Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

ANAK PEMBUNUH YANG TAK DIRESTUI

KASIM & SALMAN BEBAS DARI PENJARA


Jam dinding menunjukkan pukul 08.00 pagi. Amar namanya, terbangun karena dirinya teringat akan janji pada sang kekasih. Ia tidak ingin sang kekasih menunggu, buru-buru ia bangkit untuk mempersiapkan diri.

Amar merupakan seorang pemuda berusia 25 tahun, berkulit putih bersih, dan berambut Ikal.

Setelah selesai menempuh jenjang pendidikan, kini dirinya telah bekerja di sebuah pabrik dengan posisi yang cukup tinggi. Banyak gadis desa setempat yang berharap bisa meraih hati pemuda tersebut, tapi pilihannya dijatuhkan pada seorang gadis yang bernama Ratri, seorang remaja cantik dari desa sebelah.

Setelah menyantap sepiring nasi dengan lauk kesukaannya yaitu bandeng asam manis, ia pun berpamitan pada ibunya. Sebelumnya ia telah meminta izin bahwa akhir pekan ini akan mengajak Ratri untuk jalan-jalan.

“Ati-ati. Ora usah kesusu,” kata ibunya tersenyum.

Amar kemudian mengeluarkan motor miliknya dan bergegas menuju rumah Ratri.

Dia senang karena selama ini punya dukungan dari ibunya. Setiap apa pun yang ia lakukan termasuk dalam menemukan tambatan hati meski tergolong terlahir di era Siti Nurbaya namun ibundanya sangat menghargai cinta. Beliau tidak akan melarang atau memberikan pilihan wanita lain pada Amar putra bungsunya, membiarkan memilih siapa saja yang dicintai.

****

Sementara itu di depan rumah sederhana yang berdinding bambu, Ratri sudah menunggu pujaan hati dengan harap-harap cemas, dan tidak perlu menunggu lama, selang beberapa menit suara klakson terdengar di depan rumah, itu pertanda akhir sudah penantiannya.

Ratri bergegas mengambil langkah penuh kebahagiaan. Dengan nada lembut ia memberitahu Amar kalau semuanya sudah bekerja di sawah. Ratri sudah meminta izin sebelumnya.

Mereka pun berangkat meninggalkan rumah.

****

Perjalanan itu sungguh menyenangkan bagi Ratri. Sebagai orang miskin tanpa ayah sedari kecil ia tidak pernah merasakan enaknya jalan-jalan apalagi dengan mengendarai motor. Rasa cinta yang timbul dari hati Amar pada mulanya hanya sebuah rasa iba karena melihat Ratri sedang bekerja menjadi buruh tani di lahan milik tetangganya. Akan tetapi rasa kasihan itu berlangsung menjadi rasa cinta dan ia berharap bisa menaikkan derajat gadis tersebut.

Sesampai di lokasi yang dituju, yaitu sebuah pantai, Amar sangat senang begitu melihat Ratri menumpahkan sukacitanya sembari meregangkan tangan dengan ditemani indahnya sapuan ombak yang diterpa angin. Gadis manis itu berlarian dengan tertawa kecil. “Walah, Mas. Ora ngiro banget senenge awakku. Kat cilik aku ora tahu ndelok pantai. Sabendino isine mung kerjo lan kerjo,” kata Ratri di sela tawa kecil.

Setelah dirasa cukup untuk menikmati indahnya pantai, Amar mengajak Ratri mampir di sebuah warung yang berada di sisi barat pantai. Di sana ia mengajak Ratri menikmati sepiring rujak petis, sebuah hidangan khas dari orang pesisir.

Amar merasa senang saat melihat Ratri makan rujak dengan lahap. Ia membatin Kalau mungkin baru pertama kali ini sang kekasih makan rujak sampai sebegitu lahapnya.

Di sela menikmati rujak, Amar memberitahu kalau akan mengajak Ratri ke rumahnya. Sebelum mengantar pulang nanti ia akan memperkenalkan Ratri pada orang tuanya.

