PENGHUNI BERINGIN ANGKER BAGIAN 2
"KIKUK-KIKUK" DENGAN GENDERUWO
BAGIAN 2
Kondisi cuaca yang mulai hujan angin akan berbahaya bagi
orang-orang yang melintas, selain itu juga menjaga agar tidak dijadikan sarang
ular ataupun binatang berbisa lain.
“Walaupun selama ini tidak terjadi hal buruk, tapi harus
ditebang demi menjaga keselamatan semua,” imbuh Pakde Joyo.
Memang Ki Demang sudah berulang kali mengingatkan pada Pakde
Yono selaku pemilik kebun tempat pohon tersebut berada untuk menebangnya, akan
tetapi kesibukan Pakde Joyo sebagai pengumpul hasil bumi membuatnya belum ada
waktu untuk melakukan perintah Ki Demang, mungkin saja esok hari sengaja
disemat-sempatkan.
****
Malam beranjak.
Semilir angin yang menerpa pepohonan menciptakan suara
berisik yang khas.
Saripah menutup pintu ketika cahaya kilat bermunculan bahwa
dingin seolah menawarkan hujan pada bumi.
Saripah bergegas menuju bilik lalu mulai menjahit pakaiannya
yang telah usang dengan diterangi lampu minyak tanah.
Dengan teliti dia melakukan aktivitas tersebut karena dia
tidak memiliki pakaian yang layak maka menjahit pakaian lama adalah solusinya
sambil menunggu membeli pakaian lagi begitu memiliki uang.
Saripah dikejutkan dengan daun jendela yang tiba-tiba terbuka.
Kret ....
Seketika embusan angin menerpa wajah dan mempermainkan
rambutnya yang terurai.
Bergegas Saripah meninggalkan baju usang dan menanggalkan
jarum peniti kemudian melangkah menuju jendela.
Saripah menutup kembali jendela, sebelum hal itu dilakukan
terlebih dulu dia menengok ke arah luar yang terlihat cukup gelap.
Di antara cahaya kilat dia melihat sebuah dahan yang cukup
besar bergerak-gerak. Saripah memandang dengan tatapan heran.
Dia melihat semua pepohonan tenang dan diam hanya dahan
tersebut saja yang bergoyang.
Perasaannya mulai waswas ketika menyadari bahwa dibalik pohon
beringin itu tampak sepasang bola mata besar berwarna merah seolah sedang
mengawasinya.
Bergegas dia menutup jendela.
Brak!
Lalu berdiam diri di dalam kamar.
Tidak berapa lama terdengar suara langkah kaki yang besar
berjalan ke arah pintu.
“Sopo iku,” gumamnya mulai gemetar.
Dia hanya bisa bersembunyi di balik jarit yang digunakan
sebagai selimut. Ketakutannya semakin menjadi ketika terdengar suara pintu ada
yang terbuka.
Krek ....
Saripah berpikir jika ada orang yang telah datang dan dia pun
berharap semoga itu bukanlah orang jahat.
Dengan nyali yang menciut, Saripah memberanikan diri untuk
mengintip ke arah pintu depan.
Semua dalam keadaan baik-baik saja, pintu rumah masih
tertutup dan tidak ada siapa pun di sekitar, tapi yang membuatnya merinding
adalah suara derap kaki yang semakin mendekatinya.
Saripah pun kembali ke ranjang bambu lalu berbaring diselimut
jarit.
Sebisa mungkin dia mencoba menenangkan dirinya sendiri dan
sesuatu yang tidak biasa pun terjadi.
Dalam kengerian dan ketakutan mendadak dia diserang rasa
kantuk yang teramat sangat. Matanya sangat sulit dibuka meskipun semua indra
perasa masih aktif, begitu pun dengan telinganya yang masih mampu mendengar
keadaan sekitar.
Perlahan gerak kaki itu terhenti disusul kemudian terdengar
deru nafas terasa begitu dekat dengan dirinya dan dia merasakan sebuah tangan
besar mengelus perutnya.
Semakin lama sentuhan itu semakin liar menuju bibir, leher, dan
daerah sensitif tubuhnya.
Saripah menggeleng-gelengkan Kepala. Dia berusaha berontak,
tapi rasa kantuk yang dirasakan benar-benar kuat. Saripah pun pasrah.
Sebuah nafas dingin seperti berada di belakang lehernya yang
kemudian dia merasa ciuman demi ciuman mendarat di leher, telinga, dan punggung.
Entah berapa lama dia merasakan hal aneh tersebut, ketakutannya telah terganti
dengan hasrat yang menggebu.
Dia merasakan kenikmatan tiada tara hingga akhirnya lunglai
dalam kepuasan.
Saripah terbangun ketika menjelang subuh.
Saripah merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya, terasa
berat, dan lelah. Saat memeriksa pintu masihlah dalam keadaan terkunci sehingga
dia menganggap apa yang dialaminya semalam menyelam mimpi belaka.
