KKN DI RUMAH DUKUN
KKN BAGIAN 1
Yogi adalah mahasiswa fakultas bahasa Inggris yang kala itu
hendak melaksanakan KKN.
Dari semua temannya bisa dibilang Yogi yang paling susah
hidupnya. Dia membiayai kuliahnya sendiri dengan berjualan risol dan juga kaos
di kampus.
Selama bertahun-tahun Yogi berjuang untuk menghidupi dirinya
sendiri di kampus. Dia bahkan tidak mengekos, melainkan tinggal di ruang
sekretariat organisasi, hingga akhirnya tibalah waktu Yogi untuk melaksanakan
KKN.
Dia berharap lokasi KKN-nya tidak terlalu jauh, agar biaya yang
dikeluarkan tidak banyak, namun takdir berkata lain, Yogi malah ditempatkan di kampung
pedalaman.
Siang itu Yogi beserta mahasiswa lainnya berkerumun di depan
kantor fakultas untuk melihat pembagian kelompok KKN.
Yogi ternyata ditempatkan di daerah yang sangat pedalaman,
letaknya di kaki gunung Pulosari, dan ia belum pernah ke sana.
Ada 10 orang anggota beserta Yogi yang ditempatkan di kampung
tersebut.
Sebelum berangkat KKN, Yogi dapat kabar Kalau kakeknya sedang
sakit parah. Dia pun memaksakan diri untuk pulang.
Yogi pulang naik motor bebek jadul yang sudah ia pakai sejak
SMA.
Setibanya di kampung, dia mendapati kakeknya sedang sekarat.
Banyak warga yang berkumpul di rumah kakeknya, maklum kakeknya ini bisa
dibilang sesepuh di kampung tersebut. Dia sering dimintai jampi untuk
kesembuhan berbagai penyakit, maka dari itu, semenjak kakeknya sakit banyak
warga yang berbondong-bondong datang ke rumah untuk menjenguk.
Sudah satu bulan belakangan ini memang kakeknya menderita
sakit komplikasi karena memang sudah sepuh. Banyak penyakit yang diderita kakeknya,
namun ada yang aneh. Saat itu kakeknya sudah sekarat tapi dia masih saja
menceracau hal-hal mengerikan. Kedua matanya melotot sambil menunjuk ke langit-langit.
“Sumiati, lepaskan aku!” teriak kakeknya.
Saat itu hanya kerabat yang seumuran dengan kakeknya yang
tahu siapa itu Sumanti. Ternyata dia adalah mantan istrinya kakek yang sudah
lama meninggal. Kakeknya pernah menikah tiga kali, dan istri pertamanya itu
bernama Sumanti. Konon dia meninggal di usia yang masih muda.
Yogi bingung kenapa kakeknya berteriak “Sumanti, lepaskan aku!”
Seperti ada hal yang mengikat jiwa kakeknya.
****
2 hari sekarat.
Akhirnya kakeknya meninggal dunia. Yogi sangat sedih karena
kehilangan kakek satu-satunya. Yogi mengikuti prosesi pemakaman sampai selesai,
namun dia tidak bisa ikut acara tahlilan 40 hari karena dia harus berangkat KKN.
Yogi akan kirim doa dari lokasi KKN untuk kakeknya itu.
Dia pun kembali ke kampus untuk mengikuti pembekalan KKN.
****
Di kampus.
Dia sudah menemukan kelompoknya, semuanya orang baru bagi
Yogi. Ada dua orang yang sudah bapak-bapak, umurnya kisaran 40 tahunan, tapi
semangatnya masih berkobar-kobar. Mereka berdua adalah Pak Aceng dan Pak
Mursyid. Keduanya kuliah di Fakultas Pendidikan Islam.
Di kelompoknya Yogi hanya ada dua orang wanita yaitu Laras
dan Atun. Mereka dari Fakultas Farmasi.
Semua anggota sudah lengkap, besok mereka akan berangkat ke
lokasi KKN.
“Pak Aceng, katanya kita sudah dapat rumah untuk Posko, ya?”
tanya Yogi.
Pak Aceng yang kemarin mencarikan Posko untuk KKN. “Oh, iya.
Sudah agak sulit si mencarinya, tapi untung ada satu rumah yang bisa disewa. Pemiliknya
kebetulan tinggal di Jakarta, jadi jarang ditempati,” ucap Pak Aceng.
“Syukurlah kalau begitu,” kata Yogi.
Mereka berangkat sama-sama dari kampung menggunakan mobil
pick-up.