Mendengar rencana itu, Ratri sempat terhenti makan, hampir tersedak. Sebagai wanita miskin nan lugu ia merasa sangat khawatir akan hal itu, apalagi ia masih merasa trauma karena beberapa pemuda yang mencoba mendekatinya selalu pergi tanpa kepastian.

Tidak terasa waktu telah menunjukkan setengah dua siang. Amar yang teringat pesan ibunya agar jangan sampai pulang sore atau pun sampai malam, segera mengajar Ratri untuk pulang dan selanjutnya ia bermaksud mengenalkan Ratri pada kedua orang tuanya, namun bukan hanya memperkenalkan sekaligus membicarakan hal menjurus ke jenjang selanjutnya, yaitu pernikahan.

****

Singkat cerita mereka berdua sudah sampai di rumah Amar.

Ibu Amar melihat sosok Ratri yang kalem dan santun menjadi tertarik dan setuju andai gadis yang dibawa anaknya itu akan mendampingi putranya, akan tetapi gelagat kurang baik ditunjukkan oleh bapak Amar yang semenjak Ratri memperkenalkan diri sebagai Putri Bu Sumini dari desa sebelah. Si bapak langsung menunjukkan muka sinis bahkan langsung beranjak dari ruang tamu meninggalkan mereka.

Melihat gelagat bapaknya yang kurang suka pada Ratri dengan cepat Amar bergegas mengantarkan Ratri. Sepanjang perjalanan pulang itu Amar berpikir keras apa yang ada di balik hati bapaknya sehingga sampai tidak mau melihat wajah Ratri.

Sebenarnya hal yang sama juga dirasakan Ratri. Ia merasa ada sesuatu hal yang disembunyikan bapaknya Amar. Ratri ingat betul sebelum beliau sapa ibunya, si bapak masihlah baik dan bisa menerimanya, namun sikap itu berubah ketika ia memberitahu nama sang ibu.

****

Malam pun datang.

Usai salat isya berjamaah, Amar diajak ke ruang tengah oleh orang tuanya. Hati Amar sudah berdebar-debar tidak karuan. Ia menebak jika perbincangan nanti ada hubungannya dengan Ratri, dan memang itulah yang terjadi.

“Bapak jaluk tulung. Tinggalno Ratri,” ucap sang bapak tanpa basa-basi.

Seketika dada Amar terasa sesak mendengar ucapan itu. Sedangkan ibunya memandang dengan raut sedih, mungkin sebelumnya beliau telah diberitahu sebuah alasan oleh suaminya sehingga tidak ada pembelaan pada Amar.

Saat mampu mengendalikan diri, Amar menanyakan tentang alasan sang bapak yang melarang hubungannya bersama Ratri, sekaligus ia membela hubungan itu, dengan memberitahu segala kebaikan Ratri, meskipun dari kalangan miskin, tapi Ratri adalah sosok gadis yang dianggap sebagai pendamping hidupnya.

“Awakmu karo Ratri ora masalah, nanging mengko kowe bakal reti dewe opo seng saktenane,” ucap ibunya menyahut begitu melihat muka marah suaminya. Ia tahu betul watak sang suami akan meledak jika dibantah dan tidak ingin malam itu menjadi perdebatan panjang yang berakhir ketegangan.

Setelah mendengar penuturan dari ibunya, Amar memilih beranjak menuju teras tanpa pamit. Ia paham dengan ibunya, apalagi sang bapak memiliki riwayat darah tinggi, jika meledak akibat fatal.

Amar merenung seorang diri, hatinya tidak ubahnya seperti kaca yang dibentur batu, hancur berkeping-keping. Ia hanya ingin tahu Ada apa sebenarnya. Kalau memang alasan sempat masuk akal maka ia akan mundur dan bersiap melupakan Ratri.

