PELARIAN KI JAMBRONG
SIMPATISAN PKI
Tahun 1965 setelah Partai Komunis Indonesia gagal melakukan
kudeta terjadilah pembantaian yang amat mengerikan kala itu pemerintah
melakukan pembersihan besar-besaran terhadap orang-orang yang diduga sebagai simpatisan
PKI.
Bukan hanya itu saja, para anggota PKI yang ada di struktur pemerintahan
dilucuti dari jabatannya lalu mereka dihabisi secara massal ada juga yang
dipenjara seumur hidup.
Pembersihan itu bukan hanya terjadi di kota-kota besar namun
di wilayah pelosok juga sangat gencar dilakukan pembersihan dari kroni-kroni
PKI. Mereka ditangkap lalu dibantai satu persatu.
Menurut kesaksian masyarakat, tempat-tempat pembantaian PKI
sering kali menjadi angker karena banyak sekali simpatisan PKI yang mati tak
wajar. Diperkirakan korban pembantaian itu mencapai 500.000 hingga tiga juta
orang. Ada yang dikubur masal, ada juga yang dibuang ke dalam Goa dan dibiarkan
mati begitu saja.
Kisah horor tentang korban pembantaian terhadap PKI telah
diangkat ke dalam film yang mengisahkan tentang korban pembantaian 1965 yang
terus menghantui penduduk Banjar Masean Desa Batu Agung, Bali.
Kawasan itu juga dikenal sebagai bekas kuburan massal para
anggota PKI.
Selain di Bali, Jawa juga menjadi tempat pembantaian
simpatisan PKI yang begitu masif. Salah satu bukti pembantaian bisa kita
temukan di Semarang.
Di sana terdapat kuburan massal yang ditemukan oleh para pegiat
hak asasi manusia.
Kuburan massal itu diyakini berisi jenazah para simpatisan
PKI.
Beberapa orang menyebutkan kalau kuburan massal tersebut
berupa dua sumur yang berisi 24 jenazah.
Kedua sumur itu berada di hutan Plumbon Kelurahan Wonosari,
Semarang.
Dulu keberadaan sumur tersebut sempat ditutup-tutupi oleh
warga sekitar karena mereka takut pada rezim orde baru.
Salah satu warga pernah menyaksikan betapa mengerikannya pembantaian
massal itu.
Kala itu ia minta petugas untuk menutupi lubang kuburan
tersebut dengan tanah.
Menurutnya orang-orang yang diduga simpatisan PKI dibawa ke
tengah hutan dengan mata tertutup kemudian satu persatu mereka dihabisi menggunakan
pistol.
Aktivis kemanusiaan dan pegiat HAM dari kumpulan masyarakat
Semarang mengaku sudah tiga tahun mencari jejak kuburan massal korban tragedi
65. Untung saja mereka berhasil mengidentifikasi nama-nama jenazah yang diduga
dikubur di hutan tersebut.
Mereka ingin kuburan itu diberi batu nisan dengan nama-nama
korban tertulis di batu nisan tersebut.
Untungnya pemerintah Semarang mengizinkan mereka untuk memberi
batu nisan pada kuburan massal itu dan kini kuburan massal Plumbon menjadi daya
tarik masyarakat yang penasaran dan ingin mengetahui sejarah peristiwa yang
terjadi di tahun 1965, namun tak jarang lokasi yang menjadi tempat pembantaian
itu beraura mistis dan sangat angker.
****
Ki Jambrong Sudarsana, dalam kisah ini Ki Jambrong
diceritakan sebagai salah satu simpatisan PKI yang dieksekusi, namun ia punya
ilmu gaib yang membuatnya bergentayangan dan meneror warga.
Di tahun 1964 Ki Jambrong Sudarsana hidup bahagia bersama
keluarganya di sebuah desa kecil tepatnya di Jawa Tengah. Ki Jambrong ini bisa
dibilang orang yang terpandang. Masyarakat mengenalnya sebagai guru spiritual.
Ia sering didatangi masyarakat untuk berbagai urusan gaib seperti menyembuhkan
orang yang terkena santet, meruwat rumah angker, dan menyembuhkan orang yang
kesurupan. Ia juga sering dipinta untuk membuat jimat pelaris
Ki Jambrong sangat dihargai oleh masyarakat. Di sisi lain ia
juga merupakan orang kaya di desa tersebut. Rumahnya besar, kebunnya banyak,
sawahnya juga luas.
Semua orang segan pada Ki Jambrong, tapi ia tidak sombong. Ki
Jambrong tetap menjadi pribadi yang ramah dan baik kepada siapa pun.
Selain menjadi guru spiritual, Ki Jambrong juga dikenal
sebagai salah satu pimpinan Partai Komunis Indonesia. Di desanya, pengaruh Ki
Jambrong membuat banyak pemuda di desa itu bergabung dengan PKI.
