KKN DI RUMAH DUKUN BAGIAN 2
KKN BAGIAN 2
Dia bahkan membuka jendela itu sambil melonggokkan kepala,
namun tidak ada siapa-siapa.
Yogi saat itu masih berpikir positif, mungkin saja ada orang
yang memang sedang menjahili.
Segera Yogi menutup kembali jendela tersebut, dia berusaha
sebisa mungkin untuk tidur.
****
Keesokan harinya.
Yogi tidak mau menceritakan kejadian itu pada teman-temannya.
Dia tidak mau mengecewakan suasana hari pertama.
KKN yang mereka lakukan adalah kunjungan ke pemerintah
setempat seperti Pak Lurah, Pak RW, dan Pak RT.
Mereka mengutarakan program kerja yang akan dilakukan selama
KKN di desa dan kampung tersebut.
Setelah semuanya disetujui bahkan difasilitasi oleh Pak Lurah,
maka dijalankanlah program KKN.
Program pertama yang akan mereka lakukan Minggu itu adalah
menjadikan empang yang sudah tidak terawat untuk difungsikan kembali. Mereka
akan membudidayakan ikan lele di empang itu. Nanti hasilnya bisa dinikmati oleh
masyarakat, namun ada satu kendala, kata masyarakat empang itu sangat angker, soalnya
ada pohon melinjo yang sudah puluhan tahun berdiri di dekat empang.
Konon pohon melinjo sangat angker. Banyak orang yang melihat
kuntilanak di pohon tersebut.
“Banyak orang yang melihat kuntilanak di pohon tersebut. Kita
tebang saja bagaimana?” tanya Pak Aceng.
“Memang sudah dapat izin?” Yogi bertanya balik.
“Jangan ditebang. “’Kan kata masyarakat pohon ini angker,”
ujar Laras. Dia khawatir mitos itu nyata dan malah membawa musibah bagi peserta
KKN.
“Kalau dibiarkan malah bikin musyrik nanti. Masyarakat tambah
percaya sama hal-hal mistis,” kata Pak Mursyid.
Hari itu juga Pak Mursyid minta izin pada yang punya tanah
untuk menebang pohon itu, tapi sayangnya dilarang. Masyarakat juga tidak mau
kena getahnya karena pohon itu sangat angker.
Soal empang, yang punya tanah memang dari dulu sudah
menghibahkan empang itu pada masyarakat untuk digarap bersama, namun tidak ada
yang berani menggarapnya. Dulu pernah ada yang kesurupan tapi bagi Pak Aceng
dia tidak percaya akan mitos tersebut, dia akan tetap menggarap empang itu
bersama peserta KKN.
Yogi menyarankan agar digelar doa-doa terlebih dahulu sebelum
empang itu difungsikan kembali.
Pak Aceng menerima saran dari Yogi. Peserta KKN pun menggelar
doa bersama tepat di tepian empang.
Setelah itu empang pun diairi menggunakan mesin diesel. Airnya
ditarik dari sungai kecil yang tidak jauh dari empang tersebut.
Beberapa jam kemudian akhirnya empang itu berair kembali.
Yogi dibantu peserta lainnya memasukkan benih ikan lele ke
dalam empang tersebut. Mereka pun bersorak saat semua benih berhasil dituangkan
ke dalam empang, namun keesokan harinya saat Yogi diperintahkan untuk melihat
kondisi empang itu, dia kaget karena banyak bangkai ikan lele di pinggiran empang.
Ratusan benih ikan itu mati secara misterius.
Semua peserta KKN kaget melihat fenomena aneh itu.
“Hewan apa yang membantai benih ikan kita?” tanya Pak Aceng.
Yogi menggelengkan kepala. Dia juga tidak tahu penyebab
matinya benih ikan tersebut.
“Mungkin dimangsa musang,” ucap Laras.
“Mustahil kalau memang musang. Mereka pasti memakan benih
ikan ini. Kau lihat saja tidak ada satu pun ikan yang dimakan. Tubuh
benih-benih ini masih utuh,” ucap Yogi.
Masuk akal juga apa yang dikatakan Yogi, tidak mungkin musang
tidak memakan ikan itu.
Alhasil hari itu juga Pak Aceng dan Pak Mursyid mengeluarkan
uang pribadi mereka untuk membeli kembali benih ikan, namun kali ini empang itu
juga dipasangi jaring biar tidak ada hewan yang masuk ke wilayah empang.
Singkat cerita.
Malam pun tiba. Mahasiswa KKN pulang ke Posko mereka, kecuali
Pak Aceng. Dia masih menjaga empang itu. Pak Aceng penasaran hewan yang
membantai benih ikan lele.
Tepat 21.00 Pak Aceng berteriak sambil lari minta tolong.
“Tolong!”
“Tolong!”
“Tolong!”
Anak-anak KKN keluar dari posko mereka.