Hari-hari yang biru dihabiskan Amar di tempat kerjanya setiap kali ini melupakan  Ratri, justru semakin merindukannya, tapi disisi lain ia juga tidak ingin membuat sakit hati orang tuanya. Sungguh posisi sulit dirasakan pemuda itu, dan sampai saat ini ia masih diliputi rasa penasaran yang teramat sangat karena setiap kali menanyakan alasan pada ibunya maupun bapaknya mereka tidak memberikan jawaban.

Hanya ibunya berucap, kalau tidak ingin membuka aib orang lain.

****

Sebulan kemudian.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Ratri. Ia selalu menunggu kedatangan Amar. Biasanya seminggu sekali selalu apel, tapi sudah sebulan lebih tidak mengunjunginya. Tidak ada penjelasan, juga tidak ada kepastian. Sebagai seorang wanita tidaklah mungkin Jika ia datang menemui Amar. Ia pun memutuskan kalau hubungan itu dianggap berakhir.

Dengan pekerjaannya sebagai buruh tani rasa capek membuat ia bisa mulai merupakan Amar.

“Sabar yo, Nduk,” ucap ibunya menghibur.

Beliau ikut prihatin dengan apa yang dirasakan putri satu-satunya yang hampir di setiap malam melamun sendiri sambil menunggu kehadiran seseorang Amar.

Ratri tidak menggubris ucapan Bu Sumini yang duduk di sebelahnya. Ia terus berpikir hal apa yang menyebabkan Amar yang dianggap sangat tulus mencintainya, hilang tanpa kabar.

 “Opo mergo awakku gak duwe bapak, yo? Dadine Mas Amar ninggalne aku.” Pikirnya dalam hati.

Dari situlah Ratri menanyakan perihal sosok ayahnya pada sang ibu.

Sejak dulu, setiap ia bertanya siapa sebenarnya bapaknya, Bu Sumini selalu menghindar, tetapi kini Ratri sudah cukup dewasa, sudah saatnya mengenal siapa bapaknya. Ia pun langsung menanyakan pada sang ibu.

Bu Sumini tidak bisa berkata apa pun mendengar pertanyaan putrinya. Ia tampak bingung harus menjawab apa.

“Opo aku iki anak ramban, Mak?” tanya Ratri yang tidak sabar menunggu, melontarkan ucapan setengah kasar itu.

Seketika itu pula telapak tangan Bu Sumini mendarat tepat di pipi putrinya. “Lancang kowe! Senajan emakmu iki wong ora nduwe ora pernah tumindak koyok mengkono!” Bu Sumini marah mendengar tuduhan anaknya, dan malam itu pun ia menceritakan tentang siapa bapak Ratri, sosok yang disembunyikan dari putrinya karena akan melukai hati dan perasaan.

Sambil memegangi pipinya yang masih memerah karena tamparan, Ratri menyimak setiap kata yang diucapkan ibunya.

Ibunya lalu menuturkan kisah itu.

****

Dulu tepatnya 18 tahun yang lalu ....

Desa dicekam ketakutan akibat teror hantu Kades Hermanto, seorang Kepala Desa yang semasa hidupnya dikenal pejabat desa yang baik dan dermawan, tapi siapa sangka, dibalik kebaikannya itu tersimpan dendam berkecamuk yang mengakibatkan nyawa Suhada  melayang lewat dua kaki tangannya yaitu Salman dan Kasim.

Kades Hermanto tega membunuh Suhada, sahabat karibnya sendiri.

Akibat dari ulahnya ia harus menanggung penyakit yang mengerikan. Perutnya yang membuncit lambat laun mengantarkannya ke pintu gerbang kematian.

Teror kemunculan Suhada juga dirasakan Salman. Hampir setiap malam lelaki itu terbangun karena bermimpi tentang orang yang dihabisi bersama Kasim.

