AJIAN PANCASONA VS RAWA RONTEK
PERBEDAAN AJIAN PANCASONA DAN RAWA RONTEK
Bagi warga Blitar mendengar nama Makam Gantung pasti sudah tak
asing lagi, namun bagi yang baru saja mendengar, pastinya akan penasaran.
Apa memang ada sebuah makam yang digantung?
Jika menyebut tentang Makam Gantung maka orang juga akan teringat dengan Patih Djojodigdo yaitu seorang patih yang berasal dari Kadipaten Blitar, Jawa Timur yang sakti mandraguna.
Sang patih dianggap sakti dikarenakan memiliki ilmu ajian
pancasona yang bisa membuatnya hidup kembali apabila jasadnya menyentuh tanah
sehingga ketika beliau meninggal makamnya haruslah tergantung dan tidak
langsung menyentuh tanah.
Lantas apakah semua mitos itu benar? Apakah benar juga jika
ada ilmu yang mampu menghidupkan orang yang sudah tewas?
Ajian pancasona adalah sebuah ilmu yang mampu melindungi diri
dari senjata tajam.
Secara bahasa panca memiliki arti 5 dan sona adalah tempat. Jadi,
bisa diartikan juga jika ilmu pancasona merupakan ilmu yang berasal dari 5
tempat yaitu langit, bumi, gunung, samudra, dan juga surga.
Bila terkena senjata maka lukanya akan hilang tanpa bekas,
apabila terputus salah satu anggota tubuhnya juga akan tersambung kembali tetap
tanpa bekas dan menurut beberapa sumber ilmu ajian pancasona merupakan ilmu
yang memiliki aliran putih yang bahkan dipercaya mantra untuk memiliki ilmu ini
diawali dengan bismillah.
Ritual untuk memiliki ajian pancasona adalah dengan melakukan:
·
Puasa
sunah Senin kamis selama 7 bulan.
·
Setelah
selesai, 3 hari berikutnya dilanjutkan dengan puasa sunah 40 hari berturut-turut.
·
Pada
malam terakhir yaitu hari 41, orang yang mempelajari ilmu ini tidak boleh tidur
selama 24 jam, dalam keadaan suci dari hadas besar maupun hadas kecil.
·
Selama
puasa pun setiap selesai salat fardu juga harus membaca rapal ajian tersebut
sebanyak 21 kali juga diwajibkan melaksanakan salat hajat khusus dengan membaca
ajian tersebut sebanyak 75 kali.
·
Setelah
salat selesai dan sebelum melaksanakan salat hajat juga diwajibkan untuk mandi
besar yang akhirnya sudah diberi rapal tersebut sebanyak 21 kali dan setelah
selesai mengerjakan puasa dari keseluruhannya masih harus menjalankan rutinitas
amalan yang harus dibaca 3 kali setiap selesai salat fardu.
Mari kembali ke sosok Patih Djojodigdo.
Sebelum diangkat menjadi patih, Djojodigdo. dikenal suka
melakukan tirakat atau lelakon dan berpuasa hingga mendapatkan berbagai macam
ilmu kanuragan dan juga kesaktian yang mampu ia kuasai.
Dalam hal ini, dipercaya Djojodigdo mendapatkan ajian ini
setelah gurunya wafat yang akhirnya mewariskan ilmu ini padanya bahkan juga
dikatakan, gurunya tak hanya berasal dari bangsa manusia melainkan juga berasal
dari bangsa lelembut atau bangsa jin.
Djojodigdo adalah sahabat sekaligus pengikut Pangeran
Diponegoro. Beliau juga memiliki keturunan darah biru atau trah ningrat dari
kerajaan Mataram karena beliau juga merupakan Putra Adipati Kulon Progo.
Kesaktian sosok Djojodigdo juga teruji ketika terjadi
peperangan antar Belanda melawan pasukan Pangeran Diponegoro.