“Ada apa, Pak Aceng?” tanya Yogi.
“Kunti ... ada kuntilanak!” ucap Pak Aceng sambil memasang
wajah ketakutan.
Pak Aceng ternyata melihat puluhan kuntilanak di dalam kolam empang
tersebut. Kuntilanak itu bermunculan sehingga membuat Pak Aceng ketakutan.
Hingga keesokan harinya para peserta KKN tidak lagi berminat
untuk menggarap empang tersebut. Benar kata warga kalau empang itu memang
sangat angker.
Dua hari berikutnya.
Laras kesurupan di Posko KKN. Yogi sendiri yang menyaksikan kejadian
aneh itu kisaran pukul 01.00 dini hari. Yogi terbangun, dia mencium aroma
bawang merah dari dapur. Yogi pun keluar kamarnya, tampak Laras sedang berdiri
di hadapan kompor yang menyala. Laras sedang menggoreng bawang.
Laras tetap berdiri membelakangi Yogi. Kemudian perlahan Yogi
mendekat pada Laras, dia menyentuh pundak wanita itu, dan betapa terkejutnya
saat Yogi melihat wajah Laras yang keriput penuh dengan urat-urat biru yang
membentang di wajahnya. Kedua bola mata Laras juga berubah menjadi putih semua.
Laras berteriak dengan sangat kencang membuat semua orang
terbangun. Mereka sangat ketakutan.
Pak Aceng mencoba untuk menyembuhkan Laras yang kesurupan itu,
namun Laras mengamuk. Dia malah tertawa terbahak-bahak padahal Pak Aceng sudah
membacakan doa-doa di ubun-ubun Laras dan tampaknya tidak mempan. Kemudian
Laras membanting apa pun yang ada di dalam Posko.
Pak Aceng, Yogi, dan para mahasiswa lainnya terpental saat
mereka hendak memegangi tubuh Laras.
“Pergi kalian dari sini atau kubunuh anak ini!” ucap makhluk
yang ada di dalam tubuh Laras.
“Baik. Besok kami akan pamit. Kami tidak akan menempati rumah
ini lagi,” ucap Pak Aceng.
“Tolong jangan sakiti Laras!” kata Atun sambil menangis
sesenggukan. Dia tidak mau temannya itu kenapa-kenapa karena Pak Aceng sudah
berjanji akan meninggalkan tempat itu.
Roh jahat dalam tubuh Laras pun pergi begitu saja.
Laras pingsan, dia
digotong ke kamar, kemudian muncul Abah Kohar. Dia ikut panik saat tahu ada
mahasiswa KKN yang kesurupan.
“Sebenarnya ini rumah bekas apa, Abah?” tanya Yogi. Dia
penasaran, karena jujur Yogi setiap malam mengalami kejadian aneh.
Abah Kohar pun menceritakan semuanya. Dia bilang kalau rumah
ini dulunya dihuni oleh dukun wanita yang bernama Sumanti beserta suaminya.
“Ha! Sumanti?” tanya Yogi.
“Iya,” jawab Abah Kohar.
“Wanita itu pemilik ilmu hitam dan dia meninggal karena
ilmunya sendiri. Sumanti punya perjanjian dengan makhluk gaib. Setelah
meninggal, suaminya menjual rumah ini, namun setiap kali ada yang beli dan
dihuni, rumah ini selalu mengganggu penghuninya.”
“Berkali-kali rumah ini berganti pemilik, hingga akhirnya
jatuh pada orang kaya yang tinggal di Jakarta. Dia membeli rumah ini hanya
untuk investasi saja. Jadi jarang sekali ditempati,” ucap Abah Kohar.
“Kenapa Abah, tidak bilang sama kami soal ini,” kata Yogi.
“Saya sudah bilang pada Pak Aceng, tapi dia tidak percaya hal
gaib,” ucap Abah Kohar.
“Apa Abah, tahu nama suami dukun wanita itu?” tanya Yogi.
“Ya saya tahu. Namanya Ramli,” ucap Abah Kohar.
Jawaban Abah Kohar itu
membuat Yogi kaget. Ramli adalah nama kakeknya sendiri yang baru meninggal
beberapa minggu lalu.
****
Keesokan harinya para
mahasiswa itu pamit.
Mereka sudah minta ke pihak kampus untuk dimutasi ke wilayah
lain. Mereka tidak sanggup lagi menjalani KKN di kampung itu.
Sementara itu Yogi masih tercengang dengan apa yang semalam ia
dengar. Ternyata dulu kakeknya pernah tinggal di rumah ini.
Lantas kenapa kakeknya berteriak minta dilepaskan? Jangan-jangan
dia punya ilmu hitam pemberian dari mantan istrinya.
Ilmu hitam memang bisa membuat seseorang kesulitan dalam
menghadapi sakratulmaut.
No comments:
Post a Comment