. Mobil kami
mogok. Kami mau menumpang berteduh sambil menunggu hujan reda,” ucap Yadi.
Perempuan itu tidak menjawab, hanya terdiam dengan tatapan
mata kosong ke arah Sri yang menggendong sang bayi.
“Maaf, Mbak.”
“Kenapa bayi ini ndak diajak ke dalam.”
“Kasihan.”
“Kedinginan nanti.” Sri berucap berucap sambil menggendong
sang bayi.
Perempuan itu tetap diam. Saat itulah hujan tiba-tiba reda.
Dalam cahaya lampu templok, perempuan itu tersenyum pada
bayinya dan berkata, “Kalian, tolong rawat dan jaga bayiku. Jangan sia-siakan dia.”
Setelah berbicara, perempuan itu kembali masuk rumah dan
menutup pintu.
Krek ....
Brak!
“Mbak!”
“Mbak, apa maksudmu, Mbak!” Dengan menggendong bayi Sri
berteriak sambil menggedor pintu.
Dok! Dok! Dok!
“Mbak, buka!”
Pintu pun terbuka dengan sendirinya.
Krek ....
Yadi kemudian memilih masuk, memanggil, mencari keberadaan
perempuan tersebut.
“Mbak!”
“Mbak!”
Dalam temaram lampu,
mereka mencari sampai ke sudut-sudut rumah, tapi tidak ada siapa pun dan mereka
dikejutkan dengan suara mobil yang tiba-tiba menyala dengan sendirinya.
Seketika mereka pun bergegas keluar.
“Apa yang harus kita lakukan dengan bayi ini, Mas?” tanya Sri
bingung.
“Mungkin ini pemberian Tuhan untuk kita. Lebih baik kita bawa
bayi ini, dan kita harus punya alasan yang tepat bila nanti keluarga maupun
tetangga ingin tahu dari mana asal bayi ini,” jawab Yadi.
“Ayo! Kita harus segera meninggalkan tempat ini, Sri.”
Keduanya bergegas kembali menuju mobil.
“Masuk.” Yadi mempersilakan istrinya yang menggendong bayi
itu masuk.
“Bagaimana dengan perempuan itu, Mas?”
Yadi memilih tak menjawab.
Sebelum mereka melaju, Sri mengamati wajah cantik bayi
tersebut. Tampak manis sekali dengan tahi lalat di pipi kirinya.
Setelah itu Yadi kembali melajukan mobil, melanjutkan
perjalanan, meninggalkan tanda tanya yang mulai terlupa.
****
3 tahun kemudian.
Hari-hari dilewati Sri dengan sukacita. Sri telah menjadi
seorang ibu, meskipun tidak pernah melahirkan dan menyusui. Anak yang ditemukan
itu diberi nama Sulikah.
Anak yang cantik itu semakin bertambah umur. Tahi lalat di pipi
kirinya semakin melebar hingga menjadi tompel yang cukup besar memenuhi pipinya.
Bicaranya pun agak kesulitan dan mulai tambah gagap.
Sejak mengasuh Sulikah, akhirnya Sri positif hamil, tapi
sayang kehamilan itu hanya beberapa minggu saja karena dia mengalami keguguran
yang tanpa sebab.
Mendadak saja janin raib dengan sendirinya, dan hal itu
terulang hingga tiga kali kehamilan. Sejak saat itulah sikapnya pada Sulikah
mulai berubah. Yadi dan Sri menganggap Sulikah pembawa sial, bukan pembawa
keberuntungan.
Seharusnya mereka bersyukur, karena Tuhan sudah menunjukkan
kuasanya tentang kehamilan yang dialami. Sesuatu yang dirindukan selama
menjalin rumah tangga dan sudah dapat dipastikan bahwa Sri maupun Yadi tidaklah
mengalami kemandulan.
Karena anggapan negatif tentang Sulikah, mereka sering
memarahi anak angkatnya itu. Membiarkan Sulikah dipaksa mandiri, disuruh makan,
mandi, termasuk berpakaian sendiri. Bahkan Yadi ikut-ikutan sering memarahi.
Sulikah selalu dibentak.
Kejadian itu terus berlanjut, membuat Sulikah menjadi trauma
terhadap orang tuanya sendiri.
****
4 tahun berikutnya.
Saat Sulikah sudah menginjak usia 7 tahun, gadis kecil itu
menjadi bahan ejekan teman-temannya. Hal itu dikarenakan tompel di wajahnya.
Sulikah pun menjadi sering menyendiri, tidak mau lagi mendekat pada anak
sebayanya.
Di sisi lain rasa takut pada kedua orang tuanya terus
menghantui hari-hari yang ia dilewati,
apalagi semenjak Sri kembali hamil.
Sri benar-benar menjaga betul kandungannya tanpa
memperhatikan Sulikah, gadis belia itu semakin kehilangan masa kecilnya.
****
9 bulan kemudian.
Hari ini Sulikah diajak ayahnya menunggu Sri yang akan
melahirkan di rumah sakit.
Kehamilan yang keempat ini Sri menjaga janin sangat hati-hati,
dan hal itu pun berbuah keberhasilan.
Didampingi sang suami, lahirlah bayi yang dinantikan, bayi
perempuan yang sangat sempurna.
“Oek! Oek! Oek!”
Tampak Yadi mencium istrinya dengan hangat, lalu mengusap
sisa bulir keringat yang membasahi wajah istrinya. Mereka pun tersenyum dengan
sukacita.
Sementara Sulikah memandang kebahagiaan kedua orang tuanya
dengan wajah yang penuh rasa takut. Ia takut jika ayah dan ibunya semakin kasar,
tentu karena ada sosok yang lebih diutamakan.
****
Dan apa yang dikhawatirkan memang terjadi. kehadiran seorang
anak kandung membuat keluarga Yadi membuat Sulikah semakin dilupakan. Adik
Sulikah yang diberi nama Diah itu jauh lebih disayang dan diperhatikan. Sulikah
menjadi tidak terurus, tubuhnya semakin kurus.
Setiap kali dia melakukan kesalahan, selalu mendapat hukuman
maupun perlakuan kasar dari sang ayah.
“Bagaimana kalau si tompel itu kita titipkan pada neneknya
saja, Mas. Biar menjadi teman di masa tua mereka,” ucap Sri saat berdua dengan
suaminya, namun Yadi menolak usulan itu. Yadi tidak mau merepotkan orang tua
mereka yang sudah sepuh. Kemudian Yadi mengusulkan mencari pembantu saja untuk
mengurus Sulikah.
Belum selesai pembicaraan itu, terdengar bayi mereka menangis
dari dalam kamar. Sri segera bangkit dari duduk.
Saat sampai di kamar dilihatnya Sulikah sudah berada di sana
dan mencoba menghibur adiknya.
“Sudah berapa kali kubilang padamu, Tompel! Jangan dekati
adikmu. Dia itu takut jika melihat wajahmu!” Sri membentak Sulikah.
Sebelum ibunya berbuat kasar, Sulikah sudah berlari lebih
dulu meninggalkan kamar dan Yadi yang lihat Sulikah keluar dari kamar langsung
menangkapnya.
“Mau ke mana kamu, ha!”
No comments:
Post a Comment