Memang di tahun 1964 Partai Komunis Indonesia sedang subur suburnya
Kroni-kroni TKI banyak yang berkuasa di parlemen. Kampanye
partainya ada di seluruh penjuru Indonesia sehingga dengan cepat PKI yang
tadinya partai kecil berubah menjadi partai besar yang kian mendominasi dunia perpolitikan
di Indonesia, dan Ki Jambrong ini adalah salah satu simpatisan yang amat
fanatik pada PKI. Dia bahkan mengajak seluruh keluarga besarnya untuk mendukung
partai itu.
Istri dan kedua anak laki-lakinya yang kini sudah dewasa, juga
didoktrin untuk mencintai Partai Komunis agar kelak kedua anak laki-lakinya itu
bisa menjadi kader yang membanggakan.
Kehidupan Ki Jambrong sangat nyaman dan sempurna. Dia hidup
bahagia bergelimang harta, dihormati masyarakat, juga punya keluarga yang sangat
ia cintai, namun setahun kemudian kebahagiaan Ki Jambrong seketika saja pudar.
Kala itu Tragedi G30S PKI meletus para PKI itu ingin
melakukan kudeta, untung saja gagal, namun sayangnya ada beberapa Jenderal dan
satu perwira yang gugur dibantai oleh PKI.
Masyarakat pun marah mereka memboikot PKI dan mengecam semua
simpatisannya. Pemerintah juga tak tinggal diam, pembersihan mulai dilakukan ke
seluruh pelosok Indonesia.
Ki Jambrong sudah tahu
kalau keluarganya dalam bahaya. Ia menyuruh istrinya untuk pulang ke rumah orang
tuanya yang ada di desa seberang, sementara kedua anak Ki Jambrong dibawa kabur
ke tengah hutan.
Ki Jambrong tahu para petugas itu pasti akan membunuhnya
beserta kedua anak laki-lakinya karena kedua anak Ki Jambrong ini sudah dewasa
dan pasti dianggap berbahaya oleh para petugas. Komplotan petugas itu tidak mau
ada cikal bakal PKI. Mereka ingin menghabisi PKI sampai ke akar-akarnya.
“Kita mau ke mana, Pak?” tanya Tomo anak pertamanya Ki
Jambrong
“Ke hutan. Biar enggak ditangkap petugas,” balas Ki Jambrong.
Ki Jambrong berjalan di depan kedua anaknya, sementara Tomo
dan Saripin berjalan di belakang papak mereka.
Ki Jambrong sengaja tidak membawa istrinya karena ia tahu
petugas itu tidak akan membunuh seorang wanita.
“Apa masih jauh, Pak?” tanya Saripin. Anak paling bungsu itu
tampak mulai kelelahan.
Umur Tomo dan Saripin tidak jauh berbeda. Tomo berumur 23 tahun
sementara Saripin 20 tahun. Mereka adalah adik-kakak yang selalu akur dan juga
saling menyayangi.
“Kita harus pergi sejauh mungkin dari desa, karena bakal ada
razia PKI oleh para petugas,” ucap Ki Jambrong.
****
Malam itu.
Mereka menggunakan senter untuk menerangi jalan setapak. Suara
burung hantu bekuk terdengar di kejauhan.
Kuk!
Kuk!
Angin Malam juga terasa sangat dingin.
Wus!
Ki Jambrong mulai terengah-engah.
Tak terasa Ki Jambrong dan kedua anaknya tiba di sebuah air
terjun.
Ki Jambrong pun mengeluarkan botol dari dalam tas.
“Isi airnya buat persediaan kita di jalan,” ucap Ki Jambrong
sambil menyodorkan botol air minum pada Tomo. Anak itu pun langsung mengisi
botol tersebut dengan air. Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan.
****
Selang beberapa jam.
Ki Jambrong dan kedua anaknya melihat sebuah gubuk reot. Bilik
gubuk itu sudah bolong di sana-sini, atap yang terbuat dari rumbia sudah tampak
usang. Entah siapa yang membangun gubuk di tengah hutan seperti ini.
Ki Jambrong dan kedua anaknya berdiri di kejauhan sambil
menyoroti gubuk menggunakan cahaya senter.
“Tampaknya gubuk itu kosong. Kita istirahat di sana saja. Lagi
pula kita sudah sangat jauh dari desa,” ucap Ki Jambrong.
“Baik, Pak,” kata Tomo.
Mereka mendekati gubuk, dan benar saja gubuk itu sudah tidak berpenghuni.
Banyak sarang laba-laba di dalamnya. Tak ada alas apa pun, hanya
ada rerumputan yang tumbuh subur Di dalam gubuk tersebut.
Ki Jambrong mengeluarkan arit dari dalam tas yang ia bawa kemudian
dengan cekatan Ki Jambrong membersihkan gubuk.
Setelah bersih ia dan kedua anaknya masuk ke dalam gubuk.
Mereka berbaring di sana tanpa alas apa pun.
“Padamkan sentermu!” ucap Ki Jambrong pada Saripin.
Anak itu pun menuruti apa perintahkan bapaknya.
No comments:
Post a Comment