Salman selalu ketakutan setiap kali keluar rumah. Menurutnya ia selalu diikuti sosok pocong berlumuran darah yang mana pocong terbang tersebut selalu meminta pertanggungjawabannya, namun Kasim masih diberi waktu untuk bertobat sehingga teror itu tidak sampai merenggut nyawanya. Pada akhirnya kematian Suhada perlahan mulai terungkap. Tepatnya setelah teror hantu Kades Hermanto mulai surut yakni ketika pintu maaf dibuka oleh keluarga Suhada.

Di sisi lain Salman dan Kasim harus menanggung akibat dari perbuatan mereka. Jalan hidupnya harus dilalui dibalik jeruji besi. Rasa penyesalan yang sangat dalam menghantui Kasim, namun nasi sudah menjadi bubur, penyesalan yang terlambat tidak ada artinya, akan tetapi dari kejadian tersebut Kasim mulai sadar bahwa kebahagiaan bukan hanya persoalan materi.

Kasim dulunya merupakan orang yang tekun dalam bekerja, tapi kiranya membuat ia kufur pada Allah dan terjerumus dalam lembah kenistaan, dan Bu Sumini hanya bisa pasrah dan berdoa, semoga dengan kejadian tersebut suaminya bisa kembali ke jalan yang diridhoi.

Begitu tutur ibunya Ratri.

Sementara Ratri lemas dan tidak berdaya mendengar penuturan ibunya. Ia yakin dari kelakuan bapaknya itulah semua orang menghindar darinya. Ia harus menanggung derita sebagai anak narapidana yang di masa itu masih menjadi hal yang tabu. Ya, Ratri adalah anak Kasim, lelaki yang diperintah Kades Hermanto untuk menghabisi Suhada kala itu.

“Aku benci kambek bapak, Bu!”

Ratri lantas menangis dan meninggalkan ibunya menuju kamar.

****

5 bulan kemudian.

Dibalik jeruji besi, Kasim menumpahkan rasa penyesalannya melalui salat malam. Ia selalu merenung, menyesali apa yang telah diperbuat.

Sengaja ia melarang istrinya menjenguk karena tidak ingin putrinya tahu dengan sifat sang ayah.

Jika ia sudah kembali berkumpul nanti, ia sendiri yang akan meminta maaf dan mempertanggungjawabkan semua sebagai kepala keluarga.

Dan kini 18 tahun berlalu remisi membawa Salman dan Kasim akhirnya mampu menghirup udara segar tanpa terhalang terali besi. Keduanya dinyatakan bebas.

****

Segera Kasim kembali ke rumah. Sampai di rumah bukannya disambut dengan air mata bahagia tapi malah disambut dengan air mata kekecewaan dan sang anak justru mengusirnya setelah lima bulan lalu ibunya bercerita tentang siapa sebenarnya bapaknya.

Ratri sangat kecewa dengan bapaknya yang telah membuat kehidupannya dan Bu Sumini menderita. Ia memilih tidak memiliki bapak dari pada menanggung dosa masa lalunya.

Melihat tingkah anaknya seperti itu, Bu Sumini mulai geram, tapi ia tahu bagaimana isi hati putrinya. Ia juga sadar bahwa beberapa kali Ratri punya hubungan dengan laki-laki selalu saja kandas yang menyebabkan adalah karena ia anak pembunuh.

Bagi Kasim tidak ada pilihan selain meninggalkan rumah. Ia buang mimpi hidup bahagia di hari tua bersama keluarga demi tidak ingin membuat Ratri makin sakit hati dan membencinya. Maka ia putuskan sementara waktu untuk tinggal di Masjid menunggu saat yang tepat sampai hati anaknya mampu menerima kehadirannya.

 Bu Sumini hanya menangisi kepergian sang suami yang baru kembali pulang. Seperti Bermimpi saja baginya. Belum sampai di depan pintu Masjid warga yang mengenali Kasim sontak menghujani dengan kata cacian dan makian.

Kasim menyadari betul warga tidak mungkin semudah itu menerimanya kembali dengan peristiwa yang terjadi di masa lampau. (Baca cerita sebelumnya: KEPALA DESA YANG MATI MENGENASKAN ).