Jalan ke kampung itu sangat jelek, jalannya rusak, dan berbatu
besar. Mobil pic-kup sempat terguncang-guncang saat melintasi jalanan sekitar.
****
3 jam kemudian.
Tibalah mereka di Kampung Rowosari. Ada gapura yang
terpampang di sana. Gapuranya bertuliskan Selamat datang di Kampung Rowosari.
Penduduk di sana ramah-ramah. Mereka menyambut kedatangan
anggota KKN dengan senyuman, kemudian mobil pick-up tersebut berhenti di sebuah
rumah panggung yang tampak elegan. Rumah panggung itu semacam Villa. Pagar
rumahnya tembok, halamannya cukup luas, biliknya dicat warna merah. Di kolam
rumah ada kolam ikan yang sudah mengering.
Satu-persatu anggota KKN itu turun dari bak mobil. Mereka
bergotong-royong menurunkan barang bawaan seperti kompor, kasur, dan lain-lain.
Kemudian seorang kakek
bernama Abah Kohar mendekat pada mahasiswa KKN tersebut. Dia menyerahkan kunci
pada Yogi. “Ini ya kuncinya. Alhamdulillah sudah bersihkan rumahnya,” sapa Abah
Kohar. Dialah yang selama ini bertanggung jawab untuk menjaga rumah kosong
milik orang Jakarta itu.
Yogi menerima kunci tersebut.
Kemudian Pak Aceng menyodorkan uang Rp20.000 pada Abah Kohar
dan dengan senang hati Abah Kohar menerimanya.
Barang-barang pun dimasukkan ke dalam Posko KKN.
Saat masuk ke dalam ruangan itu, Yogi agak tercengang karena
banyak sekali lukisan yang dipampang pada dinding rumahnya. Mungkin saja si
pemilik rumah itu punya jiwa seni yang cukup tinggi sehingga dia punya koleksi
berbagai lukisan.
Di dalam rumah itu ada lemari, sofa, dan ranjang, namun tidak
ada kasurnya, hanya ranjang besinya saja, jadi mereka harus membongkar ranjang
itu dan digantikan dengan kasur lantai yang bisa muat banyak.
****
Hari Pertama.
Semua anggota KKN sibuk merapikan barang bawaan mereka. Sementara
itu Pak Aceng dan Pak Mursyid asyik ngopi di beranda rumah. Hingga tepat pukul
17.00 ada seorang ibu-ibu yang menggendong barang dagangan menghampiri para KKN
tersebut.
Wanita tersebut membawa gorengan bacang dan makanan lainnya.
Pak Aceng tertarik untuk membeli makanan itu, terlebih dia kasihan melihat si ibu
yang berjualan dengan susah payah.
“Pak, saya titip, ya. Jangan berbuat macam-macam di rumah ini,”
ucap si penjual kue.
“Oh enggak kok. Kami hanya mau KKN,” kata Pak Aceng.
Entah kenapa pedagang itu tiba-tiba menegur Pak Aceng.
malam pertama pun tiba.
Semua orang sudah tidur kecuali Yogi. Dia tidak bisa tidur
karena Pak Aceng mengorok. Yogi pun pindah ke ruang tamu.
Rumah itu punya dua kamar, satu kamar khusus perempuan, dan
satu lagi untuk laki-laki.
Yogi keluar dari kamar sambil membawa bantal. Dia
membaringkan diri di ruang tamu, akan tetapi dia tetap tidak bisa tidur.
Akhirnya Yogi mematikan lampu.
Klek!
Saat Yogi berusaha memejamkan mata, dia merasa ada yang
meniup telinganya, Yogi pikir itu adalah angin yang berasal dari sela-sela
bilik.
Sesekali Yogi membalikkan badan sambil mengusap telinganya,
namun tetap seperti ada orang yang meniup telinga Yogi.
Dia pun bangun dan menyalakan lampu.
Klik!
Yogi heran siapa yang barusan meniup telinganya. Dia menoleh
ke segala arah, tapi tidak ada siapa-siapa.
Yogi berusaha untuk menenangkan dirinya, dia tidak mau
berpikir macam-macam.
Kemudian saat dia membaringkan kembali badannya dan mencoba
untuk tidur, tiba-tiba dia mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu jendela.
Tuk! Tuk! Tuk!
Yogi kaget. Dia bangun segera menyibakkan tirai jendela.
“Siapa?” tanya Yogi.
No comments:
Post a Comment