Sebagai pengikutnya, Djojodigdo yang waktu itu masih berusia
30 tahun ikut melakukan perlawanan bahkan ikut perang gerilya, meskipun saat
itu Pangeran Diponegoro telah ditangkap dan juga diasingkan, Djojodigdo menjadi
salah satu orang yang paling ditakuti oleh Belanda karena kesaktian aji
pancasonanya yang telah ia kuasai.
Djojodigdo juga dikabarkan beberapa kali mampu hidup kembali
setelah dieksekusi oleh para tentara Belanda ketika ia berhasil ditangkap. Berkat
peran dan kesaktiannya dalam melawan Belanda ia menjadi sangat terkenal hingga
Adipati Blitar memberinya gelar patih dan hadiah sebidang tanah dan dari
pemberian tanah tersebut Djojodigdo akhirnya membangun sebuah rumah besar
bersama dengan keluarganya yang diberi nama Pesanggrahan Djojodigdo dan hingga
saat ini rumah itu masih berdiri kokoh.
Meskipun memiliki ajian pancasona, Djojodigdo akhirnya wafat
pada tahun 1909 di usia ke-82 tahun.
Dengan ajian pancasona yang masih dimilikinya dipercaya juga
siapa pun yang memiliki ajian ini akan bisa hidup kekal abadi hingga akhir
kiamat nanti.
Selama ia masih menginjak tanah, seseorang yang mempunyai
ajian pancasona dikatakan hanya bisa wafat apabila tubuhnya dipisah
menyeberangi sungai dan digantung agar tidak menyentuh tanah. Jika jasadnya
menyentuh tanah maka bagian-bagian tersebut akan bersatu dan orang yang
mempunyai ajian ini akan bisa hidup kembali.
Djojodigdo bahkan dikabarkan pernah wafat 3 kali dalam sehari,
tapi setiap akan dikuburkan beliau langsung bangkit begitu menyentuh tanah.
Supaya tak bisa hidup
lagi maka ketika Djojodigdo wafat jasadnya digantung di dalam sebuah peti besi
yang disangga dengan patiyang dengan ketinggian 50 cm supaya jasadnya tak
bersentuhan langsung dengan tanah.
Tempat tadi juga berfungsi untuk menyanggah sebuah
penyimpanan kecil yang digunakan untuk menyimpan baju perang dan juga pusaka
milik sang patih yang membuat banyak orang salah sangka jika jenazah digantung
di atas sehingga masyarakat Blitar menyebutnya dengan Makam Gantung, namun jika
ada ilmu putih tentu saja akan ada juga yang namanya ilmu hitam.
Ada sebuah ajian yang dipercaya sama tingginya dengan ajian
pancasona yaitu ajian rawa rontek.
Rawa rontek secara bahasa memiliki arti kepala putus. Ajian
ini dimaksudkan agar mereka yang menguasai ajian rawa rontek tidak akan mati
dengan cara dibunuh, baik dengan senjata tajam, senjata api, racun, atau bahkan
sihir, tetapi ia akan mati dengan cara sakit.
Hampir sama dengan ajian pancasona, ajian rawa rontek sangat
jarang bisa dikuasai dan bahkan mantranya saja sangat sedikit yang
mengetahuinya.
Ajian rawa rontek adalah ilmu kesaktian yang legendaris dan
juga sangat populer karena dimiliki oleh Si Pitung dengan menguasai ilmu ini
Pitung dapat menyerap energi lawan-lawannya seolah-olah lawannya itu tidak
melihat keberadaan Pitung karena itu ia digambarkan seolah dapat menghilang dan
menurut cerita rakyat, siapa pun yang memiliki ajian rawa rontek tidak akan
boleh menikah hingga akhir hayatnya dan buktinya itu terjadi kepada Si Pitung
ketika ia tewas menjelang usia 40 tahun, Pitung masih tetap bujangan.
Beda dengan ajian pancasona, pemilik ajian rawa rontek
terkenal lebih gampang emosi. Senang berbuat kejahatan dan juga anarkis.