****
Pohon beringin yang hendak ditebang masih berdiri kokoh,
mungkin Pakde Joyo kembali disibukkan dengan urusannya.
Selama ini warga sudah terbiasa lewat di jalan sisi pohon
beringin. Tidak ada yang ditakutkan, meskipun tampak gelap dan mencekam, justru
yang ditakutkan adalah jika ada perampok atau binatang berbisa yang menyerang.
Warga tidak peduli jika ada sosok gaib di sekitar kampung,
yang mereka pedulikan adalah bekerja untuk makan dan berjuang demi hilangnya
bangsa penjajah di bumi Nusantara.
Sementara Saripah selalu menemui hal yang sama di beberapa
malam berikutnya. Selama hampir 2 bulan, setiap dua minggu sekali, dia selalu
bermimpi tentang kenikmatan. Saripah pun semakin resah dengan apa yang dialami.
Seperti mimpi, tapi sangat nyata.
Tidak ada seorang yang diajaknya berkeluh kesah. Suaminya juga
belum kembali sejak kedatangannya beberapa malam lalu.
****
Ibunya Saripah datang.
Saripah pun langsung bangkit menyalami.
Tanpa memberi kabar, ibunya tiba-tiba datang berkunjung.
Saripah merasa tidak enak karena seharusnya yang muda yang
berkunjung, tapi justru rumah ibunya yang jauh dari kampung sebelah justru
datang.
Mereka melepas rindu di dalam rumah, bercengkerama saling
melempar cerita masing-masing, rupanya ibunya datang seorang diri, menyempatkan
waktu demi menemui anaknya.
Memang semenjak itu diboyong oleh Sutopo, selama itu ibunya
tinggal bersama kakak perempuannya, sedangkan bapaknya sudah lama meninggal
tanpa tahu di mana jasadnya. sang bapak gugur saat ikut perang di wilayah
Blitar.
“Kamu ini apa hamil toh, Nduk?” tanya ibunya.
Saripah tidak bisa menjawab apa-apa. Dia merasa senang jika
ucapan ibunya benar.
Memang sudah sebulan lebih dia tidak datang bulan dan dia
yakin jika suaminya tahu pasti juga akan berbahagia karena sebelum menikah
mereka sudah berencana untuk langsung memiliki keturunan, namun Saripah masih
ragu-ragu jika sedang hamil, Saripah sama sekali tidak merasa seperti wanita
kebanyakan, tidak pernah mengidam juga tidak pernah merasa mual, hanya saja
akhir-akhir ini nafsu makannya berubah, yang semulanya sedikit, menjadi sangat
banyak.
Meski begitu, Saripah yakin jika tidak ada yang salah.
Perasaan Saripah pagi itu berubah menjadi kekhawatiran ketika
ibunya bercerita tentang Sumini yang gila.
“Waktu itu Sumini diyakini oleh warga sekitar telah dihamili
oleh makhluk halus. Sama denganmu, Nduk. Suaminya juga pergi sebagai seorang
pejuang.” Ibunya mulai bercerita.
“Melihat apa yang terjadi dengan Sumini maka ibumu ini merasa
khawatir padamu, Nduk. Itulah alasannya kenapa ibumu ini berkunjung.”
Ibunya berkisah, “Bahwa sebelum gila, Sumini bercerita kalau
dia didatangi suaminya setiap malam Selasa dan malam Jumat.”
“Karena merasa aneh maka Sumini menyiapkan sesuatu jika
ternyata yang datang bukan suaminya.”
“Yang dipersiapkannya adalah cermin dan jarum.”
“Benar saja, tampak di cermin jika sosok yang sama persis
dengan suaminya adalah makhluk mengerikan, sosok itu sangat besar, berbulu,
sedangkan matanya merah menyala.”
“Seketika Sumini menancapkan jarum peniti ke tubuh sosok
tersebut yang kemudian berubahlah ke wujud aslinya.”
“Rupanya perlakuan Sumini menjadi ancaman bagi dirinya. Tanpa
membentengi diri dengan apa pun, beberapa hari kemudian sosok gaib itu meneror Sumini
semalaman yang kemudian jiwanya terganggu,” tutur ibunya panjang lebar.
Sementara Saripah merasa khawatir dengan dirinya sendiri, dia
masih ingat saat ditemui suaminya dan keanehan akan sikap sang suami malam itu
menjerumuskan pikirannya ke dalam kisah Sumini, ditambah lagi keganjilan
kembali terjadi di beberapa malam berikutnya.
Apa yang dianggapnya sebagai mimpi seolah-olah seperti nyata.
Setiap kali bangun tidur dia menemukan tanda merah di beberapa bagian tubuhnya.
Keganjilan lain adalah tentang persediaan beras di dalam
gentong, Saripah yang bernafsu makan tinggi. Seakan tidak berkurang isi gentongnya,
selalu kembali penuh jika Saripah memasak untuk sarapan pagi.
No comments:
Post a Comment