Berbeda dengan Salman yang sekeluarga telah pindah desa.

Ketika hari mulai petang, Kasim tidak tahu meski ke mana. Ia pergi hanya mengikuti langkah kaki tanpa arah dan tujuan pasti.

Berhari-hari ia menapaki jalanan sambil sesekali istirahat dan minum air keran yang ada setiap tempat ibadah pinggir jalan. Jika ia merasa halus, dia berusaha keras menahan rasa lapar yang membelit perutnya, hanya sesekali ia bisa makan, jika bertepatan ada orang baik yang menyedekahkan makanan di Masjid.

Meskipun demikian dirinya tidak pernah meninggalkan lima waktu walau dalam keadaan sulit, karena ia sudah memantapkan niat untuk bertobat sepenuh hati.

Setelah kurang lebih seminggu menyusuri jalan tibalah di Kota Surabaya.

Beberapa kali ia coba mencari kerja, namun selalu gagal. Setelah seminggu terlantar akhirnya keberuntungan menghampirinya. Ada seorang warga yang menawari untuk menjadi tukang bersih-bersih di makam. Tanpa menimbang, Kasim segera menerima tawaran itu. Kurang lebih lima bulan kasih menjalani profesi sebagai tukang bersih-bersih makam dengan penuh tanggung jawab.

Setiap kali mendapatkan upah selalu ia sisihkan untuk ditabung. Hingga menjelang lebaran ia bisa membeli dua mukena dengan dibungkus menggunakan koran bekas.

Kasim bermaksud pulang dan memberikan mukena itu untuk istri dan anaknya, tak lupa dicantum kalimat dalam selembar surat. ‘Mugo-mugo lagi seneng, yo. Mung iki sing iso tak wehno ing dino riyoyo taun iki. Mugo-mugo dipangapuro duso lan kesalahanku.  Aku kangen karo kowe, Bojoku.’ Itulah sebaris kata sederhana yang detail sama mukena. Ia berencana menyuruh seseorang memberikan pada anak dan istrinya. Jika diterima dengan baik, barulah ia akan pulang ke rumah di malam takbir.

Akhirnya sampailah Kasim di kampung. Ia menyuruh seorang anak untuk mengantar mukena tersebut. Sambil menunggu di tepian jalan, menyaksikan warga yang riang bersiap takbir keliling.

Sementara hujan mulai rintik diiringi tiupan angin. Kasih masih terdiam di tempat, berteduh di bawah rindangnya pohon jalan.

Ia menunggu hal baik yang diangankan. Tidak seberapa lama dari kejauhan muncullah istrinya juga Ratri bersama seorang lelaki, ia adalah Amar, calon suaminya. Bocah kecil pembawa mukena itu menuntun mereka menuju ke tempatnya, namun saat tiba di seberang jalan angin kencang dan hujan deras datang. Salah satu dan pohon yang cukup besar tumbang.

Krak!

Bruk!

Semua berteriak histeris.

Begitu mendekat, Kasim sudah tidak bernafas lagi. Lelaki itu meninggal dengan senyum mengembang.

Ratri menangis sejadi-jadinya.

Setelah mengusir bapaknya lima bulan, lalu pikirannya mulai terbuka, dan dia pun bersiap menerima sang bapak bagaimanapun masa lalunya.

Ia benar-benar tersadar bahwa sosok bapak adalah sosok yang seharusnya dihormati, namun pencarian yang dilakukan sejak sang bapak pergi tidak membuahkan hasil.

Bersamaan dengan itu, kebahagiaan menghampiri kehidupan Ratri, karena Amar mampu meyakinkan orang tuanya dan melanjutkan hubungan dengan Ratri, juga disepakati akan melangsungkan pesta pernikahan seusai hari raya ketupat.

Malam takbir menjadi duka di saat kebahagiaan kembali datang menghampiri Ratri, karena sang bapak pulang menghadap Tuhan justru memberinya cerita lain.

SELESAI

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search