Hal tersebut tentu terjadi karena di dalam sel-sel tubuh
memiliki ilmu rawa rontek sudah dipengaruhi oleh jin jahat yang telah
bersemayam.
Ilmu ini sangat langka dan jika ada yang bisa menguasai ilmu
rawa rontek pasti bisa dihitung dengan jari.
Untuk memperoleh ilmu ini bukanlah hal yang gampang karena
harus melewati berbagai ritual yang berat, harus pula dibarengi dengan tekad
dan juga keyakinan yang kuat.
Pemilik ajian rawa rontek harus melewati sangat banyak tahap
untuk menyempurnakan ilmunya.
Ajian ini sendiri memiliki beberapa tingkatan yaitu, rendah,
menengah, dan juga tinggi.
Pada tingkatan rendah jin jahat bersemayam di aura pemiliknya,
tujuannya untuk ilmu kebal seperti tahan
pukul, tahan bacokan, dan juga tusukan senjata tajam.
Pada tingkat menengah, kodam mulai mendekat ke kulit
pemiliknya. Biasanya tahapan ilmu kebal tingkat menengah lebih kuat dari
tingkat rendah. Kulit akan jadi sekeras batu karang dan badan.
Bukan hanya tahan pukulan dan juga senjata tajam hingga
senjata api pun sudah bisa ditahan dengan kekuatan ilmu hitam tingkat menengah
ini.
Sementara pada tahapan tingkat tinggi di sinilah kodam
memasuki sel-sel tubuh sehingga mampu membangkitkan energi tenaga dalam dan
mampu merekayasa percepatan regenerasi sel dan inilah yang sangat berbahaya.
Biasanya umur orang yang memiliki ilmu hitam begini sangat
panjang karena kerusakan pada sel tubuhnya akan terus beregenerasi dengan cepat
dikarenakan kematian itu akan terjadi bila tubuh fisik tak lagi layak bagi ruh dikarenakan
kerusakan makanya orang-orang yang mati itu pasti disebabkan karena ada
kerusakan di dalam tubuhnya.
Pada dasarnya jin tak bisa masuk ke dalam sel tubuh karena
roh akan tetap kuat kecuali manusianya yang membuka akses bagi makhluk
metafisik itu untuk bisa menguasainya.
Ajian rawa rontek merupakan ilmu langka dan memiliki
kelebihan yaitu bagian tubuh yang sudah terpotong akan bisa tersambung kembali
tentu.
Siapa saja yang melihat aksi pemilik ilmu ini akan keder dan
juga segudang pertanyaan karena ilmu hitam ini sungguh-sungguh di luar akal
manusia. “Mengapa bisa menyatu kembali? Bagaimana dengan urat dan syarat bagian
tubuh yang dipotong?”
Kelemahan bagi pemilik ajian rawa rontek juga mirip dengan
ajian pancasona yakni dengan membakar atau menyangkutkan tubuhnya di atas pohon.
Intinya, bagaimana caranya agar kakinya tidak menyentuh bumi,
namun bedanya, kelangkaan ilmu ini disebabkan karena ilmu ini tidak bisa diturunkan
kepada orang lain.
Jadi, siapa pun yang ingin memiliki ilmu langka ini harus
melakukan sendiri rintangan dan juga ritual yang tentu tak mudah.
Ritual rawa rontek jauh berbeda dengan ritual yang dilakukan
kesenian tradisional Banten yaitu kesenian debus karena debus hanya atraksi dan
lebih menekankan pada tusukan tahan panas, tahan pukul, hingga tahan sayatan. Bukan
dilakukan dengan cara membelah yang menjadikan tulang terpotong-potong bahkan
hingga lepas dari kesatuan tulang itu sendiri.
Mau percaya atau tidak? Semua itu kembali ke keyakinan kita
masing-masing.
Ilmu hitam kesaktian orang zaman dahulu memang sulit untuk
kita percaya terutama pada masa kini di mana teknologi sudah jauh berkembang, namun
sulit dipercaya belum tentu tidak ada.
No comments:
Post a Comment